Opini--Setelah 25 Tahun Reformasi | Republika/Daan Yahya

Opini

Setelah 25 Tahun Reformasi

Pada 25 tahun usia Reformasi, banyak yang telah melupakan proses Reformasi.

ANDRE NOTOHAMIJOYOPemerhati Reformasi

Rasa sedih menghinggapi penulis pada Mei 2023 ini. Ingatan rangkaian peristiwa yang terjadi 25 tahun lalu pada 1998 terus menggelayuti pikiran.

Proses Reformasi 25 tahun yang lalu telah menorehkan sejarah penting Indonesia. Peralihan situasi dari kediktatoran ke arah demokrasi patut disyukuri. Meskipun demikian, kebebasan tanpa pengendalian yang tepat juga menjadi ironi tersendiri.

Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di masa Orde Baru ternyata masih bergulir dengan kencang hingga saat ini. Bahkan, bagian dari masa tersebut masih berjaya dan terus merasakan nikmat dari gerakan Reformasi hingga sekarang, mulai dari politik, ekonomi, bisnis, dan lainnya. Inilah realitas yang harus diterima dari gerakan Reformasi 1998.

 
Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di masa Orde Baru ternyata masih bergulir dengan kencang hingga saat ini.
 
 

Meskipun pembangunan terus berjalan, biaya dari sistem demokrasi liberal yang dijalankan sangat besar dan membebani. Amendemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 yang mendorong transisi dari sistem satu kamar (unikameral) pada sistem dua kamar (bikameral) dalam wadah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) hingga kini masih menyisakan masalah, terlebih kewenangan DPD sangat terbatas dan tidak efektif.

Otonomi daerah ternyata belum menghasilkan efisiensi pembangunan, tapi justru meningkatkan inefisiensi dan memunculkan oligarki kekuasaan yang terpusat di satu kelompok politik dan bisnis. Kerusakan alam dan infrastruktur, praktik korupsi, kemiskinan ekstrem, stunting, pernikahan dini, meningkatnya angka pengangguran, kekerasan seksual, konflik sosial, dan lainnya menjadi cermin pembangunan di sebagian besar wilayah Indonesia.

Fokus yang berbeda-beda di setiap pergantian periode pemerintahan juga menjadi tantangan luar biasa. Hal tersebut mendorong terciptanya masalah pada kesinambungan pembangunan nasional.

Sayangnya, masalah yang dihadapi dari setiap periode tetap tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan khususnya ekonomi dasar, yaitu pangan, energi, dan sumber daya air yang belum kunjung tuntas.

Belum lagi penanganan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa lalu yang belum kunjung selesai. Mereka yang memiliki beban sejarah berat di masa lalu bahkan masih eksis di berbagai bidang.

 
Masyarakat Indonesia cenderung melupakan gerakan Reformasi yang dimulai sejak tahun 1998.
 
 

Masyarakat Indonesia cenderung melupakan gerakan Reformasi yang dimulai sejak tahun 1998. Siapa yang masih ingat Moses Gatotkaca, korban meninggal dunia saat demonstrasi 8 Mei 1998 di daerah Gejayan, Yogyakarta?

Siapa yang masih ingat Hafidin Royan, Elang Mulya Lesmana, Heri Hertanto, dan Hendriawan Sie, para mahasiswa Universitas Trisakti yang tewas ditembak pada 12 Mei 1998?

Siapa pula yang ingat dengan peristiwa Semanggi I maupun Semanggi II yang menewaskan Yap Yun Hap, mahasiswa Teknik Elektro Universitas Indonesia?

Penulis sangat kagum terhadap semangat para pejuang aksi Kamisan yang tidak kunjung lelah memperjuangkan aspirasi keluarga korban meninggal dunia akibat pelanggaran HAM berat.

Pada 25 tahun usia Reformasi, banyak yang telah melupakan proses Reformasi, terlebih di era teknologi informasi seperti ini. Sebagian besar generasi muda, baik generasi milenial maupun gen Z jauh lebih akrab dengan media sosial dan tidak lagi memiliki memori serta peduli dengan Reformasi.

Fenomena terpilihnya Ferdinand “Bong Bong” Marcos Jr dalam pemilihan Presiden di Filipina tahun 2022 melalui kampanye di medsos yang menarik banyak pemilih muda dapat menjadi pelajaran berharga.

Reformasi juga menjadi sebuah absurditas saat liberalisasi politik berkembang luar biasa tanpa katup pengaman. Politik identitas dan radikalisme agama terus bermunculan di berbagai daerah di Indonesia.

Laporan Indeks Kota Toleran (IKT) dari Setara Institute tahun 2022 menunjukkan perkembangan kota-kota intoleran, seperti Cilegon dan Depok yang bertetangga dengan Ibu Kota negara! Ini sangat mencemaskan karena Reformasi ternyata juga membuka ruang kebebasan bagi hal-hal yang bersifat negatif.

Di sisi lain, Reformasi juga melahirkan berbagai lembaga pemerintah yang menjadi penyeimbang dan harapan bagi masyarakat dalam menyalurkan aspirasi dan keadilan. Komisi Yudisial (KY), Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan lain-lain membawa secercah harapan.

Harapan lain juga muncul terkait dengan penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu. Diawali dari pidato kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR tanggal 16 Agustus 2022, Presiden Republik Indonesia membentuk Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu (Tim PPHAM) melalui Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 yang kemudian merekomendasikan penyelesaian nonyudisial terhadap 12 peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Presiden Joko Widodo telah menyampaikan penyesalan terkait pelanggaran HAM berat di masa lalu tersebut dan mendorong penyelesaiannya. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Juru Bicara Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Liz Throssell, mengapresiasi pernyataan Presiden RI sebagai langkah menggembirakan menuju keadilan bagi para korban.

Ini menjadi praktik baik Reformasi yang mendorong komitmen pemerintah dalam menyelesaikan masalah yang tidak kunjung terselesaikan di masa lalu. Pemenuhan hak-hak korban tersebut juga memperkuat posisi Indonesia di dunia internasional.

Berbagai praktik baik dari para aktivis 98 juga patut diapresiasi. Bagaimana para aktivis yang lebih memilih bersentuhan langsung dengan petani, nelayan, dan masyarakat desa untuk mendorong peningkatan kesejahteraan. Ada juga yang aktif dalam aktivitas sosial kemasyarakatan melalui berbagai lembaga nonpemerintah.

Setelah 25 tahun Reformasi, kita harus tetap menjaga optimisme dan terus melakukan praktik baik di segala bidang di masyarakat sembari menjaga keutuhan NKRI dan Pancasila sebagai ideologi bangsa ini.

PSSI Bidik Peringkat 100 Dunia

Erick sudah melakukan pembicaraan tahap awal dengan Portugal, Brasil, dan Maroko untuk laga uji coba.

SELENGKAPNYA

Kadin Ajak Investor Cina Percepat Program Kota Cerdas dan Pembangunan IKN

Realisasi investasi swasta akan mulai masuk ke IKN pada Agustus.

SELENGKAPNYA

Bendera Pelangi di Monas Setelah 'Kodrat' Mahfud

Pj Gubernur DKI tak mempermasalahkan bendera LGBT di jalan.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya