Petani mengumpulkan buah sawit hasil panen di perkebunan Mesuji Raya, Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, Senin (9/5/2022). | ANTARA FOTO/Budi Candra Setya

Ekonomi

Sambangi Eropa, Indonesia-Malaysia Tegaskan Tolak Diskriminasi Sawit

Negara anggota CPOPC disebut sudah mengimplementasikan berbagai kebijakan di bidang konservasi hutan.

JAKARTA -- Indonesia dan Malaysia telah memulai misi bersama ke Uni Eropa untuk melawan diskriminasi terhadap produk sawit. Indonesia dengan tegas menyampaikan penolakan atas tindakan diskriminasi atas kelapa sawit yang dilakukan Uni Eropa melalui European Union Deforestation Regulation(EUDR).

Penolakan itu disampaikan Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam pertemuan dengan perwakilan Organisasi Non-Pemerintah (NGOs) dan Organisasi Masyarakat Sipil (CSOs) di Brussels, Belgia.

“Implementasi EUDR jelas akan melukai dan merugikan komoditas perkebunan dan kehutanan yang begitu penting buat kami, seperti kakao, kopi, karet, produk kayu, dan minyak sawit,” kata Airlangga di Brussels, Belgia, dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Rabu (31/5/2023).

Kebijakan EUDR, kata Airlangga, seperti mengecilkan semua upaya Indonesia yang berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan menyangkut isu perubahan iklim hingga perlindungan keanekaragaman hayati sesuai dengan kesepakatan, perjanjian, dan konvensi multilateral, seperti Paris Agreement.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Airlangga Hartarto (@airlanggahartarto_official)


Airlangga mengatakan, negara anggota CPOPC (Dewan Negara-Negara Produsen Minyak Sawit) secara ketat sudah mengimplementasikan berbagai kebijakan di bidang konservasi hutan.

"Bahkan level deforestasi di Indonesia turun 75 persen pada periode 2019–2020. Indonesia juga sukses mengurangi wilayah yang terdampak kebakaran hutan menjadi 91,84 persen,” kata Airlangga.

Airlangga meminta pengakuan dan pemahaman dari berbagai pihak di Uni Eropa atas apa yang telah dilakukan negara produsen minyak kelapa sawit dalam melakukan produksi secara berkelanjutan. “Pesan kami kepada Uni Eropa sudah sangat jelas, berikan kami pengakuan yang layak kami terima,” kata Airlangga.

Dia juga menyerukan dan meminta CSOs dan NGOs di Eropa untuk bersama-sama secara aktif bersuara dan mempromosikan minyak sawit dalam skema yang objektif, transparan, tidak diskriminatif, serta didukung oleh data dan informasi yang akurat, terbaru, dan tepercaya.

“Komitmen Indonesia untuk memproduksi minyak sawit yang memenuhi persyaratan keberlanjutan serta cara kami menyelesaikan berbagai isu terkait deforestasi, perubahan iklim telah diketahui dan dijadikan contoh oleh berbagai organisasi internasional dan multilateral,” kata Airlangga.

Kampanye no palm oil, kata Airlangga, perlu dilawan dan peran dari CSO dan NGO untuk melawan kampanye negatif ini harus terus-menerus dilakukan secara konsisten.

Dalam kesempatan yang sama, Deputy Perdana Menteri-Menteri Perkebunan dan Komoditas Malaysia Dato’ Sri Haji Fadillah Bin Haji Yusof juga menegaskan akan terus mendukung upaya penanganan perubahan iklim dan penurunan deforestasi. Pada sesi tanya jawab terungkap adanya keresahan yang juga dirasakan oleh kalangan CSOs dan NGOs terkait dengan regulasi terbaru dari UE ini.

photo
Sejumlah truk pengangkut tanda buah segar (TBS) kelapa sawit mengantre untuk pembongkaran di salah satu pabrik minyak kelapa sawit milik PT Karya Tanah Subur (KTS) Desa Padang Sikabu, Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Selasa (17/5/2022).  - (ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/rwa.)

Beberapa masukan atau pertanyaan yang disampaikan oleh kalangan CSOs dan NGOs, di antaranya perlu adanya kejelasan bentuk platform konsultasi yang nantinya akan dibentuk untuk mendukung penyusunan implementing regulation dari EUDR, sehingga akan lebih praktis dan tidak birokratif serta tidak merugikan para petani kecil.

Selain itu, kalangan CSOs dan NGOs siap mendukung Indonesia dalam menghadapi permasalahan regulasi EUDR dan turunannya. Hal ini mengingat keberadaan strategis kelapa sawit yang juga memberikan keuntungan bagi para petani kecil. Selain itu, Eropa diketahui sama sekali tidak dapat terbebas dari kelapa sawit.

Ketentuan utama EUDR yang berpotensi akan sangat merugikan dan menyulitkan para petani kecil adalah penerapan geolocation plot lahan kelapa sawit dan country benchmarking system yang akan membagi negara dalam tiga kategori, yakni risiko tinggi, standar, dan rendah.

photo
Foto udara kendaraan melintas di areal perkebunan sawit milik salah satu perusahaan di Pangkalan Banteng, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Senin (7/11/2022). - (ANTARA FOTO/Makna Zaezar)

Terkait benchmarking, Airlangga menegaskan bahwa sebagai sesama negara anggota yang tunduk pada ketentuan hukum dan konvensi/persetujuan internasional, ketentuan EUDR tersebut berpotensi menghambat akses pasar bagi komoditas yang menjadi target EUDR, yakni kopi, kakao, kayu, minyak sawit, dan karet. Tidak luput dari ketentuan ini adalah pemberian citra negatif akan diberikan kepada negara-negara yang digolongkan sebagai risiko tinggi.

European Union Deforestation Regulation atau EUDR adalah kebijakan yang mengatur komoditas dan dampaknya terhadap deforestasi. Dalam hal ini, komoditas yang termasuk adalah kedelai, kayu, daging sapi, kakao, karet, kopi, dan minyak kelapa sawit.

Melalui EUDR, Uni Eropa menetapkan agar semua operator yang memasukkan komoditas dan produk di pasar Uni Eropa dipastikan bebas deforestasi maksimum per 31 Desember 2020.

Berdasarkan sistem yang diterapkan EUDR, setiap negara penghasil komoditas akan dikategorikan menurut tingkat risiko deforestasi oleh Uni Eropa. Dalam hal ini, sebuah negara bisa masuk kedalam kategori rendah, standar, atau tinggi.

Jokowi Kebut Pembangunan Pabrik Baterai Kendaraan Listrik

Peletakan batu pertama pabrik baterai di Bantaeng ditargetkan pada September 2023.

SELENGKAPNYA

Ternyata, Sawit Punya Peran Turunkan Emisi Karbon

Pemerintah terus meningkatkan penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar kendaraan bermotor.

SELENGKAPNYA

Ironi Sawit: Eropa yang Tanam, Eropa yang Larang

Industri sawit dan banyak komoditas sawit dipicu kolonialisme.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya