
Arsitektur
Simbol Kejayaan Dinasti Mamluk di Negeri Piramida
Masjid Sultan Hasan menampilkan corak arsitektur benteng yang populer pada abad pertengahan.
Masjid Sultan Hasan merupakan simbol megahnya peradaban Islam pada abad pertengahan. Masjid ini menempati posisi yang sangat strategis. Ia bukan hanya tempat ibadah, melainkan juga pusat transmisi keilmuan dan keadaban publik.
Lokasinya berada tak jauh dari Benteng Shalahudin yang masih berdiri kokoh hingga saat ini di kawasan Kairo Lama, Mesir. Dari kejauhan, dua bangunan megah ini mengisyaratkan kepada generasi sekarang tentang sejarah kegemilangan, perjuangan, identitas, dan kebanggaan.
Menurut Titus Burckhardt dalam bukunya, Art of Islam Language and Meaning (2009), Masjid Sultan Hasan didirikan pada 1361 Masehi. Adapun sumber lainnya dari laman pariwisata Mesir, Touregypt Net, menyebutkan pembangunan kompleks masjid tersebut dimulai pada 1356 Masehi.
Di bawah pengawasan Pangeran Muhammad bin Baylik al-Muhsani, konstruksi menghabiskan biaya hingga 20 ribu dirham per hari selama lima tahun. Secara keseluruhan, Kompleks Masjid Sultan Hasan mencakup 150 x 68 meter persegi. Bangunannya rata-rata setinggi 36 meter. Menara tertinggi mencapai 68 meter. Total ada empat menara di tiap ujung kompleks.

Bila dilihat dari atas, denah kompleks masjid ini bukanlah persegi panjang sempurna, melainkan agak condong ke arah kiblat. Untuk menyelesaikan kompleks masjid ini, Sultan Hasan mengundang ahli bangunan dari penjuru dunia. Menurut Burckhardt, arsitektur Masjid Sultan Hasan didominasi pengaruh corak bangunan benteng khas Asia Tengah.
Para sultan Mamluk memang menyukai pelbagai aspek arsitektur dari Asia Tengah. Hal itu agaknya tidak mengherankan. Sebab, silsilah Kesultanan Mamluk dapat dirunut hingga Genghis Khan, penakluk dunia asal Mongol.
Secara keseluruhan, bangunan Masjid Sultan Hasan berwarna kecokelatan. Salah satu ciri arsitekturnya adalah ceruk dengan stalaktit pada dinding masjid. Bentuknya lengkung, melebar di bawah namun kian mengerucut di pucuknya.
Burckhardt mengomentarinya bahwa seakan-akan interior bangunan masjid terbuat dari kristal. Gerbang pintu masuknya mengingatkan pengunjung pada gaya khas Kesultanan Seljuk. Demikian pula dengan ukiran-ukiran yang ditampilkan.
Motif dan kaligrafi di Masjid Sultan Hasan, menurut Burckhardt, tak jauh berbeda dengan yang kerap ditemui dalam ornamen-ornamen bangunan kebanggaan pada masa Kesultanan Timurid dan Kesultanan Safavid.
Lorong-lorong diterangi puluhan lampu gantung dengan cahaya temaram. Di luar waktu shalat, para pelajar memanfaatkan ruangan untuk berdiskusi atau mendaras Alquran. Khususnya, di sisi tenggara dalam kompleks masjid itu.
Simbolisasi auditorium
Masjid Sultan Hasan memiliki empat auditorium, yang selaras dengan jumlah mazhab fikih yang dianut umat Islam arus besar. Hal itu mengikuti model pengajaran Madrasah Nizamiyah abad ke-12 di Nishapur atau Mustansiriyah di Baghdad pada abad ke-13.
Bagian mihrab dan mimbar digunakan untuk para imam membacakan ayat-ayat suci Alquran. Dua pintu di sisi kiri dan kanan mihrab mengarah pada area makam sultan. Berbeda dengan aturan yang umum saat itu, letak makam sultan searah dengan kiblat.

Dekorasi yang banyak dijumpai pada dinding masjid ini bercorak tumbuh-tumbuhan, yang menghiasi dinding bagian atas dan dinding pualam. Guratan kaligrafi memakai gaya kufi yang memperindah dinding, menampilkan ayat-ayat suci Alquran dengan nilai estetika tinggi. Di tengah-tengah kompleks Masjid Sultan Hasan terdapat air mancur yang berbentuk oktagon. Di sana, para jamaah mengambil wudhu.
Inspirasi nama
Masjid ini mengambil nama Sultan Hasan, yang merupakan anak Sultan Mamluk terkemuka, An-Nashir Muhammad bin Qalawun. Sultan Hasan memerintah selama dua periode. Pertama kali ketika ia masih berusia 13 tahun.
Oleh karena itu, kepemimpinannya tidak stabil. Kendati para petinggi militer dan Pangeran Mamluk menggantikannya. Kemudian, Sultan Hasan kembali memegang kendali sejak 1356 Masehi hingga 1361 Masehi, tahun kematiannya sebagai korban pembunuhan.
Hingga kini, Masjid Sultan Hasan masih merupakan salah satu masjid terbesar di dunia. Namun, aktivitas pendidikan formal atau madrasah sudah tak seaktif pada masa-masa silam. Hanya rutinitas shalat lima waktu, shalat Jumat, dan ibadah-ibadah lainnya yang masih terus dilangsungkan di sini. Di sisi barat kompleks Masjid Sultan Hasan, terdapat bazar yang berdiri di atas tanah wakaf Sultan Hasan.

Kecaman untuk Kaum LGBT
Tanqih al-Qaul karya Syekh Nawawi al-Bantani cukup populer di pesantren-pesantren.
SELENGKAPNYAKemapanan Tasawuf di Tangan al-Ghazali
Berkat Imam Ghazali, tasawuf sebagai ilmu menjadi kian kukuh dan diterima luas Muslimin.
SELENGKAPNYALebih Dekat dengan Sang Pelopor Tasawuf
Al-Muhasibi disebut sebagai sang pelopor ilmu tasawuf.
SELENGKAPNYA