
Wawasan
Komika Harus Punya Sense of Censorship
Bolehnya ngomongin agama itu pada tingkat norma
Oleh ANDRIAN SAPUTRA
Stand up comedy menjadi nyawa baru bagi dunia hiburan di Tanah Air. Banyak talenta yang memukau publik lewat performa bukan hanya menyegarkan, melainkan juga terbilang kritis. Beberapa bahkan berani menyuguhkan tema agama.
Ada komika yang berhasil, tetapi beberapa justru tersandung hukum karena candaan yang dikeluarkan berlebihan. Bukannya menghibur, mereka justru mempertontonkan penistaan.
Apa sebenarnya latar belakang para penampil solo tersebut membawakan tema agama? Bagaimana menampilkannya agar bisa memberi hiburan bermutu dan menginspirasi bagi publik Indonesia? Untuk mengulas ini, Republika mewawancarai pelawak senior Tubagus Dedi Suwendi Gumelar atau dikenal dengan panggilan Miing Bagito. Berikut kutipannya.

Mengapa komedian dan komika masa kini lebih tertarik mengangkat topik-topik agama? Apa motivasinya?
Kalau ditanya tentang motivasinya pastinya saya tidak tahu, harus ditanyakan pada mereka masing-masing karena mereka yang melakukan. Tetapi bahwa menyampaikan agama itu bagus.
Akan tetapi, dalam dunia komedi, jadi komedi atau cara berhumor orang itu bisa menjadi indikator kematangan kedewasaan sebuah masyarakat. Pada zaman saya, lomba lawak itu dulu ada norma, ada kriteria yang tidak boleh ngomongin soal SARA. Baca juga: Kontroversi Materi Agama Para Komika
Lalu kok itu ada cerita tentang orang Batak, Madura, Sunda, Jawa. Dan hampir semua yang diceritakan tentang suku kedaerahan, folklor disebutnya, tentang kultural, pasti itu yang menjadi lelucon tentang kelemahan suku-suku itu kan. Ngomongin ras, misalnya, beliau sadar dia orang Cina, tapi kalau dibilangin Cina depan orang umum dia juga marah.
Itulah indikator kedewasaan. (Topik) agama, bukan berarti mengangkat agama tidak boleh. Justru kalau mengingatkan orang artinya isinya (topik komedinya berisi) amar makruf nahi mungkar boleh-boleh saja.
Publik figur itu bisa memberikan perubahan bagi orang lain, jadi publik figur itu tidak gampang. Makanya mulutnya itu harus dijaga, ilmunya harus dipenuhi.
Jadi bolehnya ngomongin agama itu pada tingkat norma, misalnya dakwah, ada cerita, temannya ngomongin orang lain, (dinasihatin) hush.. jangan ngomongin orang dong. Yang seperti itu kan agama.
Yang nggak boleh itu menurut saya mengolok-olok simbolik keagamaan, agama apa pun yang ada di negeri ini. Supaya apa? Supaya lebih aman, orang tidak tersinggung tidak tersakiti, tidak terasa ada sebuah penistaan. Baca juga: Satire Komika Muslim Tertawakan Barat
Ketika zaman saya, tidak bicara zaman mereka sekarang, nggak tahu ketika mereka lolos dalam lomba stand up comedy di televisi-televisi itu, apakah normanya, kriterianya juga sama dengan zaman saya waktu lomba lawak, harusnya sama dengan kita. Pernahkah nonton Bagito yang memungkinkan menyakiti orang yang atau mainin agama? Kan engga, karena kita terjaga dengan norma itu.
Seperti apa batas-batas yang harus diperhatikan komedian dan komika ketika mengangkat topik agama ke atas panggung?
Setiap seniman kayak kita itu sebaiknya mempunyai batas. Baik batas dalam pengertian normatif, yang sudah ada seperti SARA. Kita masih menjaga adat istiadat. Kita hormati orang Minangkabau, kita hormati orang Tapanuli, orang Madura, dan sebagainya.
Kan kita sering cerita tentang orang Madura, secara internal ngga apa-apa, tapi kalau sudah masuk media, belum tentu semua orang Madura bisa terima lho. Nah, ini masalah di negeri kita yang beragam ini, sebaiknya itu dihindari.Baca juga: Shumirun Nessa, Komika Tiktok Lawan Propaganda LGBT
Selain sudah ada norma, kemudian sebaiknya memang pelawak itu juga punya sense, punya rasa. Bukan berarti saya dan Bagito tidak pernah salah. Justru karena saya punya pengalaman salah maka saya harus ceritakan. Memang anak-anak sekarang agak lost kalau saya lihat. Mau ngeledek orang, mau apa. Contoh, dulu zaman saya mana berani ngomong Cina lo, Cina lo.
Panji (Panji Pragiwaksono) kan ngomong kayak gitu. Astagfirullah aja dimain-mainin kaya gitu, saya kaget tuh. Dan intonasinya kan kelihatan kayak bukan mohon ampun kepada Tuhan, lihat di Youtube. Itu kan zikir masuknya, tapi ketika di panggung berkali-kali, astaghfirullahaladzim terus orang gerr (tertawa) itu kan berbeda. Pesan yang ditangkap oleh publik kan berbeda, ini bercanda ini, ini mainin nih. Hal-hal kayak gitu pelawak juga tidak boleh.
Dulu kita sampai selektif gini, misal bicara humor seks, oh ini lucu, tapi begitu audiennya kita lihat ada anak-anak jangan, nggak bisa, ini ada anak anak dan banyak kaum perempuan. Kita bisa begitu itu sense, itu rasa. Ada sense, ada rasa untuk self censorship, ini akan muncul bagi seseorang tergantung latar belakang orang secara kapasitas, wawasan, moralitas, pendidikan itu berpengaruh. Pergaulan terutama.
Kalau dia kebiasaan hari harinya ngomong mohon maaf, anjing atau lainnya, itu terbiasa dalam pergaulannya, itu akan terbawa ke panggung, dan saya banyak lihat itu. Kan ngga mungkin Bagito muncul dengan kata-kata kotor seperti itu, ngga mungkin.
Kini komika bisa dengan mudah menyampaikan materinya di berbagai platform media, bagaimana cara agar tak tersandung SARA?
Kalau televisi masih mungkin (selamat dari tersandung SARA) karena ada sensor, taruhlah kalau nggak aman banget nih orang muncul, mendingan rekaman. Tapi, sekarang di era revolusi digital, yang liberal sekali media ini, pemerintah saja tidak bisa menyensor, kecuali menghukum. Saya tak tahu apa Youtube punya sensor untuk kata-kata berbau SARA, apa orang Amerika mengerti SARA. Jadi, kesadaran komedian harus benar-benar tinggi.
Saya bilang tadi, kuncinya sense of self censorship. Jadi, dia dalam dirinya punya rasa untuk menyensor, ini layak ini bagus ini bahaya ini tidak. Kebiasaan para pelawak ini adalah jeleknya satu, golnya adalah gerr (tertawa). Tapi, dampaknya tidak dihitung.
Bukan hanya sekadar gerr saja. Kalau hanya di sekadar komunitasnya saja mungkin tak apa. Tapi, kalau sudah masuk media, ruang publik, ini barangkali yang harus hati-hati. Karena seperti saya bilang tadi, humor menjadi indikator kedewasaan sebuah masyarakat. Kalau dia orang berhumor tentang suku, agama, barangkali satu dua orang menganggap itu joke. Tapi, ada sebagian orang yang sama-sama dari suku yang sama belum tentu menerima.

Apakah pelawak-pelawak senior sering bertemu dan mengedukasi komedian dan komika era milenial ini?
Saya penggagas dan pendiri PASKI (Persatuan Seniman Komedi Indonesia). Dan kita dulu zaman pengurus saya, kita dalam sebulan sekali ketemu, sarasehan, ada tutorial mengundang orang untuk berbicara, entah ahli public speaking termasuk manajemen, supaya memberikan catatan pada mereka agar manggung dengan kecerdasan yang tidak harus meledek orang, soal SARA misalnya. Dan saya kalau ketemu pelawak-pelawak junior yang aneh saya tegur. Lebih baik begini dek, lebih baik begini.
Catatan saya, pertama kenapa orang tersinggung dan sebagainya, karena humor sudah menjadi indikator dari kedewasaan masyarakat. Kedewasaan tersebut itu didukung oleh lingkungan, pendidikan, pergaulan.
Kedua sebaiknya siapa pun dia sebagai penghibur ketika dia berdiri di atas podium, di panggung, di ruang publik maka kedepankan lebih dari hanya sekedar mencapai efek gerr (tertawa) sebagai gol dari pertunjukan, ada yang lebih penting namanya sense of self censorship, punya rasa untuk menyensor diri kita bahwa ini layak, ini berbahaya atau tidak.
Artinya, ambil langkah untuk tidak berbahaya, untuk tidak berefek buruk ketimbang hanya mengejar ger orang tertawa. Karena saya juga pengalaman, ternyata tidak semua penonton kitna dewasa menerima joke yang berkaitan dengan komunitas dengan sesama sukunya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Satire Komika Muslim Tertawakan Barat
Muhsin menyisipkan materi Islamofobia yang menjadi materi penelitian untuk gelar doktornya.
SELENGKAPNYACanda Rasulullah Hingga Humor Gus Dur
Rasulullah merupakan sosok yang murah senyum, ceria, dan selalu berkata santun.
SELENGKAPNYAKontroversi Materi Agama Para Komika
Komika diminta jangan mengambil materi kalau tidak benar-benar paham.
SELENGKAPNYA