Unsur Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1937-1943. Duduk (kiri-kanan): KH Faried Ma | DOK MUHAMMADIYAH

Mujadid

Peran KH Mas Mansur di Muhammadiyah

KH Mas Mansur memberikan banyak legasi untuk perkembangan Muhammadiyah.

Setelah mengundurkan diri dari Taswir al-Afkar, KH Mas Mansur terus bergiat di dunia jurnalistik. Reputasinya kian meningkat, khususnya di Surabaya. Hingga tahun 1921, putra KH Mas Ahmad Marzuki itu memutuskan bergabung dengan Persyarikatan Muhammadiyah.

Gerakan yang mengusung semangat Islam berkemajuan itu tidaklah asing baginya. Sebab, ayahnya pun bersahabat baik dengan KH Ahmad Dahlan. Saat mengisi dakwah di Surabaya, tidak jarang pendiri Muhammadiyah itu bermalam di kediaman KH Mas Ahmad Marzuki.

Terlebih lagi, ide-ide kemajuan dan modernisme Islam yang diserap KH Mas Mansur selama belajar di Mesir turut menjadi chemistry. Gagasan-gagasan itulah yang mendorong berdirinya Muhammadiyah.

photo
Suasana kota Surabaya pada awal abad ke-20. - (DOK WIKIPEDIA)

Sementara itu, pengaruh Muhammadiyah di Surabaya kian besar berkat upaya-upaya dari KH Mas Mansur. Pada awalnya, tokoh kelahiran tahun 1896 itu menjabat sebagai ketua cabang Muhammadiyah Surabaya dan lalu konsul Muhammadiyah untuk wilayah Jawa Timur.

Selanjutnya, ia ditarik ke pusat Muhammadiyah. Usai Kongres Muhammadiyah ke-26 di Yogyakarta pada 1937, KH Mas Mansur menerima amanah sebagai ketua umum persyarikatan untuk periode 1937-1943.

Amanah itu lebih sebagai sintesis dari pertentangan yang sempat terjadi antara golongan tua dan golongan muda di dalam tubuh Muhammadiyah, sebagaimana tecermin dalam Kongres lalu. Dalam muktamar tersebut, golongan muda merasa organisasi itu terlampau didominasi kepentingan kelompok senior atau tua.

 
Golongan muda merasa organisasi itu terlampau didominasi kepentingan kelompok senior atau tua.
   

Adapun kaum tua dapatlah direpresentasikan melalui tiga tokoh senior, yakni KH Hisyam selaku ketua pengurus pusat, KH Mukhtar selaku wakil ketua, dan KH Syuja’ sebagai ketua bagian Penolong Kesengsaraan Oemum (kini PKU) Muhammadiyah.

Untuk meredam “kekecewaan” golongan muda, dalam muktamar ke-26 itu, ketiga sosok sepuh tersebut dengan ikhlas mengundurkan diri dari bursa pencalonan ketua umum. Selanjutnya, nama Ki Bagus Hadikusumo diusulkan menjadi ketua umum, tetapi yang bersangkutan menolaknya.

Demikian pula dengan KH Hadjid. Akhirnya, tawaran diajukan kepada KH Mas Mansur dari Surabaya yang pada mulanya juga menolak. Namun, setelah berdialog dengan intens dan melihat situasi dalam organisasi itu sendiri, ia bersedia mengemban amanah tersebut. Maka, dalam masa kepemimpinannya Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah cenderung memberi ruang pada kiprah golongan muda, khususnya yang mumpuni dan bersemangat kemajuan.

 
Dalam masa kepemimpinannya (KH Mas Mansur) ... Muhammadiyah cenderung memberi ruang pada kiprah golongan muda.
   

Ada banyak legasi KH Mas Mansur untuk Muhammadiyah. Misalnya, butir-butir 12 kebijakan yang dirangkumnya dalam dokumen “Langkah Muhammadiyah” 1938-1949. Salah satu poinnya adalah mengimbau agar para pengurus Muhammadiyah agar lebih memanfaatkan kantor Muhammadiyah dalam membahas urusan-urusan terkait organisasi ini.

Sebelum era KH Mas Mansur, para pimpinan kerap melakukan rapat di rumah masing-masing, padahal Muhammadiyah memiliki kantor dan jajarannya. Bagaimanapun, kebijakan yang diterapkan KH Mas Mansur ini tidak lantas membatasi silaturahim yang biasa terjadi antartokoh-tokoh. Kediaman figur-figur utama Muhammadiyah tetap ramai dikunjungi, di luar agenda rapat.

Kebijakan lainnya dari KH Mas Mansur terkait dengan ekonomi. Dalam kepemimpinan dialah Muhammadiyah memfatwakan bahwa hukum bank adalah haram tetapi diperkenankan atau dimaafkan sejauh keadaan yang memaksa. Alasan di balik ini, KH Mas Mansur melihat umat Islam dalam situasi yang memprihatinkan, dengan tetap memerhatikan bahwa bank dengan sistem bunganya berpeluang pada riba.

photo
Gedung yang menjadi kantor Pusat MIAI - (30 Tahun Indonesia Merdeka)

KH Mas Mansur juga tidak melepaskan dunia politik dari kiprahnya. Memang, sebelum terjun ke Muhammadiyah, dia telah menjalani serangkaian aktivitas politik yang menyuarakan kepentingan umat Islam. KH Mas Mansur merupakan seorang pencetus berdirinya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI). Demikian pula dengan Partai Islam Indonesia, yang digagasnya bersama dengan Dr Sukiman.

Ketika Jepang masuk ke Indonesia dan mengusir Belanda, pemerintah pendudukan Negeri Matahari Terbit itu memanfaatkan ketokohan beberapa sosok kaliber nasional. Nama KH Mas Mansur termasuk di dalamnya, bersama dengan Sukarno, Mohammad Hatta, dan Ki Hadjar Dewantara, membentuk Empat Serangkai.

Belakangan, begitu tahu bagaimana kedok Jepang untuk membuai dan menyiksa orang-orang Indonesia demi pertempuran Perang Asia Timur Raya, KH Mas Mansur mundur dari Empat Serangkai. Posisinya digantikan Ki Bagus Hadikusumo. Sebagai informasi, meskipun Jepang-lah yang membentuk Empat Serangkai, para tokoh Indonesia saat itu melihat lembaga ini juga sebagai suatu ajang yang tepat dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia kelak.

Begitu mundur dari Empat Serangkai, KH Mas Mansur mesti pindah dari Jakarta kembali ke Surabaya. Selanjutnya, waktu terus beriring dan tibalah saatnya Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Gelombang semangat meliputi seluruh orang Indonesia, mulai dari akar rumput hingga pimpinan negara.

photo
Unsur Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1937-1943. Duduk (kiri-kanan): KH Faried Maruf, KH Mas Mansur, dan H Hasyim. Berdiri (kiri-kanan): H Moehadie, HA Hamid Bkn, RH Durie, H Abdullah, KH Badawi, H Basiran Noto - (DOK MUHAMMADIYAH)

KH Mas Mansur ikut dalam memimpin barisan pemuda yang melawan militer Belanda. Saat itu, secara pengecut Belanda menumpang pada rombongan NICA yang datang ke Indonesia dengan tujuan membawa pulang tentara Sekutu yang ditahan Jepang di Indonesia.

Pertempuran pun terjadi antara tentara pejuang Indonesia dan tentara Belanda/NICA. Saat itulah, KH Mas Mansur ditangkap pihak musuh dan ditahan. Pada 25 April 1946, KH Mas Mansur wafat di dalam tahanan. Kini, nama tokoh Muhammadiyah itu telah diakui sebagai seorang pahlawan nasional RI.

KH Mas Mansur memiliki seorang istri bernama Siti Zakiyah. Pasangan ini dikaruniai enam orang anak. Di samping menikah dengan Siti Zakiyah, ia juga menikah dengan Halimah. Namun, pernikahan dengan istri keduanya itu hanya bertahan dua tahun karena wanita ini wafat pada 1939.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

KH Mas Mansur: Sebelum Aktif di Muhammadiyah

KH Mas Mansur sempat menimba ilmu di Kairo dan aktif di SI hingga bergiat di Muhammadiyah.

SELENGKAPNYA

Buah Kejujuran Sang Muslim Keenam

Sahabat Nabi SAW, Ibnu Mas'ud, disebut sebagai Muslim Keenam.

SELENGKAPNYA

Khasiat Delima, Buah Kegemaran Nabi

Mengonsumsi buah delima memberikan banyak manfaat untuk kesehatan tubuh.

SELENGKAPNYA