Habib Umar | DOK JATMAN

Mujadid

Perjuangan Habib Umar di Dunia Pendidikan

Reputasi al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz mendunia, termasuk di Indonesia.

Tarim di Hadramaut terkenal sebagai tanah kaum habaib. Dari daerah di Yaman tersebut, lahir banyak tokoh ulama Islam. Nasab mereka sampai pada Nabi Muhammad SAW, utamanya melalui garis Husain, putra pasangan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Rasulullah SAW.

Salah seorang alim dari sana ialah Al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz. Ia lahir pada 27 Mei 1963 M di Tarim. Keluarganya bermazhab fikih Imam Syafi’i. Mereka termasuk kalangan ahlus sunnah wa al-jama’ah dengan kecenderungan pada Tariqah Bani Alawi.

Habib Umar semasa belia sudah dibekali ilmu-ilmu agama, utamanya pengetahuan tentang Alquran dan Sunnah. Di bawah bimbingan sang ayah, Habib Umar mulai belajar membaca dan menghapalkan Alquran.

Selain itu, ia juga mempelajari ilmu fikih, ushul fiqih, akidah, tasawuf, dan tata bahasa Arab kepada beragam guru di Hadramaut. Mereka antara lain adalah Habib Muhammad bin Alawi bin Syihab al-Din, Syekh Ahmad bin Ali bin Syekh Abu Bakar, Syekh Habib bin Umar Alaqi al-Kaf, dan Habib Ahmad bin Hassan al-Haddad.

Ayahnya, al-Habib Muhammad bin Salim, merupakan sosok yang menginspirasinya agar menjadi seorang dai. Bapaknya tersebut gugur sebagai syuhada karena dibunuh sekelompok simpatisan komunis, yang sempat membuat rusuh di dalam negeri.

photo
ILUSTRASI Wilayah Hadhramaut, Yaman, menjadi tempat kaum Alawiyin berasal. Para alim keturunan Rasulullah SAW itu memiliki ajaran tasawuf yang disebut Tarekat Alawiyah. - (DOK WIKIPEDIA)

Yaman sejak hengkangnya kolonialisme Inggris pada 1963 menjadi salah satu negara yang ditarget pergerakan komunisme internasional. Kepemimpinan salah satu faksi nasionalis Yaman diduduki golongan komunis pada 1969.

Tiga tahun kemudian, negara tersebut pecah menjadi dua: yang utara berhaluan nasionalis, sedangkan selatan berpihak pada komunisme. Kebetulan, Hadramaut berada di Yaman selatan. Daerah ini menjadi serbuan kelompok komunis.

Sepeninggalan ayahnya, Habib Umar semakin teguh memilih dakwah sebagai jalan hidupnya. Dalam usia belia, dia merasa bertanggung jawab untuk meneruskan semangat berdakwah yang telah dicontohkan sang ayah. Sejak saat itu, dia semakin giat membentuk majelis-majelis, khususnya bagi anak-anak muda.

Seiring waktu, pihak keluarga besar mengirim Habib Umar ke Kota al-Bayda’ untuk menuntut ilmu. Saat itu, kota tersebut masuk ke dalam wilayah Yaman yang anti-komunis. Dengan begitu, ia diharapkan dapat belajar dengan tenang.

Di al-Bayda’, Habib Umar melanjutkan sekolah di ribath setempat. Beberapa guru di sana yang ikut mengembangkan bakat keilmuannya adalah al-Habib Muhammad bin Abdullah al-Haddar dan Habib Zain bin Sumait, yang juga pakar ilmu fiqih mazhab Syafii. Habib Umar kemudian didaulat sebagai salah seorang guru di Ribat tersebut.

Tidak hanya di lingkungan sekolah, dakwahnya juga menjangkau masyarakat Kota al-Bayda’ dan Yaman Utara pada umumnya. Ia membentuk majelis-majelis, mulai di kota tempatnya bekerja hingga daerah-daerah yang cukup jauh di utara. Pada masa ini, pertemanannya dengan Habib Ibrahim bin Aqil bin Yahya, seorang mufti Kota Ta’iz, dimulai. Di kemudian hari, tokoh itu menjadi mertuanya.

photo
Habib Umar melalui Darul Musthafa mencetak kaderisasi dai. - (DOK WIKIPEDIA)

Bersama dengan istrinya, Habib Umar selanjutnya menunaikan ibadah haji pertamanya. Mereka berziarah ke makam Rasulullah SAW di Madinah. Dalam perjalanan ke Tanah Suci, Habib Umar juga mengunjungi sejumlah ulama termasyhur. Misalnya adalah Habib Abdul Qadir bin Ahmad al-Saqqaf, Habib Ahmad Mashur al-Haddad, dan Habib ‘Attas al-Habasyi.

Sepulang dari beribadah haji, nama Habib Umar semakin dikenal luas di Jazirah Arab sebagai seorang pendakwah. Selanjutnya, ia diundang para ulama Oman untuk tinggal di negeri itu selama beberapa tahun. Sejak dari Oman pula, ia mulai merumuskan pendirian sebuah lembaga pendidikan yang mampu melakukan kaderisasi dai secara efektif.

Habib Umar berhasil menginisiasi Ribat al-Mustafa di Shihr, Yaman selatan. Kota itu terletak di pesisir Yaman yang menghadap Samudra Hindia. Kelak, pendirian lembaga ini menjadi bekal yang amat berharga bagi pembangunan Darul Musthafa di kota kelahiran sang habib.

Perjalanan Habib Umar mengantarkannya kembali ke Tarim. Untuk mengukuhkan dakwah Islam di kota kelahirannya itu, pada akhir 1980-an Habib Umar mulai membangun Darul Musthafa. Pada 1993 atau tepat ketika sang habib berusia 30 tahun, lembaga tersebut akhirnya berdiri secara resmi.

photo
Habib Umar dalam sebuah kunjungan ke kantor PBNU, Jakarta. - (DOK NU)

Murid-muridnya berasal bukan hanya dari Yaman atau Jazirah Arab, melainkan juga negeri-negeri Muslim di Asia, Afrika, dan belakangan Amerika serta Eropa. Banyak pula orang Indonesia yang menimba ilmu di sana. Beberapa ciri khas Darul Musthafa adalah penekanannya pada sanad keilmuan dan identifikasi pada ahlus Sunnah wa al-Jama’ah.

Soal sanad, Habib Umar sendiri kerap disandangkan dengan gelar al-Musnid karena hafal periwayatan hadis-hadis hingga kitab sahih-sahih atau Nabi SAW. Kelahiran lembaga Darul Musthafa lantas menginspirasi pembangunan lembaga-lembaga pendidikan serupa di Yaman dan pelbagai negara.

Ketika Ali ‘Kalah’ Lawan Yahudi di Pengadilan

Di muka pengadilan, Khalifah Ali bin Abi Thalib diperlakukan seperti halnya warga biasa.

SELENGKAPNYA

Atiqah binti Zaid, Kesabaran Istri Empat Syuhada

Atiqah dikenal memiliki perangai yang lembut, paras yang cantik, dan berakhlak mulia

SELENGKAPNYA

Masuk Islam Usai Mencekik Nabi

Pendeta Yahudi ini memeluk Islam beberapa saat usai dirinya mencekik leher Nabi SAW.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya