
Mujadid
Roger Garaudy, Filsuf Muslim Modern dari Prancis
Roger Garaudy mengkritik upaya menghapus jejak peradaban Islam dalam sejarah Barat.
Kalangan pemikir Islam tidak hanya lahir dari negeri-negeri benua Asia dan Afrika, melainkan juga Eropa. Dalam hal ini, Roger Garaudy adalah salah satu contoh yang menarik.
Pemilik nama lengkap Jean Charles Garaudy ini lahir pada 17 Juli 1913 di Marseille, Prancis. Sosok yang dikenal sebagai filsuf kontemporer tersebut berpulang ke rahmatullah pada 13 Juni 2012.
Saat berusia 69 tahun, Roger Garaudy mengucapkan dua kalimat syahadat. Namun, pengajar di University of Clermont-Ferrand dan Poitiers ini bukan sekadar mualaf. Ia adalah akademisi dan sekaligus aktivis. Perjuangannya meliputi dialog antarperadaban dan pro-kemerdekaan Palestina. Sebagai penulis prolifik, hingga ajal menjemput Garaudy telah menulis lebih dari 50 buku tentang filsafat politik, sejarah, dan Islam.
Jauh sebelum hatinya disinari hidayah Illahi, ia telah mengkaji dengan cermat sejarah kebudayaan, termasuk yang berkaitan dengan legasi Islam di Eropa. Garaudy pun teguh dalam komitmennya untuk menjembatani antara Barat dan Islam.
Pemikirannya tentang khazanah pemikiran dan budaya Islam sudah berlangsung jauh sebelum hidayah Allah datang. Itu berpadu dengan rentetan pengalaman hidupnya sebagai seorang aktivis politik emansipasi.
Konteksnya adalah Eropa dalam paruh awal abad ke-20 Masehi. Kala itu, Barat mengalami rentetan konflik akbar, yakni Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Garaudy berusia 26 tahun ketika Jerman melancarkan serangan kilat (blitzkrieg) atas Polandia—langkah yang memicu PD II.
Sejak itu, fasisme meruak di Benua Eropa bagaikan virus. Paham ini mendesak negara-negara Barat ke dalam situasi terburuk di abad modern.
Dalam kondisi demikian, jiwa muda Garaudy terpanggil. “Berbeda dengan ayahnya yang ateis dan tidak percaya agama, Garaudy memilih Kristen. Dan, berbeda dengan ayahnya yang konservatif dalam berpolitik, ia memilih bergabung dengan partai revolusioner,” tulis Muhsin al-Mayli dalam biografi komprehensif tentang Roger Garaudy, Pergulatan Mencari Islam (terjemahan bahasa Indonesia, 1996).
Garaudy bergabung dan menduduki posisi penting di Partai Komunis Prancis, khususnya sejak 1933. Betapapun berseberangannya paham komunisme (dan marxisme) dengan agama, ia ketika itu masih berpegang pada kepercayaan Kristen.
Sebab, ia tidak melihat adanya kontrandiksi antara perjuangan pembebasan kelas buruh, sebagaimana semboyan Karl Marx, dan ajaran Nasrani. Dalam fase aktivisme ini, Garaudy juga menimba ilmu filsafat di Aix dan Strasbourg. Kemampuan akademisnya memang di atas rata-rata sehingga mampu mengelaborasi sejarah pemikiran dan politik Barat.
Nazi Jerman akhirnya berhasil menduduki Prancis. Imbasnya bagi Garaudy, pada September 1940 ia dan sejumlah rekan anti-fasisme ditahan. Mereka kemudian digelandang di seberang Eropa, tepatnya kawasan gurun Aljazair. Hukuman itu berlangsung 33 bulan lamanya. Namun, inilah masa kulminasi perenungan Garaudy..

Mengenal Islam
Tentu saja, Aljazair bagi Roger Garaudy ketika itu hanyalah sebuah negeri asing. Walaupun berstatus tahanan, ia berupaya tidak menjadikan mentalnya terpenjara. Banyak waktu dihabiskannya untuk membaca, termasuk menelaah kitab-kitab suci: Taurat, Injil, dan Alquran.
Berbeda dengan masa-masa di Prancis, inilah kesempatan pertamanya berinteraksi langsung dengan masyarakat Islam. Pada Maret 1941, sejumlah narapidana politik meletuskan pemberontakan, tetapi cepat dipadamkan. Komandan penjara begitu murka.
Semua narapidana yang terlibat dibariskan di lapangan terbuka. Di bawah terik matahari gurun, komandan itu menyuruh satu regu algojo, yang berkebangsaan Aljazair, untuk menembak mati mereka.
Namun, seluruh algojo itu menolak instruksi tersebut. Awalnya, Garaudy heran karena cek-cok mulut antara si komandan dan para algojo tersebut berlangsung dalam bahasa Arab yang tidak dimengertinya.
Belakangan, Garaudy mengetahui duduk perkara. Seorang sipir Aljazair mengatakan, para algojo itu bersikeras bahwa ajaran agama mereka, yakni Islam, melarang membunuh orang-orang tak bersenjata.
Ini adalah kali pertama saya mengenal Islam dalam sebuah kejadian penting dalam hidupku.Roger Garaudy
“Ini adalah kali pertama saya mengenal Islam dalam sebuah kejadian penting dalam hidupku. Dan, ini ternyata lebih banyak memberiku pelajaran (tentang Islam) daripada studi 10 tahun di Sorbonne (Prancis),” kenang Garaudy dalam sebuah memoar.
Begitu bebas dan kembali ke tanah airnya, Garaudy menjadi lebih tekun dalam mempelajari Islam. Ia lalu menerbitkan sebuah monogfraf bertajuk “Kontribusi Historis Peradaban Arab-Islam kepada Peradaban Dunia.” Teks itu di kemudian hari diterjemahkan Syekh Muhammad al-Fadhil bin ‘Asyur ke dalam bahasa Arab untuk bahan kuliah di Universitas Zaytuna tahun 1945.
Perlahan, karier akademis Garaudy mulai pulih. Namun, pemerintah Prancis yang sekular terus mencurigainya. Puncaknya, ketika Garaudy dilarang mengajar ke luar negeri, tepatnya Tunisia. Sebab, ia dituding bersikap anti-Prancis dan pro-Arab (Moor).
Adalah terlarang untuk mengatakan bahwa peradaban Arab pernah menguasai sebagian besar peradaban Eropa sampai abad ke-14.
“Adalah terlarang untuk mengatakan bahwa peradaban Arab pernah menguasai sebagian besar peradaban Eropa sampai abad ke-14,” kata Garaudy dengan nada sindir, seperti dikutip al-Mayli.
Meninggalkan komunisme
Menginjak usia 40 tahun, Garaudy kian matang dalam berpikir dan kontemplatif. Ia pun mulai meninggalkan kecenderungan positivisme. Pada 1970, ia dipecat dari Partai Komunis Prancis karena dianggap sering mengkritik komunisme.
Pemecatan ini sempat mengguncang psikologisnya. Bahkan, tulis al-Mayli, Garaudy nyaris memutuskan untuk bunuh diri karena merasa kehilangan ruang berpolitik tempatnya menyalurkan semangat revolusioner.
Namun, pada akhirnya ia tersadar, kecenderungan oposisi biner—yakni “memilih” antara komunisme dan/atau kapitalisme—hanya membuat peradaban berputar-putar pada konflik yang saling meniadakan. Padahal, yang paling layak dikejar adalah emansipasi kemanusiaan. Ia tercerahkan bahwa “manusia tidak hanya diadakan supaya menerima atau mengutuk, tetapi memulai dan mencipta.”
Manusia tidak hanya diadakan supaya menerima atau mengutuk, tetapi memulai dan mencipta.Roger Garaudy
Pada 1977, ia menulis Demi Dialog Antar-Peradaban. Karya inilah yang membuka kemasyhuran namanya sebagai tokoh lintas agama. Sebab, penulisan buku tersebut berdasarkan riset bertahun-tahun Garaudy yang telah membaca semua kitab suci dunia.
Ia berharap, kajiannya dapat turut menyingkapkan jawaban terhadap problem-problem manusia era modern. Dua buku berikutnya jelas-jelas menunjukkan sesuatu yang esensial. Bukan hanya fokusnya terhadap Islam, melainkan juga penerimaan Garaudy yang mendalam pada agama tauhid.
Kedua karya yang dimaksud adalah Promesses de l’Islam (terbit 1981; terjemahan bahasa Indonesia tahun 1982 oleh Prof HM Rasjidi) dan L’Islam Habite Notre Avenir (1981; harifiah: Islam agama masa depan).
Buku ini tuntas dikerjakan Garaudy satu tahun sebelum resmi memeluk Islam. Tidak hanya menekuni pemikiran Islam, tetapi juga sadar pada kondisi Muslimin yang masih ditindas penjajahan. Maka, simpatinya pada Palestina begitu besar.
Pada 1983, Garaudy menerbitkan L’affaire Israel (terjemahan bahasa Indonesia tahun 1992). Risalah tersebut memaparkan hasil kajian sang filsuf Muslim atas sejarah pendirian Gerakan Zionisme (politik) dan “negara” Israel. Lantaran buku ini, Garaudy sampai akhir hayatnya dituding kaum sekular sebagai penolak Holocaust.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Sang Peneliti Hadis, Syekh al-Albani
Syekh al-Albani kerap menghabiskan waktunya lama di perpustakaan untuk meneliti hadis-hadis.
SELENGKAPNYAHima, Kawasan Konservasi Alam di Zaman Nabi
Hima menjadi tempat yang mewujudkan perlindungan kelestarian binatang dan tumbuhan.
SELENGKAPNYAKH Muhammad Yunus Anis, Ketum Muhammadiyah yang Tentara
Tokoh Muhammadiyah ini pernah aktif di dunia tentara sebagai kapusroh TNI AD.
SELENGKAPNYA