Sjafruddin Prawiranegara. Tokoh dari Masyumi ini pernah mengusulkan escape clause UUDS 1950. | DOK WIKIPEDIA

Mujadid

Peran Syafruddin Prawiranegara di Lanskap Ekonomi Indonesia

Syafruddin Prawiranegara adalah menteri keuangan dan gubernur Bank Indonesia pertama.

Mr Syafruddin Prawiranegara (ejaan lama: Sjafruddin Prawiranegara) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Sosok tersebut masyhur sebagai seorang tokoh kunci dalam Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), suatu babak yang amat krusial bagi eksistensi negara ini. Sesudah pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda, tokoh kelahiran tahun 1911 itu terus berkiprah membangun negeri.

Pak Syaf—demikian sapaan akrabnya—lahir pada 28 Februari 1911 di Anyer Kidul, Serang, Banten. Pakar ilmu hukum dan ekonomi itu berpulang ke rahmatullah pada 15 Februari 1989 dalam usia 77 tahun.

Dalam diri Syafruddin Prawiranegara, mengalir darah ningrat. Ayahnya, Raden Arsyad Prawiraatmadja, merupakan anak Haji Chatab Aria Prawiranegara alias Patih Haji, seorang keturunan elite Kesultanan Banten.

Raden Arsyad dikenal sebagai pribadi yang cerdas. Selaku pangreh praja dan jaksa, kepemimpinannya juga dicintai rakyat. Baginya, setiap orang adalah setara, entah itu pribumi atau Belanda.

 
Ayahanda Syafruddin ini amat fasih berbicara dalam bahasa Belanda.
   

Pernah suatu ketika, menak Sunda tersebut berbincang dengan seorang pejabat tinggi kolonial di Serang. Pejabat kulit putih itu terkejut bukan main oleh sikap Raden Arsyad yang egaliter. Pemimpin lokal ini memilih duduk di kursi, alih-alih bersila di lantai—sebagaimana dilakukan umumnya Pribumi kala itu. Lebih mengejutkan lagi, ayahanda Syafruddin ini amat fasih berbicara dalam bahasa Belanda.

Ibunda Syafruddin Prawiranegara bernama Noeraini. Buyutnya, Sutan Alam Intan, merupakan keturunan raja Pagaruyung yang taat beragama. Setelah Perang Padri (1803-1838), Belanda mengasingkan Sutan Alam Intan ke Banten karena menganggap pengaruhnya berbahaya bagi stabilitas politik. Di sana, ningrat Minangkabau tersebut menikah dengan kalangan Istana Banten.

Pada 1912, rumah tangga Noeraini retak. Raden Arsyad menikah lagi dengan Raden Suwela. Kuding--panggilan kecil Pak Syaf—waktu itu baru berusia satu tahun. Ia pun belum menyadari arti dan dampak perceraian kedua orang tuanya.

Saat berusia tujuh tahun, Syafruddin berkesempatan mengunjungi kediaman ibu kandungnya sekaligus bersilaturahim dengan beberapa kerabat terdekat. Hubungan mereka pun terjalin baik, seperti halnya di rumah. Walaupun berstatus ibu tiri, Raden Suwela mengasuh Syafruddin dan saudara-saudaranya dengan tulus, penuh kasih sayang.

Pada 1924, Raden Arsyad pindah ke Ngawi, Jawa Timur. Saat itu, Syafruddin masih duduk di Europeesche Lagere School (ELS), sekolah dasar yang didirikan Belanda untuk keluarga bangsawan Pribumi. Dalam buku biografi yang disusun Ajip Rosidi, Sjafruddin Prawiranegara: Lebih Takut kepada Allah SWT (1986), Pak Syaf mengenang gegar budaya yang dialaminya waktu itu.

photo
Buku biografi Sjafruddin Prawiranegara - (DOK IST)

Tidak seperti Banten, kehidupan keagamaan di Jawa Timur cenderung lebih longgar ketika itu. Pengaruh Islam tidak begitu mendominasi rutinitas masyrakat di Ngawi.

Lulus dari ELS, Syafruddin masuk ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Madiun. Lembaga itu setingkat sekolah menengah pertama dengan Belanda sebagai bahasa pengantar.

Selesai belajar di MULO, ia merantau ke Bandung untuk meneruskan pendidikan di Algemeene Middelbare School (AMS) penjurusan A. Pada 1934, studinya lanjut ke Recht Hoge School (RHS, sekolah tinggi hukum) di Batavia (Jakarta). Lima tahun kemudian, ia lulus sehingga berhak menyandang gelar Meester in de Rechten (Mr) di depan namanya.

Syafruddin dan saudara-saudaranya menerima pendidikan keislaman yang penuh disiplin dan sekaligus open-minded. Sang ayah, Raden Arsyad, merupakan figur Muslim yang moderat dan berpandangan terbuka. Sewaktu muda, ayahanda Pak Syaf ini pernah menjadi santri di Banten.

Ketika menjadi pejabat, ketertarikannya pada Islam tidak luntur. Hal itu terbukti ketika bapak kandung Syafruddin itu bergabung dengan Sarekat Islam (SI).Alasannya, organisasi tersebut dipandang sebagai wadah pergerakan Islam dan nasionalis yang progresif, tidak jumud dalam merespons gagasan-gagasan kemajuan dari Barat.

 
Dalam diri Syafruddin tertanam prinsip yang teguh sebagai seorang Muslim.
   

