Humor | Pixabay

Laporan Utama

Canda Rasulullah Hingga Humor Gus Dur

Rasulullah merupakan sosok yang murah senyum, ceria, dan selalu berkata santun.

Oleh MABRUROH

"Senyum adalah sedekah," begitulah kira-kira ungkapan yang acap kali kita dengar dari orang-orang terdahulu. Sedekah yang bukan semata-mata dengan uang maka yang paling gratis adalah dengan memberikan senyuman. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, "Senyummu di hadapan saudaramu (sesama Muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu" (HR Tirmidzi).

Hadis tersebut menggambarkan, Islam bukanlah agama yang kaku dan serius. Rasulullah SAW merupakan sosok yang murah senyum, ceria, dan selalu berkata santun untuk tidak menyakiti siapa pun. Nabi pun sosok yang suka humor.

Sekretaris Lembaga Perguruan Tinggi NU (LTNU-PBNU) tahun 2010-2015, Muhammad Zain, mengatakan, sebagai seorang nabi sekaligus pemimpin, Rasulullah juga memiliki selera humor dan suka bercanda. Ketika ada seorang wanita tua yang mendatangi Rasulullah dan bertanya, apakah nenek-nenek sepertinya bisa menjadi ahli surga? Nenek itu berlalu pergi dengan muka sedih setelah mendengar jawaban Rasul bahwa tidak ada nenek-nenek di dalam surga.

photo
Nyonya-Nyonya Istana Pemain Teater Indonesia Kita mementaskan cerita berjudul "Nyonya-Nyonya Istana" di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (16/11) malam. Pementasan yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo itu menceritakan perempuan-perempuan yang begitu menentukan dalam pemerintahan, pertunjukan itu dikemas dengan gaya humor yang memadukan fragmen komedi, tari, dan musik disko serta dangdut. - (Republika/Agung Supri)

“Sahabat kemudian bertanya, karena biasanya mereka yang bertemu dengan Rasul senang, bahagia, kok ini cemberut? Lalu, Rasul memerintahkan sahabat untuk memanggil nenek itu kembali,” kata Zain.

Rasul kemudian menjelaskan kepada nenek itu bahwa memang di surga tidak ada nenek-nenek, di surga hanya ada gadis-gadis. Artinya nenek akan kembali muda dan menjadi seorang gadis cantik, dan nenek itu pun tersenyum kembali.

 
Orang itu kalau humornya banyak maka kemungkinan untuk menikmati hidup atau tertawa bahagia itu lebih banyak.
MUHAMMAD ZAIN Sekretaris LPTNU-PBNU
 

Lebih jauh, Zain mengatakan, humor menurut Ibnu Sina dalam kitabnya, al-Qanun Fi at-Tibb, yang mempelajari anatomi tubuh manusia adalah sebuah cairan yang letaknya berada di rongga dada. Jika cairan itu banyak, artinya orang tersebut memiliki rasa bahagia, tertawa yang lebih besar.

“Orang itu kalau humornya banyak maka kemungkinan untuk menikmati hidup atau tertawa bahagia itu lebih banyak. Kan kita suka melihat ada orang yang melempar jokes di sebuah event, ada orang yang cepat merespons karena bahagia, ada orang yang lama merespons, itu karena berarti humornya kering,” ujar Zain.

Dalam tradisi tasawuf, ada humor-humor sufi para ulama. Humor mereka sarat akan makna dan hikmah tidak hanya sekadar jokes. Dalam sejarah peradaban Islam, di Baghdad ada Abu Nawas yang terkenal dengan humornya yang menghibur Raja Harun al-Rasyid. Di Turki ada Nasruddin Hoja yang patungnya juga dibuat.

Di Arab ada Bahlul, di Jawa ada Mukidi, dan di Banjar ada si Palui. “Jadi, banyak sekali tokoh-tokoh humor, artinya sepanjang sejarah baik peradaban Islam maupun dunia ada tokoh-tokoh humor,” ujar direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah, Kemenag RI, ini.

photo
Haul Gusdur ke-4 :Istri mendiang Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Sinta Nuriyah Wahid, hadir pada acara haul Gus Dur ke-4 di Jakarta, Sabtu (28/12). Haul gusdur ke-4 dengan tema Membangun Keikhlasan Bangsa ini dihadiri oleh para tokoh nasional dan ribuan jamaah. - (Republika/Prayogi)

Sekretaris Lembaga Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTNU) Hamzah Sahal menuturkan, humor adalah sesuatu yang tertanam dalam diri manusia. Humor sama halnya dengan perasaan cinta, sedih, kecewa, sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dalam diri seseorang.

Bila cinta diungkapkan dengan mata berbinar-binar dan sedih diungkapkan dengan air mata berderai, maka humor diungkapkan dengan tawa yang lepas. "Jadi, di peradaban mana pun (humor) itu ada, tidak bisa dihilangkan," kata Hamzah.

KH Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur merupakan tokoh Islam yang kerap bermain dengan humor. Humor Gus Dur, kata dia, memutus sekat-sekat tradisi. Tokoh yang memiliki lingkup pergaulan yang luas itu memiliki banyak teman lintas agama. Hal tersebut ditambah dengan daya baca Gus Dur yang menjangkau banyak disiplin ilmu sehingga memengaruhi khazanah humor Gus Dur.

Misalnya saja humornya dengan para pemuka agama lain tentang kedekatannya dengan Tuhan. Orang Hindu mengatakan, "Kami orang hindu yang paling dekat dengan Tuhan karena setiap kami beribadah, kami memanggil Tuhan dengan sebutan 'om' (Om Shanti Shanti Om)."

Yang langsung dijawab oleh orang Nasrani, "Tidak bisa, kalau soal panggilan, kami orang Nasrani yang lebih dekat dengan Tuhan," kata pendeta. "Loh, kok bisa?" kata orang Hindu. "Karena kami orang Nasrani memanggil Tuhan dengan 'Bapa'."

Mendengar percakapan itu Gus Dur tertawa hingga tiba giliran Gus Dur ditanya, "Bagaimana denganmu orang Islam?" "Boro-boro dekat, wong agama saya itu memanggilnya saja pakai speaker!" kata Gus Dur.

Menurut penulis buku Ulama Bercanda, Santri Tertawa ini, anekdot tersebut tidak akan diciptakan Gus Dur kalau tidak memiliki kedekatan dengan para tokoh lintas agama. Pada saat yang sama, humor itu juga bentuk kritik atas penggunaan pengeras suara yang berlebihan di masjid-masjid.

Menurut Hamzah, humor juga memiliki fungsi sebagai penyegar suasana dan perekat pertemuan. Karena itu, di kalangan NU sendiri, humor ini sudah seperti lem, susah dipisahkan dari orang-orang NU dan pesantren.

Selain Gus Dur, kata dia, tokoh-tokoh NU yang juga suka bermain-main dengan bahasa ini ada almarhum KH Hasyim Muzadi dan Haji Abdul Wahab Hasbullah yang sangat mahir membelokkan sebuah makna dari makna yang sebenarnya. Selain Kiai Wahab, ulama pendahulu NU yang juga pandai menciptakan momentum anekdotal adalah kiai Idham Chalid dan Kiai Achmad Shiddiq.

Namun, ketika berbicara tentang humor dan NU, nama yang lebih sering muncul adalah Gus Dur. Dia menjelaskan, humor Gus Dur ini yang mampu melampaui sekat-sekat tradisi tersebut. Sebelum Gus Dur, humor pesantren umumnya hanya bisa dinikmati oleh kalangan pesantren atau NU saja.

Materi agama

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, humor pada zaman dahulu sering digunakan sebagai media komunikasi sekaligus media pendidikan, bahkan  bisa menjadi media perlawanan. Hal tersebut sebagaimana humor-humor yang kerap dilontarkan oleh para sufi.

Mereka bukan hanya bersikap konyol, nyeleneh, dan membuat geleng-geleng kepala. Pada saat bersamaan, humor yang mereka lontarkan juga mencerminkan kearifan, kebijaksanaan, dan menggugah kesadaran. Sentilan yang mereka lontarkan bukan untuk menyakiti, melainkan untuk mengingatkan para penguasa yang berbuat zalim.

"Para sufi melontarkan humor sebagai media mengajarkan hikmah dan kritik kepada penguasa yang zalim," kata Mu'ti kepada Republika, Rabu (17/5/2023).

 
Para sufi melontarkan humor sebagai media mengajarkan hikmah dan kritik kepada penguasa yang dzalim
PROF ABDUL MU'TI Sekretaris Umum PP Muhammadiyah
 

Menurut Mu’ti, Islam tidak pernah melarang humor karena dalam beberapa riwayat bahwa Nabi Muhammad saw juga suka bercanda dengan istrinya maupun sahabat-sahabatnya.

Humor yang dilarang di sini adalah yang memuat unsur-unsur kebohongan, lawakan-lawakan yang menggunakan bahasa kasar, yang mengolok-olok, bahkan sampai merendahkan orang lain, menghina kekurangan orang lain.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Abdul Mu'ti (@abe_mukti)

"Humor atau canda yang dilarang adalah yang berisi kebohongan, kata-kata yang kotor, permusuhan, dan berlebih-lebihan. Canda yang berlebihan bisa membuat manusia melupakan Allah dan membuang waktu sia-sia," kata Mu'ti.

Mu'ti menambahkan, meskipun Islam tidak melarang humor, bukan berarti agama bisa menjadi bahan humor, apalagi dengan tujuan untuk membuat sentimen atau stigma negatif. Pernyataannya itu mengkritisi dunia hiburan kita saat ini yang kerap mengambil materi-materi agama sebagai bahan humor.

Menurut Mu'ti, tema-tema agama yang diangkat bukan untuk mendidik, melainkan hanya untuk menarik gelak tawa penontonnya. "Sekarang ada gejala para komedian menjadikan tema-tema (agama) sebagai materi humor. Sayang sekali, beberapa justru bermasalah dengan masyarakat dan umat beragama serta berurusan dengan aparat penegak hukum," kata Mu'ti.

Menurut dia, masalah itu terjadi karena beragam hal. Pertama, mereka tidak mendalami agama sehingga tidak mampu membedakan ajaran agama atau masalah keagamaan yang sensitif dan tidak boleh menjadi bahan humor.

Kedua, niat mereka hanya untuk menghadirkan cerita lucu dan mengundang tawa penonton, bukan untuk mendidik atau menyampaikan pesan kebaikan dengan tulus. Ketiga, humor yang berlebihan atau melampaui batas dan kasar menyebabkan banyak pihak yang tersinggung, baik sebagai pribadi maupun pemeluk suatu agama.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Satire Komika Muslim Tertawakan Barat

Muhsin menyisipkan materi Islamofobia yang menjadi materi penelitian untuk gelar doktornya.

SELENGKAPNYA

Komika Harus Punya Sense of Censorship

Bolehnya ngomongin agama itu pada tingkat norma

SELENGKAPNYA

Kontroversi Materi Agama Para Komika

Komika diminta jangan mengambil materi kalau tidak benar-benar paham.

SELENGKAPNYA