
Kabar Tanah Suci
Melihat Ka'bah, Merenungi Kunci Perdamaian Dunia
Meneladan akhlak Rasulullah SAW adalah kunci perdamaian dunia, yang dimulai dari diri sendiri.
Oleh FUJI EKA PERMANA dari Makkah al-Mukarramah
Masjidil Haram di Kota Makkah al-Mukarramah, Arab Saudi, masih diselimuti udara yang sangat sejuk. Kini, bakda shalat subuh pada Kamis (1/6/2023) waktu setempat, tampak jamaah yang bertawaf dan sai di sekitar Ka’bah pun belum begitu padat.
Itulah suasana pertama yang saya rasakan saat memasuki Baitullah. Ketika kedua kaki saya selangkah demi selangkah mendekati Ka'bah untuk melaksanakan tawaf, hati ini semakin diselimuti oleh nuansa kedamaian spiritual, yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Semakin eratnya nuansa spiritual menyelimuti hati, membuat kedua mata saya berkaca-kaca.
Saya pun teringat sosok Nabi Muhammad SAW yang lahir di Tanah Suci ini, rumahnya tidak jauh dari Ka'bah. Kemudian membayangkan, bagaimana pemandangan dan suasana Ka'bah dan Makkah umumnya semasa beliau hidup.
Semua kisah tentang Rasulullah SAW yang pernah saya dengar dan baca sejak anak-anak hingga dewasa menghujani ingatan. Ada pelbagai kisah tentang akhlak beliau yang begitu berkesan dalam memori saya. Setiap kali mengingat kisah-kisah Nabi SAW, hati saya selalu bergetar hingga sering kali menangis haru.
Setiap kali mengingat kisah-kisah Nabi SAW, hati saya selalu bergetar hingga sering kali menangis haru.
Seperti misal, cerita tentang sebuah misi dakwah yang Nabi SAW lakukan lebih dari 14 abad silam. Dengan membawa cinta dan kasih sayang kepada umat manusia, Rasulullah SAW mendatangi Thaif untuk mengajak penduduk setempat beriman dan berislam, agar selamat di dunia dan akhirat.
Akan tetapi, niat baik dan tulus Nabi Muhammad SAW dibalas dengan kejahatan. Di kota tersebut, banyak orang mencaci-maki beliau. Bahkan, sebagian melempari Rasulullah SAW dengan batu dan tanah. Akibatnya, al-Musthafa terluka cukup parah.
Kemudian, Malaikat Jibril turun dan menghampiri Nabi Muhammad SAW. Di dekatnya, terdapat malaikat-malaikat yang mendiami gunung-gunung sekitar. Mereka menawarkan diri untuk menaati perintah apa pun dari Rasulullah SAW, termasuk bila beliau berdoa kepada Allah SWT agar menjatuhkan gunung-gunung itu kepada penduduk Thaif. Para malaikat sepakat bahwa orang-orang itu telah berbuat jahat dan zalim kepada utusan-Nya.
Akan tetapi, Nabi Muhammad SAW bukan seorang pemarah. Beliau tidak menyimpan dendam dan egoisme. Tidak pula gila hormat, sebuah penyakit hati yang membikin orang ingin selalu dihormati dan dipatuhi. Sebaliknya, kalbu dan pikiran Rasulullah SAW sangat lembut, penuh cinta, kasih dan sayang.
Kepada para malaikat, Nabi Muhammad SAW menjawab, "Walaupun mereka (penduduk Thaif) menolak ajaran Islam, aku berharap dengan kehendak Allah, keturunan mereka pada suatu saat akan menyembah Allah dan beribadah kepada-Nya."
Selanjutnya Rasulullah SAW mendoakan penduduk Thaif, termasuk yang telah berbuat zalim dan jahat kepadanya, agar diberi petunjuk oleh Allah SWT sehingga mereka menuju jalan kebaikan serta kebenaran.

Saya teringat dan merenungkan betapa dahsyat kisah itu. Sementara, kini mudah didapati orang-orang cepat gampang tersinggung, marah dan menjadi pendendam. Sering kali tanpa disadari, diri terserang macam-macam penyakit hati, seperti angkuh, sombong, pamer, berbangga diri, egoistis, iri hati dan dengki.
Di mana-mana belahan dunia kini, rupa-rupa berita mengerikan. Akibat marah, ada atasan membunuh bawahannya. Ada geng yang berisi anak-anak remaja saling serang hingga tewas karena tidak bisa mengontrol amarah. Ada banyak berita pembunuhan dengan motif marah berlebihan dan dendam. Pejabat dan politikus tanpa mengindahkan amanah rakyat, berkorupsi dan berebut kursi kekuasaan. Lisan mereka saling serang dan menjatuhkan lawan politiknya demi kepentingan pribadi serta golongan.
Ada tetangga bahkan saudara yang tidak akur; perasaannya tersinggung sehingga muncul amarah dan dendam. Ada orang tua dan anak yang tidak berhubungan harmonis. Ada saudara sebangsa yang tidak harmonis. Ada saudara seagama yang tidak akur hingga terjadi bentrokan. Ada peperangan antar suku, ras, agama dan bangsa.
Seandainya saja umat manusia berupaya mencontoh akhlak Nabi Muhammad SAW yang sabar, pemaaf, tidak marah, tidak bengis, tidak zalim, tidak jahat, tidak pendendam. Selalu berusaha membersihkan hati dari penyakit. Saya kira, dunia akan lebih aman, nyaman dan penuh kebahagiaan.
Pada Kamis (1/6/2023) pagi ini, sambil menatap Ka'bah di antara ribuan orang yang sedang khusyuk beribadah di Masjidil Haram, di ujung renungan saya menemukan kunci perdamaian dunia. Tidak lain dan tidak bukan adalah meniru akhlak Nabi Muhammad SAW.
Saya membayangkan, apa dampaknya bagi dunia, jika setiap insan—atau setidaknya tiap Muslimin—berusaha mencontoh akhlak Rasulullah SAW.
Saya membayangkan, apa dampaknya bagi dunia, jika setiap insan—atau setidaknya tiap Muslimin—berusaha mencontoh akhlak Rasulullah SAW. Berikhtiar secara sungguh-sungguh menjadi orang yang sabar, pemaaf, dan bersih dari penyakit hati.
Berupaya menjadi orang yang penuh cinta, kasih dan sayang terhadap sesama manusia. Bagi tiap jamaah haji, bila terus konsisten dalam upaya-upaya demikian, sepulangnya dari Tanah Suci insya Allah bisa menebarkan kedamaian di kampung halaman dan negeri masing-masing.
Ini menjadi salah satu hikmah yang saya temukan dari mengunjungi Baitullah. Saya ingat, di kota inilah tanah kelahiran Nabi Muhammad SAW. Betapa luhur perjuangan dan teladan beliau. Perjuangan Rasul SAW hingga terusir dari kampung halamannya sendiri, tetapi kemudian sukses membangun peradaban madani di Madinah al-Munawwarah. Begitu Allah berkehendak terjadinya Pembebasan Makkah, beliau pun memberlakukan pemaafan, alih-alih membalas dendam pada penduduk yang dahulu mengusirnya itu.
Saya membayangkan, apa dampaknya bagi dunia, jika setiap orang berusaha mewujudkan perdamaian. Jika tidak mampu mendamaikan dunia, damaikan sebuah negara. Jika tidak mampu mendamaikan negara, damaikan sebuah provinsi. Jika tidak mampu mendamaikan provinsi, damaikan satu kabupaten, kota, atau lingkungan tempat kita berada. Jika itu pun tidak mampu, damaikan keluarga kita masing-masing.
Dan, semua ikhtiar itu dimulai dengan mendamaikan hati dan pikiran kita agar selalu berupaya konsisten di jalan kebaikan. Perdamaian umat manusia atau dunia mungkin bisa terwujud jika setiap hati dan pikiran insan cenderung pada perdamaian, sebagaimana Nabi Muhammad SAW mencintai umatnya.

Pada Kamis (1/6/2023) malam waktu Arab Saudi, jamaah haji Indonesia dari Madinah yang datang pertama ke Makkah sampai dalam dua glombang. Gelombang pertama tiba pada pukul 20.00 waktu Arab Saudi dan terbagi dalam tiga kloter. Di antaranya kloter JKG 1 (Jakarta 1) dengan jumlah jamaah 390 orang, mereka tiba di hotel sektor sembilan. Kloter SOC 1 (Solo 1) dengan jumlah jamaah 360, mereka tiba di sektor sepuluh. Kloter UPG 1 (Ujung Pandang 1) dengan jumlah jamaah 392, mereka tiba di sektor tiga.
Gelombang kedua datang pada Kamis (1/6/2023) pukul 22.00 waktu Arab Saudi. Di antaranya keloter BTJ 1 (Batam 1) dengan jumlah jamaah 393 orang, mereka tiba di sektor delapan. Kemudian kloter KNO (Kualanamu 1) dengan jumlah jamaah 359, mereka tiba di sektor sembilan.
Maka total jamaah haji Indonesia yang datang ke Makkah pada Kamis (1/6/2023) ada sebanyak 1.899 orang dengan catatan dua jamaha sakit dan dirawat di Madinah, sehingga jamaah haji yang tiba di Makkah pada Kamis (1/6/2023) sebanyak 1.897 orang.
Rihlah Makkiyah
Nusantara juga memiliki warisan periwayatan perjalanan orang naik haji.
SELENGKAPNYADi Papua, Muhammadiyah dan Kristen tidak Bisa Dipisahkan
Menariknya, di tanah Papua tidak ada semacam fobia terhadap Muhammadiyah.
SELENGKAPNYASukarno: Aku Tidak Menciptakan Pancasila
Sukarno menuturkan mendapat ide soal pancasila saat duduk di bawah pohon.
SELENGKAPNYA