
Kabar Utama
Bendera Pelangi di Monas Setelah 'Kodrat' Mahfud
Pj Gubernur DKI tak mempermasalahkan bendera LGBT di jalan.
JAKARTA – Pemprov DKI Jakarta dinilai kecolongan dalam soal berkibarnya bendera kampanye LGBT di depan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat. Lokasi pengibaran itu juga tak jauh dari Balai Kota DKI.
Penjabat (Pj) Gubernur Provinsi DKI Jakarta Heru Budi Hartono pun menanggapi hal tersebut dengan santai. "Yang penting enggak masuk (Balai Kota), kan di jalanan," kata Heru kepada Republika di Balai Kota, kemarin.
Sebelumnya diketahui, lini masa Twitter diramaikan oleh unggahan foto yang menunjukkan bendera pelangi LGBT terbentang di depan Monas, Jakarta Pusat. Dalam foto tersebut, tampak puluhan orang tengah berkumpul di depan sebuah panggung kecil di kawasan Monas.
Awalnya, foto tersebut diunggah oleh akun Twitter @sosmedkeras pada Selasa (24/5/2023). Foto pertama menunjukkan seorang laki-laki tengah berorasi di hadapan puluhan orang.
Gimana pendapat kalian gaes? pic.twitter.com/2sHsSTuxRt — sosmed keras (@sosmedkeras) May 23, 2023
Di bawah tempat pijakan orasi tersebut terbentang bendera merah, kuning, hijau, biru, merah yang identik dengan lambang LGBT. Ada juga bendera segitiga biru-pink yang melambangkan kampanye transgender. Di foto kedua, seorang perempuan mengenakan topi penyihir tampak sedang berorasi di panggung yang sama.
Namun, pengambilan kedua foto tersebut terlihat berbeda dari kedua sisi. Tampak di foto tersebut sejumlah orang membawa poster tulisan. Di belakangnya, Tugu Monas terpampang nyata.
Belum diketahui kapan aksi tersebut terselenggara. Akun @sosmedkeras hanya memberikan cuplikan foto dan keterangan yang tidak menunjukkan waktu dan tempat. "Gimana pendapat kalian gaes?" kata keterangan akun tersebut seperti dikutip Republika di Jakarta pada Rabu (24/5/2023).
Seperti terpantau Republika, unggahan pada akun centang biru tersebut telah mendapatkan perhatian lebih dari 7,3 juta impresi. Sementara itu, terdapat 2.129 retweet dan juga disukai sebanyak lebih dari 25 ribu akun. Tidak hanya itu, foto tersebut juga ramai dikomentari oleh akun yang terverifikasi berlogo centang biru.
Kepala Satpol PP DKI Jakarta, Arifin, mengaku tidak mendapatkan pemberitahuan mengenai aksi tersebut dan akan menelusurinya. "Kita coba dalami lagi, ya, karena laporannya belum ada ke saya, belum ada. Informasinya seperti apa yang benar, ya. Kita harus betul-betul tahu apa masalahnya, informasi yang benar yang bagaimana gitu, ya," kata Arifin saat ditemui di Balai Kota, Jakarta Pusat pada Rabu (24/5/2023).
Yang penting nggak masuk (Balai Kota), kan di jalanan.
Ia menyarankan agar hal itu diperiksakan ke kepolisian. "Ya, pasti ada izinnya, pemberitahuannya, ya, kepada kepolisian. Satpol PP tidak menerima laporan sama sekali," kata dia.
Ia menjelaskan, terdapat ketentuan atau peraturan di DKI tentang perizinan kegiatan. Di antaranya harus ada pemberitahuan dahulu.
"Enggak ada bicara kecolongan, bukan porsi kita, dan enggak ada kewajiban buat mereka melaporkan ke kita, memberitahukan ke kita, tidak ada. Jadi, enggak ada cerita kecolongan dong," kata dia.
Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Keadilan Sosial (PKS), Suhud Aliyudin, meminta agar aparat keamanan menindak tegas aksi tersebut karena dinilai bisa memicu konflik di tengah masyarakat. "Aparat keamanan harus bertindak tegas kepada para pelaku untuk mencegah terjadinya kegaduhan di masyarakat," kata Suhud kepada Republika, Rabu (24/6/2023).
Suhud berpendapat bahwa perilaku LGBT bertentangan dengan nilai agama dan moral yang diyakini bangsa Indonesia. Adapun agama dan moral disebut merupakan landasan kehidupan bangsa Indonesia sebagaimana termaktub di dalam Pancasila dan UUD NKRI 1945.
"Perilaku LGBT yang dilakukan secara terbuka dan demonstratif, jika dibiarkan dan tidak segera dicegah, dikhawatirkan akan memicu konflik di masyarakat," ujar dia.

Sebelum kehebohan bendera pelangi itu, publik juga digegerkan dengan paparan Menko Polhukam Mahfud MD ketika memberikan sambutan di Rakernas KAHMI 2023 di Wisma DPR Kopo, Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (20/5/2023). Ketika itu, Mahfud mengatakan bahwa Pemerintah tidak bisa melarang orang yang termasuk golongan LGBT lewat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Larangan LGBT tak bisa dimuat, di situ ndak ada larangan LGBT. 'Tapi itu kan hukum agama', tapi gimana memuatnya? Kan LGBT itu sebagai kodrat, kan tak bisa dilarang, yang dilarang kan perilakunya, orang LGBT itu kan diciptakan oleh Tuhan," kata Mahfud.
Dewan Pakar Majelis Nasional KAHMI itu menyebut orang menjadi LGBT karena diciptakan Sang Pencipta seperti itu. "Tuhan yang menyebabkan hidupnya menjadi homo, lesbi. Tetapi, perilakunya yang ditunjukkan kepada orang, itulah yang tak boleh," kata Mahfud.
Mahfud kemudian mengklarifikasi pernyataannya itu. Mahfud mengatakan, pernyataan tersebut sebenarnya merupakan argumentasi DPR dalam proses rancangan KUHP baru. Dirinya hanya menjelaskan ulang.
Klarifikasi itu disampaikan Mahfud ketika menjadi pembicara dalam seminar nasional yang digelar Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Selasa (23/5/2023).
Mahfud menegaskan bahwa dirinya hanya menjelaskan ulang argumentasi DPR dalam proses perancangan Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP. Argumentasi DPR, kata dia, LGBT merupakan kodrat tuhan sehingga dalam KUHP tidak boleh ada larangan maupun hukuman terhadap LGBT.
"Mana saya bilang begitu? Yang bilang begitu DPR. Saya menjelaskan bahwa kenapa itu (larangan LGBT) tidak masuk (dalam KUHP). Ya kata DPR begitu alasannya. Tapi, sekarang yang berkembang 'Mahfud MD: LGBT Kodrat Ciptaan Tuhan, Tidak Boleh Dilarang'. Enggak, bukan saya yang bilang," ujar Mahfud.
Mahfud melanjutkan, akibat muncul berita seperti itu, akhirnya banyak orang yang mengontak dirinya. Mereka menyatakan tidak setuju dengan pendapat Mahfud tersebut. "Saya bilang, saya tidak perlu persetujuan kamu. Wong saya menjelaskan saja, kok minta persetujuan? Kamu setuju atau tidak, itu yang berlaku menurut undang-undang," kata mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Ada pula, lanjut Mahfud, pihak yang mempertanyakan alasan orang LGBT tidak ditangkapi saja karena Indonesia merupakan negara Pancasila. Mahfud lantas menjawab bahwa penangkapan hanya bisa dilakukan apabila ada larangan LGBT dalam undang-undang.
"'Loh, Pak, kok tidak ditangkap? Ini kan negara Pancasila.' Loh, mana undang-undangnya? Menangkap orang itu harus ada undang-undangnya dulu, ini undang-undangnya tidak mau memuat. Beda dengan di Rusia," kata Mahfud.
Sifilis, 'Sang Raja' yang Mengerikan
Tanpa pengobatan yang adekuat, sifilis dapat merusak jantung, otak atau organ lain, dan mengancam jiwa,
SELENGKAPNYAPenularan HIV dan Sifilis Meningkat Signifikan
Penularan HIV dan sifilis didominasi ibu rumah tangga.
SELENGKAPNYA