Alhasil, dalam diri Syafruddin tertanam prinsip yang teguh sebagai seorang Muslim. Padahal, dirinya berpendidikan formal di sekolah-sekolah bentukan Belanda—lembaga yang kerap dicurigai Muslim tradisional ketika itu. Begitu lulus RHS Batavia, ia sempat mencicipi pekerjaan di Perkumpulan Radio-radio Ketimuran.

Pada 1940, Syafruddin menerima tawaran dari Kementerian Keuangan Hindia Belanda dan ditempatkan di Kantor Inspeksi Pajak Kediri. Profesi itu terus dijalaninya, termasuk ketika pindah ke Bandung.

Pada 1942, Jepang mendepak Belanda keluar dari Nusantara. Semasa pendudukan Dai Nippon, Syafruddin termasuk aktif mendiskusikan perkembangan kondisi Indonesia dengan tokoh-tokoh naional, terutama melalui gerakan antifasisme yang digagas Sutan Sjahrir.

Setelah Proklamasi RI 17 Agustus 1945, Syafruddin kian aktif di Partai Masyumi. Pada bulan yang sama, dia dipercaya sebagai pimpinan Sekretariat Komite Nasional Indonesia (KNI) Karesidenan Priangan. Pada Oktober, namanya tercatat sebagai anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), cikal-bakal DPR-RI.

Saat Kabinet Sjahrir yang kedua terbentuk pada 3 Maret 1946, dia duduk sebagai menteri muda keuangan. Pada periode berikutnya, jabatan Pak Syaf naik menjadi menteri keuangan pada Kabinet Sjahrir III sejak 2 Oktober 1946.

 
Peran Pak Syaf dalam lanskap ekonomi nasional kian penting sejak era Kabinet Sjahrir.
   

Thee Kian Wie dalam buku Pelaku Berkisah: Ekonomi Indonesia 1950-an Sampai 1990an, menyebut peran Pak Syaf dalam lanskap ekonomi nasional kian penting sejak era Kabinet Sjahrir. Usai Pengakuan Kedaulatan RI pada 1949, tokoh Muslim ini diamanati macam-macam jabatan pada kabinet-kabinet berikutnya. Di antaranya adalah menteri keuangan dan menteri kemakmuran rakyat.

Hal itu membuatnya tampak seperti seorang teknokrat, alih-alih politikus murni. Memang, bidang ekonomi sudah dikajinya secara serius, terutama sejak bekerja di Kediri pada zaman pendudukan Jepang. Berbagai pengetahuan tentang masalah fiskal, moneter, dan sistem perekonomian dikuasainya pada masa itu.

photo
Oeang Republik Indonesia - (DOK Kemenkeu RI)

Menerbitkan mata uang

Satu gebrakan yang diinisiasi Syafruddin Prawiranegara adalah terbitnya uang baru oleh Indonesia. Namanya saat itu, Oeang Repoeblik Indonesia (ORI). Momentumnya terjadi pada bulan-bulan awal pasca-Proklamasi RI.

Pak Syaf, yang ketika itu bertugas pada kantor pajak di Bandung, berupaya meyakinkan Bung Hatta agar Indonesia memiliki mata uang sendiri. Awalnya, sang wakil presiden menolak, tetapi kemudian menerimanya dengan pertimbangan, gagasan tersebut adalah suatu lini perjuangan kedaulatan negara Indonesia.

Seperti dituturkan Mohammad Saubari dalam buku suntingan Thee Kian Wie (2005), pada 1945 di Tanah Air beredar dua jenis mata uang. Yang pertama dikeluarkan pemerintah kolonial Belanda, sedangkan yang lain dicetak pemerintah pendudukan Jepang. Usai Perang Dunia II, Belanda dengan membonceng Sekutu datang lagi ke Indonesia.

Otoritas Belanda, NICA tidak hanya membuat rusuh di medan perang, tetapi juga ranah ekonomi. Bekas penjajah RI itu memberlakukan mata uang baru. Jumlah uang yang beredar pun melonjak di tengah masyarakat, sehingga laju inflasi meningkat. Hal itu diperparah dengan kelangkaan barang dan jasa.

Setelah diyakinkan Syafruddin, Bung Hatta akhirnya setuju, Indonesia akan mencetak mata uang sendiri. Walaupun di tengah pelbagai kesulitan—khususnya terkait bahan-bahan pokok untuk mencetak uang kertas—pemerintah RI kemudian berhasil mengedarkan ORI pada 30 Oktober 1946.

 
Uang kertas yang pertama itu ditandatangani oleh AA Maramis selaku menteri keuangan--waktu itu awal (tahun) 1946. Tetapi saya mendistribusikan uang itu ketika kemudian menjabat menteri keuangan di tahun itu juga.
Syafruddin Prawiranegara, diwawancarai Anne Booth dan Thee Kian Wie.
 

Dengan eksistensi ORI, kedaulatan Indonesia di mata dunia semakin mantap kala Belanda mengobok-obok negeri, hendak menjajah lagi Bumi Pertiwi.

Gunting Syafruddin: Ketika Uang ‘Dibelah Dua’

Kebijakan ini diambil ketika Syafruddin Prawiranegara menjadi menkeu di era Kabinet Hatta II.

SELENGKAPNYA

Jalan Cinta dan Sastra Rumi

Kepergian sang guru, Syamsi Tabrizi, sempat membuat Jalaluddin Rumi gundah dan bersedih.

SELENGKAPNYA

Perjumpaan Rumi dan Syamsi Tabrizi

Salik nan fakir itu mengubah total hidup Jalaluddin Rumi.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya