Rektor Universitas Pendidikan Muhammadiyah (UNIMUDA) Sorong - Rustamadji | Republika/ Wihdan

Wawasan

Di Papua, Muhammadiyah dan Kristen tidak Bisa Dipisahkan

Menariknya, di tanah Papua tidak ada semacam fobia terhadap Muhammadiyah.

Oleh ANDRIAN SAPUTRA

Buku Kristen Muhammadiyah: Mengelola Pluralitas Agama dalam Pendidikan yang ditulis oleh Prof Abdul Mukti dan Fajar Riza Ulhaq menggambarkan relasi harmonis antara para pemeluk agama Kristen dan Muhammadiyah.

Buku tersebut menunjukkan peranan pendidikan dalam membangun kerukunan antarumat beragama dan persatuan bangsa. Para pemeluk Kristen itu memiliki kedekatan dan simpati kepada Muhammadiyah karena pengalaman berinteraksi dengan warga dan pemahaman Muhammadiyah selama belajar di sekolah atau lembaga pendidikan Muhammadiyah. Meski begitu, mereka tetap teguh menjadi pemeluk Kristen.

Universitas Pendidikan Muhammadiyah (Unimuda) Sorong merupakan kampus yang berada di bawah naungan Muhammadiyah dengan mayoritas mahasiswanya adalah pemeluk agama Kristen. Mereka pun menjalin hubungan yang harmonis dengan para siswa Muslim.

Untuk itu, wartawan Republika, Andrian Saputra, mewawancarai Rektor Unimuda Sorong Dr Rustamadji. Berikut kutipan wawancaranya.

photo
Rektor Universitas Pendidikan Muhammadiyah (UNIMUDA) Sorong - Rustamadji - (Republika/ Wihdan)

Bagaimana kedekatan antara orang-orang Kristen dan Muslim serta Muhammadiyah di lingkungan pendidikan Unimuda?

Banyak sekali cerita-cerita yang semuanya menarik, sinergi hubungan antara saudara-saudara kita yang asli Papua sekaligus Kristen demikian juga suku yang lain yang Kristen yang ada hubungannya dengan Muhammadiyah.Tentu ini menarik sekali. Karena saya ada di Universitas Pendidikan Muhammadiyah Sorong saya akan ceritakan yang ada kaitannya dengan Unimuda.

Jadi, sejak berdiri Unimuda Sorong tahun 2004, tepatnya 19 Agustus itu, pada saat itu STKIP Muhammadiyah Sorong, memang sudah didominasi mahasiswanya oleh anak-anak Papua sekaligus Kristen, dan sampai hari ini. Bahkan, hari ini persentasenya ada 79 persen anak-anak kita yang Papua sekaligus Kristen.

Menariknya, sejak 2004 sampai saat ini kami memang tidak ada konflik. Jadi, kalau moderasi beragama mungkin baru didengungkan belum lama ini, kami sudah membuktikannya sudah lama sejak 2004 sejak kami berdiri. Bahkan, sekolah-sekolah Muhammadiyah, karena saya mengajar itu sejak tahun 1980 di sekolah Muhammadiyah.

Jadi banyak sekali cerita-cerita yang menarik, menyenangkan, dan spektakuler, murid-murid saya yang dari alumni SMP, SMA, Muhammadiyah itu lengkap, ada yang jadi pendeta, ada yang jadi kepala sekolah Kristen, ada yang jadi ketua GKI, macam-macam. Dan semuanya sangat terkesan dengan pendidikan yang dilakukan oleh Muhammadiyah.

Khusus Unimuda, dengan mahasiswa memang mayoritas adalah anak-anak Papua dan Kristen, bahkan kami merasa bersyukur karena saat ini kampus kami ini kampus yang dijadikan kampus pilihan secara fanatik. Jadi, anak-anak Papua sekaligus Kristen ini menjadi pemilih-pemilih fanatik. Ini kan luar biasa.

Kampus kami kalau diukur dari pusat kota tentu paling jauh. Namun, mahasiswa kami karena banyak pemilih-pemilih fanatik, mahasiswa kami itu sudah beberapa tahun ini yang paling banyak. Mahasiswa barunya paling banyak. Apalagi, sejak 2018 kami berubah bentuk jadi Universitas Pendidikan Muhammadiyah, singkatnya Unimuda Sorong dengan 26 program studi. Jadi, ini dampaknya luar biasa.

Tentu kami pada saat pertama berdiri 2004, begitu 2005 kami menyesuaikan sesuai dengan Undang-Undang sistem pendidikan nasional pada tahun 2003. Salah satu pasalnya bunyinya bahwa seluruh mahasiswa harus mendapatkan mata kuliah agama sesuai dengan agamanya dan diberikan oleh dosen yang seagama.

Nah, ini kami amalkan. Tapi, kalau untuk ke-Muhammadiyah-an itu kan bukan agama, jadi pengetahuan bagaimana tentang Muhammadiyah, ya, kami berikan. Jadi, yang memberikan (mata kuliah pada mahasiswa beragama Kristen) tentu dosen yang beragama Kristen.

Menariknya lagi, di tanah Papua ini tidak ada semacam fobia terhadap Muhammadiyah. Tidak ada. Jadi, saudara-saudara kita yang Papua sekaligus Kristen mau kasih kuliah anak-anaknya itu tidak ada yang berpendapat bahwa, "Oh, jangan, di situ Muhammadiyah, di situ Islam, nanti bahaya." Nah, ini tidak ada yang begitu.

Yang paling aktual, tadi pagi saya jalan ke pusat misionaris itu, di depan ada masyarakat lokal yang jualan hasil-hasil kebun, jam enam saya ke situ, saya beli, saya lihat anaknya lagi ngangkatin kelapa. Saya tanya kepada bapak anak ini, nanti kalau kuliah di mana? Dia jawab dengan senyum, "Di mana lagi? Kan kita punya di Unimuda."

Ini luar biasa, Termasuk seminari-seminari, ada SMP ada SMA, alumni-alumninya itu mayoritas masuk di Unimuda. Ada juga sekolah menengah atas Kristen, mayoritas hampir semua alumninya itu juga masuk di Unimuda. Ini kan menjadi keindahan yang luar biasa.

Jadi, sejak 2014 sampai sekarang ini kami zero konflik dengan mereka. Yang ada justru mereka sangat menghargai, kita saling menghargai, kita saling toleran, kita saling mendukung, saling menguatkan, ada nilai-nilai yang sangat luar biasa. Kami mempraktikkan apa yang di dalam Islam (disebut) rahmatan lil al-amin.

Contoh kecilnya bahwa ada hadis yang harus kita menjaga kebersihan, kampus kami, insya Allah, menjadi kampus paling bersih dan indah. Tentu saudara-saudara kita akan melihat dan membaca, "Oh, rupanya Islam itu bersih dan Indah." Ini pengaruhnya sangat besar sekali.

Karena saya yakin saudara-saudara kita yang Papua dan Kristen itu kan tidak membaca Alquran, tidak membaca hadis, tetapi mereka setiap saat membaca perilaku kita. Ini menjadi sangat penting ini, menjadi kata kuncinya. Jadi, apa yang kita lakukan? Kita muliakan mereka, kita hormati mereka, saling menghargai, saling menguatkan, saling membantu, itulah yang mereka baca, sehingga kami tidak ada konflik.

Jadi, kadang-kadang saya berpikir juga kalau ada mahasiswa Papua yang ada di Malang, yang ada di Jepara, tiba-tiba ada konflik, saya juga berpikir, padahal jumlahnya kan tidak banyak. Kalau di kami 3.000 lebih Papuanya, bahkan 4.000-an.

Yang lebih banyak yang mayoritas adalah anak-anak Papua dan mereka luar biasa. Ada beberapa prestasi tingkat internasional diraih oleh anak anak kita dari Papua.

Yang jelas saya merasa bersyukur dan bangga karena andaikan kami membuat kampus yang bagus, insya Allah, ini akan menjadi kampus papan atas di Tanah Papua di enam provinsi ini. Kami sudah membangun bagus-bagus, ternyata tidak ada anak Papua, berarti kan kami tidak bermanfaat di tanah ini.

Ternyata (kami) menjadi pilihan utama bagi anak-anak Papua. Ini membuktikan, suatu bukti yang tak terbantahkan, kampus kami ini betul-betul kampus yang bermanfaat di tanah ini, di negeri ini. Ini kan tidak terbantahkan.

Setelah itu nanti bagaimana? Kalau datang ke kami, nanti di situ ada resepsionis, nanti di situ akan diterima oleh anak-anak Papua. Kita menunjukkan kearifan lokal yang sangat tajam, kearifan lokal yang ekstra, bahkan ekstrem, enggak biasa-biasa.

Agenda-agenda besar, wisuda, ada kedatangan menteri, saya harus pastikan MC-nya termasuk yang di depan berperan itu adalah anak-anak Papua. Ini menunjukkan betul-betul bahwa kami ini bermanfaat di tanah ini.

Jadi, ini juga menjadi dampak positif juga bagi kampus, setelah bupati, gubernur melihat kondisi yang seperti itu kami betul-betul berdayakan, kami betul-betul hormati anak-anak ini supaya mereka berprestasi.

Setelah itu, apa yang saya katakan pada bupati dan gubernur kan beliau-beliau mengatakan iya saja. Tidak ada yang mengatakan tidak. Ini yang luar biasa. Jadi, pendekatan hati di Papua ini harus lebih dominan daripada pendekatan otak.

Hal tersebut menumbuhkan pelajar Kristen bersimpati kepada Muhammadiyah?

Ya, sangat bersimpati. Tidak ada masalah dengan Muhammadiyah. Bahkan, di Muhammadiyah itu kan ada lagu "Sang Surya". Lagu "Sang Surya" ini mereka hafal dan luar biasanya nyanyinya dengan suara yang lebih bagus. Karena mereka itu suara gereja dibawa ke lagu "Sang Surya", akhirnya lebih bagus.

Beberapa kali saya bawa ke (acara) PP Muhammadiyah di Jakarta, Yogyakarta, kebetulan ada event, saya suruh menyanyi di kantor Muhammadiyah dan mereka semua merinding.

Ada yang unik juga, di kompleks Unimuda ini ada gereja besar. Itu kalau Unimuda libur, gereja itu kosong, yang ngisi itu hanya orang-orang kampung beberapa orang saja. Nanti kalau Unimuda masuk, gereja itu penuh. Ini kan masyarakat merasa bersyukur, ya, ada sinergi sampai ke situ.

Sampai saya main berkunjung ke pendeta, "Pak Pendeta, gereja itu kalau kami libur gereja kosong. Kalau kami masuk, gereja itu penuh. Gereja itu kita kasih nama Unimuda saja." Saya bergurau begitu. Terus, Pak Pendetanya bilang, "Bapak Rektor, silakan, tidak apa-apa." Ini menarik sekali.

Saya memang lebih senang melihat potensi-potensi yang luar biasa di tanah Papua ini berkaitan dengan saudara kita. Jadi, Kristen Muhammadiyah itu jangan hanya dilihat dua kata ini. Apakah orang-orang Muhammadiyah masuk Kristen atau bagaimana.

Rupanya, kalau ditelusuri lebih jauh, ini isinya sesungguhnya adalah sinergi antara saudara kita Kristen dengan Muhammadiyah, Muhammadiyah dengan Kristen. Sinerginya di bidang sosial pendidikan, ini yang luar biasa.

Ada yang menarik ini. Di Sorong ini sudah jadi Provinsi Papua Barat Daya. Ada enam kabupaten, kami kalau pergi ke kabupaten itu kan naik mobil kira-kira empat jam. Kami selalu pakai mobil yang ada stikernya Unimuda. Itu kalau pakai mobil yang ada stiker, kalau macet di tengah jalan, itu tidak lama ada yang bantu itu.

Kalau pakai mobil yang ada stiker Unimuda-nya, nanti pulangnya ada yang nyetop, ada yang kasih kacang, ayam. Ini kan unik, ya, dan mungkin hanya terjadi di tanah Papua saja, di tempat lain tidak.

Artinya ada kedekatan emosional yang tinggi antara masyarakat di Sorong dengan Unimuda?

Ya, masyarakat di Sorong, lalu alumni-alumninya. Raja Ampat itu kan terkenal di dunia, ya. Ada ribuan pulau. Setiap pulau itu ada SD Kristen, SD Katolik, ada madrasah beberapa. Dan yang unik, yang menarik, itu semua SD-SD yang di pulau-pulau kecil itu ada alumni-alumni kami yang mengajar.

Jadi, ini sudah tidak bisa dipisahkan ini. Tidak bisa dipisahkan antara Muhammadiyah dengan Papua, Muhammadiyah dengan Kristen, karena itu SD-nya Yayasan Pendidikan Kristen ternyata kepala sekolah sampai guru-gurunya adalah alumni sekolah Muhammadiyah.

Mereka, saudara kita dari Papua yang Kristen itu, mereka menghargai sekali, menghargai gurunya, menghargai dosennya. Jadi mereka kalau sudah kerja jadi guru, mereka punya istilah, "Kami sudah jadi manusia karena Bapak." Jadi, mereka menghargai sekali, menghargai apa yang sudah kita berikan kepada mereka.

Kalau jalan-jalan ke kampus kami, lalu mahasiswa melihat ini orang asing, pasti disapa. Saya jalan-jalan di kampus di Jawa, sunyi-sunyi saja tidak ada yang menyapa. Dari sisi itu kan luar biasa sekali ini, artinya keramahtamahannya luar biasa.

Benarkah banyak juga biarawati yang kuliah di Unimuda?

Ya, ini menarik ini. Jadi, di kesusteran mereka kan menyelenggarakan pendidikan TK, SD, SMP, SMA, jadi biarawati-biarawati juga mau sekaligus jadi guru. Jadi, mereka umumnya masuk ke PG PAUDB, calon guru TK dan PGSD.

Yang menarik, yang kuliah ini memang sengaja datang, dari NTT, sengaja datang ke sini karena di sini ada program PG PAUD dan PGSD sengaja datang ke sini sekaligus oleh pimpinan yang ada di susteran itu ternyata mereka diizinkan untuk mengambil atau kuliah di Unimuda Sorong yang mereka tahu bahwa ini adalah perguruan tinggi Muhammadiyah.

Jadi, ini unik, menarik, dan menyenangkan. Mereka juga merasa terbantu, mereka juga merasa dimuliakan, mereka juga berbaur antara yang pakai jilbab dengan yang tidak pakai, mereka berbaur. Ini tentu pemandangan-pemandangan yang betul-betul menarik. Indonesia diharapkan ke depan kan seperti itu.

Bagaimana respons tokoh agama dan tokoh masyarakat di sana terhadap keberadaan Unimuda?

Responsnya luar biasa, tokoh-tokohnya juga ada yang kuliah di Unimuda, anaknya juga kuliah di Unimuda, ada ketua GKI yang kebetulan beliau juga pendeta, itu anaknya juga kuliah di Unimuda. Juga ada tokoh kepala kantor agama Kabupaten Sorong juga alumni SMA Muhammadiyah. Bagaimana tidak mendukung, sedangkan beliau alumni SMA Muhammadiyah.

Yang unik lagi, yang baru-baru saya posting, ada seorang yang di media sosial mem-posting kepala kantor agama Kabupaten Sorong itu berkunjung ke SMK Kristen dan SMP Kristen yang tidak jauh dari Unimuda.

Ternyata kepala kantor agamanya adalah alumni SMA Muhammadiyah, kepala SMK Kristennya juga alumni SMA Muhammadiyah, kepala SMP-nya juga alumni SMP Muhammadiyah. Tentu mereka mendukung, bahkan alumni-alumni SMK Kristennya itu mayoritas masuk di Unimuda.

Bagaimana tanggapan Bapak tentang buku Kristen Muhammadiyah yang ditulis oleh Prof Abdul Mu'ti?

Yang Prof Abdul Mu'ti tulis itu, ya, adalah sebagian kecil dari cerita yang tidak akan ada habisnya. Namun, saya bersyukur karena beliau sudah berhasil mendeskripsikan apa yang terjadi di beberapa daerah, di Papua.

Waktu itu di Serui, terus di NTT dan di Putussibau, itu sebagian dari cerita-cerita yang menarik. Beliau tulis dalam bentuk karya ilmiah karena hasil penelitian. Tentu ini tantangan kita semua supaya kita bisa meneliti lebih jauh lagi karena banyak sekali hal-hal yang belum dideskripsikan. Mungkin orang-orang bisa salah tanggal kalau tidak ditulis dengan tulisan yang bagus, yang nyata.

Dengan kondisi yang seperti kami ini, di Unimuda hampir setiap hari ada tamu, dari dalam negeri maupun luar negeri, meneliti tentang kami. Mengapa kok kampus Muhammadiyah disenangi menjadi pilihan fanatik bagi calon-calon mahasiswa yang Papua sekaligus Kristen.

Ini menjadi daya tarik yang luar biasa. Bahkan, di kota itu kan ada universitas Kristen, uniknya ternyata anak-anak Papua yang Kristen itu lebih mencintai Unimuda, padahal mereka dekat situ. Itu berada di kota kami berada di daerah transmigrasi. Ini kan menjadi daya tarik bagi peneliti-peneliti.

Kristen Muhammadiyah: Menjadi Kristen Taat Meski Dididik Muhammadiyah

Kristen Muhammadiyah bukanlah penggabungan teologis antara Kristen dan Muhammadiyah.

SELENGKAPNYA

Peran KH Mas Mansur di Muhammadiyah

KH Mas Mansur memberikan banyak legasi untuk perkembangan Muhammadiyah.

SELENGKAPNYA

Muhammadiyah-NU Menggagas Kepemimpinan Moral

NU-Muhammadiyah mendorong pentingnya kepemimpinan moral menjelang Pemilu 2024.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya