Opini--Erdogan, Kilicdaroglu, dan Analisa Pilpres Turki Putaran Kedua | Republika/Daan Yahya

Opini

Erdogan, Kilicdaroglu, dan Analisis Pilpres Turki Putaran Kedua

Dalam putaran pertama, Erdogan di luar prediksi negara-negara Barat unggul.

PIZARO GOZALI IDRUS; Pengajar Hubungan Internasional Universitas Al Azhar Indonesia

Pemilu Turki putaran kedua tinggal menunggu hari. Petahana Presiden Recep Tayyip Erdogan yang tergabung dalam People Alliance akan kembali bertarung dengan pemimpin oposisi sekuler Kemal Kilicdaroglu dari Nation Alilance pada Ahad 28 Mei 2023.

Dalam putaran pertama, Erdogan di luar prediksi negara-negara Barat unggul dengan perolehan suara 49 persen. Sedangkan, Kilicdaroglu hanya meraih 45 persen, jauh di bawah prediksi lembaga-lembaga survei yang menaksir pemimpin Partai Rakyat Republik (CHP) itu meraup suara di atas 50 persen.

Keyakinan itu pula yang dipegang media-media kenamaan di Barat, seperti The Economist, Le Point, Le Express, Der Spiegel, dan The Independent. Faktanya, semuanya meleset.

 
Setidaknya ada empat faktor utama di balik kemenangan Erdogan di putaran pertama.
 
 

Penulis melihat setidaknya ada empat faktor utama di balik kemenangan Erdogan di putaran pertama. Pertama, keunggulan Erdogan merupakan kemenangan koalisi pemerintah atas kelompok separatis teroris seperti PKK dan FETO.

Banyak akar rumput dari anggota koalisi CHP yang mengambil jalan berbeda dengan elite partainya. Mereka tidak mau menyerahkan suara ke koalisi oposisi yang berada satu barisan dengan PKK dan FETO yang ditetapkan sebagai kelompok teroris di Turki.

Menanggapi kegagalan pemilu ini, koalisi Kilicdaroglu memutuskan untuk meninggalkan slogan-slogan, seperti "kebebasan untuk Selahattin Demirtaş" dan "kebebasan untuk Osman Kavala" dan balik menganut retorika nasionalisme populis di sisa sepuluh hari kampanye. Sebuah langkah yang sudah terlambat.

Kedua, faktor lain yang membuat pemimpin Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) itu masih survive adalah ketidakyakinan para konstituen bahwa Kilicdaroglu merupakan sosok tepat untuk menyelesaikan masalah-masalah Turki. Sebab, saat CHP memimpin, Turki menjadi negara yang terpinggirkan di Eropa dan terperosok secara ekonomi.

Hal itu yang turut mempengaruhi pemilih pada pemilu kali ini. Retorika kelompok oposisi masih terfokus pada pola kampanye yang menyerang Erdogan ketimbang menawarkan kebijakan konkret untuk menyelesaikan masalah bangsa dan meningkatkan kesejahteraan,

Ketiga, munculnya bayang-bayang traumatik masyarakat religius Turki atas kembalinya rezim anti-hijab di negaranya. Pada 2003, CHP mendukung larangan jilbab di tempat umum yang diberlakukan sebelum Erdogan mengambil alih kekuasaan.

Meski CHP kini berjanji akan melindungi kebebasan beragama jika menang pemilu, tidak semua orang mempercayai ucapan partai sekuler tersebut.

Keempat, pemilih memandang Kilicdaroglu belum memiliki postur yang kokoh untuk menjalankan negosiasi konflik, diplomasi regional, dan internasional. Ketiga kekuatan itu yang sebelumnya membawa Turki dapat memainkan peran di antara benturan negara-negara besar.

CHP gagal menghadirkan visi politik internasional yang komprehensif di bidang kebijakan luar negeri.

Sedangkan, koalisi Erdogan berhasil mengumpulkan visi politik yang komprehensif dan menyajikan serangkaian kebijakannya sendiri. Visi kebijakan luar negeri dan doktrin keamanan yang fleksibel, independen, dan proaktif, serta perkembangan signifikan dalam industri infrastruktur dan pertahanan.

 
Menghadapi putaran kedua, langkah oposisi semakin terjal.
 
 

Menghadapi putaran kedua, langkah oposisi semakin terjal. Sejatinya Kilicdaroglu menghadapi tantangan konsolidasi elektoral yang tidak mudah.

Capres Turki urutan ketiga, Sinan Ogan dari Ancestral Allianse, yang sebelumnya diharapkan bergabung dengan aliansi oposisi utama, kini telah menyatakan dukungannya kepada Erdogan.

Ogan, yang memperoleh 5,17 persen suara di putaran pertama, memobilisasi pemilihnya untuk menyalurkan suara kepada Erdogan di putaran kedua. Padahal, Ogan bukanlah politisi yang sepenuhya satu visi dengan Erdogan.

Soal isu pengungsi dan migran, Ogan adalah kandidat yang menyerukan pengembalian mereka ke Suriah. Sedangkan Erdogan hanya akan mengembalikan pengungsi Suriah jika situasi di negeri Syam itu sudah kondusif.

 
Sebelum putaran pertama pemilu, Ogan adalah politisi ultranasionalis pinggiran yang hampir tidak dikenal di luar Turki. Tapi suara yang dia raih membuatnya dianggap sebagai “king maker”.
 
 

Sebelum putaran pertama pemilu, Ogan adalah politisi ultranasionalis pinggiran yang hampir tidak dikenal di luar Turki. Tapi suara yang dia raih membuatnya dianggap sebagai “king maker”.

Faktor utama yang membuat Ogan enggan memilih Kilicdaroglu bisa kita baca dalam dua hal. Pertama, sebagai basis kelompok ultranasionalis, Ogan telah memberikan garis merah untuk tidak berkoalisi dengan kelompok teroris dan separatis.

Dukungannya kepada Kilicdaroglu diberikan dengan syarat: keluarnya Partai Demokratik Rakyat (HDP) yang berafiliasi dengan kelompok PKK dalam barisan koalisi. Permintaan ini gagal dipenuhi Kilicdaroglu karena PKK adalah basis utama pendukungnya.

Kedua, minimnya raihan suara aliansi Kilicdaroglu di parlemen yang hanya mencapai 212 suara dari 600 kursi. Sedangkan koalisi Erdogan berhasil menduduki 323 kursi.

Jumlah ini sangat kontras. Ogan tentu berhitung. Baginya, tidak ada masa depan jika aliansinya menyerahkan suara kepada Kilicdaroglu, yang jika menang pun gagal menguasai parlemen.

Pemilu Turki kali ini tentu sangat menarik disimak apakah Kilicdaroglu dapat menuntaskan hasratnya untuk berkuasa atau Erdogan akan kembali ke tampuk kepemimpinan menggenapkan kekuasannya selama lebih dari dua dekade. Rakyat Turki akan memutuskannya pada 28 Mei.

Jelang Putaran Kedua, Erdogan Dapat Suntikan Dukungan

Aliansi pendukung Erdogan ketambahan kelompok nasionalis.

SELENGKAPNYA

Erdogan Diadang Manipulasi Saham?

Tudingan kecurangan dilayangkan oposisi.

SELENGKAPNYA

Mendobrak Survei, Erdogan Sukar Ditumbangkan

Pendukung Erdogan mulai merayakan kemenangan.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya