
Dunia Islam
Mengapa Hanya Jenazah Muslim Bisa Disebut Almarhum?
Sebutan almarhum atau almarhumah berlaku bagi yang wafat dalam keadaan Muslim.
Dalam budaya masyarakat Indonesia, terdapat kebiasaan untuk menyebut seseorang yang sudah wafat dengan “gelar.” Laki-laki yang telah meninggal dunia disebut dengan almarhum. Adapun perempuan yang meninggal disebut dengan almarhumah.
Lantas, dari mana sebenarnya kedua istilah, almarhum dan almarhumah, tersebut? Bagaimana etika penggunaannya?
Seperti dikutip dari Suara Muhammadiyah (2010), terminologi almarhum dan almarhumah berasal dari bahasa Arab. Masing-masing berarti laki-laki dan perempuan yang dirahmati atau dikasihi. Kedua istilah itu telah masuk ke dalam bahasa Indonesia dan digunakan khusus untuk orang yang meninggal.
Gelar almarhum dan almarhumah, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diberi arti sebagai "orang yang dirahmati Allah". Itu pun menjadi sebutan kepada orang Islam yang telah meninggal. Misalnya, ketika Pak Fulan telah meninggal, maka disebutnya almarhum Pak Fulan.
Meskipun telah terjadi perubahan makna, sebenarnya kata-kata almarhum dan almarhumah tetap berisi doa untuk mereka yang telah meninggal.
Meskipun telah terjadi perubahan makna, sebenarnya kata-kata almarhum dan almarhumah tetap berisi doa untuk mereka yang telah meninggal, apatah lagi yang berpulang itu beragama Islam.
Jadi, kalau kita mengatakan, “Almarhum Buya Hamka”, itu sama saja dengan kita mengharapkan, “semoga Allah merahmati dan mengasihi Buya Hamka.”
Kalau dalam bahasa Melayu yang dipakai di negara Malaysia, orang-orang setempat menyebutnya lebih jelas lagi yaitu, “Allahyarham Fulan".
Artinya adalah “semoga Allah merahmati Fulan". Hal ini sesuai dengan bentuk lainnya dari istilah itu dalam bahasa Arab, yakni rahimahullah, yang berarti, “semoga Allah merahmatinya".
Sebutan untuk non-Muslim
Adapun untuk orang-orang kafir atau non-Muslim yang sudah meninggal, kata-kata almarhum dan almarhumah tidak boleh dikatakan kepada mereka. Yang demikian itu cukup kita panggil sebagai mendiang. Sebab, hanya orang yang wafat dalam keadaan Islam yang dirahmati Allah. Adapun orang-orang yang meninggal dalam keadaan kufur tidak dirahmati Allah SWT.
Dalilnya ialah firman Allah sebagai berikut.
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir, mereka itu mendapat laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya. Mereka kekal di dalam laknat itu; tidak akan diringankan siksa dari mereka dan tidak (pula) mereka diberi tangguh.” (QS al-Baqarah: 161-162)
Allah SWT juga berfirman:
Artinya: “Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS al-Baqarah: 217).
Ayat yang pertama menunjukkan dengan jelas bahwa orang yang kafir lalu mati dalam keadaan kufur itu akan dilaknat oleh Allah, para malaikat dan manusia sampai hari kiamat, lalu mereka akan kekal dalam laknat itu sampai masuk neraka jahannam, dan laknat tersebut menemani mereka di dalamnya sehingga siksaan mereka tidak diringankan serta tidak ditangguhkan walaupun sebentar.
Sementara ayat yang kedua juga menunjukkan dengan jelas bahwa orang yang beragama Islam lalu keluar dari agamanya itu (murtad). Kemudian ia mati dalam keadaan kufur maka amalannya di dunia dan di akhirat dianggap sia-sia (tidak diterima), dan ia termasuk penghuni neraka untuk selama-lamanya.
Jadi dengan demikian kedua ayat ini menunjukkan bahwa orang yang mati dalam keadaan kafir, baik pada asalnya ia memang orang kafir atau pada asalnya ia beragama Islam lalu murtad, tidak akan mendapat rahmat dari Allah.
Bahkan, para ulama menyatakan, kaum kafir atau mereka yang meninggal dalam keadaan tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka mereka itu mendapat laknat dan siksaan selama-lamanya di neraka kelak.
Karena itu, terdapat perbedaan pula dalam menyebut nama orang-orang yang telah wafat, yakni beda antara yang dalam keadaan Muslim dan wafat dalam kondisi kafir. Hal itu lebih pada keyakinan, bahwa rahmat Allah sudah tertutup bagi mereka yang berpulang tanpa membawa bekal iman dan Islam. Adapun bagi yang masih beriman, semoga mendapatkan kelapangan di alam kubur dan kemudahan di Hari Akhir kelak.
Maka, dapat disimpulkan bahwa orang yang mati dalam keadaan kafir itu tidak boleh disebut dengan almarhum atau almarhumah.
Sementara, orang yang tidak bisa dipastikan agamanya, maka namanya menjadi dasar pertimbangan. Jika ia memiliki nama orang Islam seperti Muhammad, Ahmad dan Abdullah maka dapat dipanggil dengan almarhum. Jika tidak tidak, cukup dipanggil mendiang.
Kisah Talut Melawan Jalut, Momen Krusial Bani Israil
Pasukan Talut berhasil melawan Jalut sehingga Bani Israil pun kembali berkuasa.
SELENGKAPNYAKetika Nabi Sulaiman Dituduh Berbuat Sihir
Orang-orang fasik ini menuduh Nabi Sulaiman berbuat sihir.
SELENGKAPNYATeladan Rasulullah di Medan Khaibar dan Dzatu ar-Riqa
Dalam Perang Khaibar maupun Dzatu ar-Riqa, Rasulullah SAW dan Muslimin petik kemenangan.
SELENGKAPNYA