Foto udara lahan perkebunan kelapa sawit skala besar dan tanaman mangrove di kawasan penyangga Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur Sumatra, Mendahara, Tanjungjabung Timur, Jambi, Rabu (10/8/2022). | ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/foc.

Ekonomi

Ternyata, Sawit Punya Peran Turunkan Emisi Karbon

Pemerintah terus meningkatkan penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar kendaraan bermotor.

JAKARTA -- Kebijakan baru Uni Eropa soal pencegahan deforestasi kembali menjegal minyak sawit yang menjadi komoditas ekspor andalan Indonesia. Di tengah isu yang memanas, pemerintah mengungkapkan keberadaan minyak sawit nyatanya, punya peran menurunkan emisi gas rumah kaca yang juga tengah menjadi perhatian dunia.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengungkapkan, kebijakan bauran energi berupa biodiesel 30 persen (B30) terbukti mampu menurunkan emisi karbon dari penggunaan bahan bakar solar sekitar 50 persen hingga 60 persen. Kini, pemerintah kembali meningkatkan program ke B35 untuk menambah penggunaan minyak nabati, sebagai bahan bakar kendaraan bermotor.

"Dibandingkan dengan bahan bakar lain, kita ini paling baik, turunkan emisi 62 persen dibandingkan minyek diesel (fosil). Sekarang B35 sudah ada dan banyak perusahaan (produsen) sudah berdiri di Jawa, Kalimantan, termasuk Sulawesi," kata Dadan dalam webinar yang digelar pada Rabu (24/5/2023).

photo
Foto udara kendaraan melintas di area perkebunan sawit milik salah satu perusahaan di Pangkalan Banteng, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Senin (7/11/2022). - (ANTARA FOTO/Makna Zaezar)

Tak hanya mampu menurunkan emisi karbon, Dadan mengungkapkan keberadaan pohon sawit juga terbukti mampu menyerap emisi CO2 di udara. Berdasarkan penelitian Forestry and Forest Product Research Institute, pohon sawit mampu menyerap CO2 sebanyak 25 ton per hektare per tahun dibandingkan pohon lain, yang hanya enam ton per hektare per tahun.

Adapun dalam penelitian lain disebutkan sawit, bahkan bisa menyerap 64,5 ton CO2 per hektare per tahun. Bila mengacu pada luasan lahan sawit Indonesia sebesar 14,38 juta hektare, setidaknya ada 927,5 juta ton CO2 yang mampu diserap pohon sawit.

"Secara langsung saya sampaikan sawit itu bagus untuk lingkungan karena menyerap CO2 lebih banyak dibanding pohon lain," kata Dadan.

Dia pun tak menampik sawit punya sejarah kelam karena penggunaan hutan secara besar-besaran untuk perkebunan sawit. Namun, ia menegaskan perlu dibandingkan antara luasan sawit dan luasan hutan yang masih ada saat ini. Pihaknya pun mendorong agar pelaku usaha dan petani mengikuti sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) sebagai bukti jaminan ramah lingkungan.

Dadan menambahkan, pemerintah kini juga terus mendorong pengembangan pembangkit listrik berbasis sawit sebagai energi baru terbarukan. Ia mencatat potensi sawit sebagai bahan baku produksi listrik mencapai 28.148 mega watt (MW). Adapun saat ini, total kapasitas pembangkit listrik yang sudah menggunakan sawit sudah mencpai 874,57 MW.

photo
Kinerja Industri Sawit - (Republika)

Subkoordinator Direktorat Perlindungan Perkebunan, Kementerian Pertanian, Dwimas Suryanata, menambahkan, pemerintah terus mendorong sertifikasi ISPO yang menjadi standar Indonesia. Adapun, untuk perluasan perkebunan sawit hanya dapat dilakukan pada lahan telantar atau terdegradasi.

Seperti diketahui, Uni Eropa baru saja resmi menerapkan undang-undang baru deforestasi bernama EU Deforestation Regulation (EUDR). Kebijakan Eropa dengan dalih mencegah pengundulan hutan itu secara langsung akan berdampak terhadap sejumlah komoditas ekspor andalan RI ke kawasan Eropa.

Dikutip dari laman resmi European Council, EUDR secara spesifik menyebut komoditas minyak sawit, kopi, sapi, kayu, kakao, karet, serta kedelai wajib dilakukan uji tuntas terhadap semua pelaku usaha yang terkait dalam rantai pasok.

Kebijakan EUDR resmi diterbitkan pada 16 Mei 2023. Dalam pengumumannya, Dewan Eropa menyatakan, kawasan Uni Eropa sebagai konsumen dan pedagang besar komoditas serta produk turunannya memainkan peran penting dalam deforestasi. Adapun aturan baru tersebut demi memastikan konsumsi dan perdagangan Eropa atas sejumlah komoditas tidak berkontribusi pada deforestasi yang semakin merusak hutan.

Misi bersama

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto melakukan pertemuan dengan Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam Vincent Piket pada Rabu (24/05), untuk membahas kebijakan European Union Deforestation Regulation (EUDR).

Pembahasan tersebut berhubungan dengan rencana Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama dengan Deputy Prime Minister/Minister for Plantation and Commodities Malaysia, Dato’ Sri Haji Fadillah Bin Haji Yusof, untuk menghadiri rangkaian kegiatan Joint Mission ke Uni Eropa (UE) di Brussels, Belgia, pada 30 – 31 Mei 2023.

Dalam Misi Bersama itu, Airlangga ingin menyuarakan perhatian kedua negara kepada sejumlah pejabat Komisi dan legislator Parlemen Eropa terhadap kebijakan EUDR yang dinilai diskriminatif. Regulasi EUDR diyakini akan berdampak negatif pada akses pasar sejumlah komoditas, terutama kelapa sawit ke Uni Eropa.

Indonesia dan Malaysia juga akan membahas langkah-langkah yang dapat ditempuh agar ketentuan EUDR tidak membebani dan memberikan dampak negatif, terutama kepada para petani kecil kelapa sawit dan komoditas lainnya.

“Kami ingin menekankan bahwa EUDR membebani petani kecil, karena mereka harus mematuhi prosedur administratif, sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan regulasi tersebut,” kata Airlangga.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Kemenko Perekonomian RI (@perekonomianri)


Ia menyampaikan bahwa peraturan ini dapat mengecualikan peran penting petani kecil dalam rantai pasokan global dan gagal untuk mengakui signifikansi dan hak mereka.

Dalam kesempatan itu, Airlangga juga membahas state of play Perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA), sebagaimana telah dibahas oleh Presiden Joko Widodo dan Presiden Komisi Eropa Urssula von der Leyen saat pertemuan bilateral di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 di Hiroshima pada 21 Mei 2023.

Ia berharap perundingan IEU CEPA dapat segera diselesaikan dengan target akhir tahun ini atau paling lambat awal 2024. Dalam pertemuan itu, keduanya sepakat dan berkomitmen untuk terus mendorong percepatan penyelesaian perundingan sesuai target yang ditetapkan.

Indonesia Siapkan Langkah Hadapi Aturan Deforestasi Uni Eropa

Kebijakan Uni Eropa bisa berdampak negatif terhadap ekspor komoditas unggulan Indonesia.

SELENGKAPNYA

Ironi Sawit: Eropa yang Tanam, Eropa yang Larang

Industri sawit dan banyak komoditas sawit dipicu kolonialisme.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya