
Kabar Utama
Alquran Kembali Dibakar Saat Bulan Suci Ramadhan
Otoritas Denmark diminta mengambil tindakan terhadap mereka yang bertanggung jawab.
Oleh ZAHROTUL OKTAVIANI
RIYADH -- Aksi pembakaran Alquran kembali terjadi di Eropa. Kelompok yang selama ini gencar mengampanyekan Islamofobia membakar salinan kitab suci Alquran dan bendera Turki pada hari kedua Ramadhan di depan Kedutaan Besar Turki di Kopanhagen, Denmark.
Kerajaan Arab Saudi mengutuk aksi pembakaran Alquran dan bendera Turki pada Jumat (24/3/2023) oleh para ekstremis tersebut. Bersama Yordania, Kuwait, dan Qatar, Kerajaan menentang tindakan para ekstremis dan mengatakan, tindakan tersebut memicu kebencian terhadap umat Islam, terutama selama Ramadhan.
Diketahui kelompok anti-Muslim sayap kanan Patrioterne Gar Live menyiarkan cuplikan di Facebook saat para pendukung membawa spanduk dengan pesan Islamofobia.
Kementerian Luar Negeri Turki mengecam insiden itu sebagai kejahatan rasial. Mereka menyebut tidak akan pernah menerima tindakan keji yang diizinkan dengan kedok kebebasan berekspresi.
Tidak hanya itu, kementerian juga meminta otoritas Denmark untuk mengambil tindakan terhadap mereka yang bertanggung jawab. Otoritas terkait diharapkan dapat mencegah insiden lebih lanjut, yang mengancam keharmonisan sosial dan hidup berdampingan secara damai agar tidak terjadi kembali.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri dan Ekspatriat Yordania, Sinan Majali, mengatakan bahwa tindakan tersebut memicu kebencian dan rasisme. "Membakar Alquran adalah tindakan kebencian yang serius dan manifestasi Islamofobia, yang memicu kekerasan dan penghinaan terhadap agama. Hal ini sama sekali tidak dapat dianggap sebagai bentuk kebebasan berekspresi," kata Majali dalam sebuah pernyataan dikutip di Eurasiareview, Senin (27/3/2023).
Membakar Alquran adalah tindakan kebencian yang serius dan manifestasi Islamofobia.SINAN MAJALI Jubir Kementerian Luar Negeri dan Ekspatriat Yordania
Selanjutnya, mereka mendesak otoritas Denmark untuk mencegah terulangnya tindakan serupa. Tindakan tersebut dinilai dapat memicu kekerasan dan kebencian dan mengancam hidup berdampingan secara damai.
Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri Kuwait dalam pernyataannya mengingatkan, pembakaran Alquran berisiko memicu reaksi kemarahan dari umat Islam di seluruh dunia.
Mereka lantas meminta agar para pelaku dimintai pertanggungjawaban. Pihaknya juga mendesak otoritas untuk memastikan bahwa kebebasan berekspresi tidak digunakan untuk menyinggung Islam atau agama lain.
Pemerintah Qatar mengutuk aksi pembakaran salinan Alquran ini dengan istilah paling kuat. Mereka memperingatkan bahwa insiden terbaru ini seolah mewakili eskalasi berbahaya dari insiden yang menargetkan umat Islam.
"Pembakaran Alquran di bawah klaim kebebasan berekspresi seolah mengancam nilai-nilai hidup berdampingan secara damai, serta mengungkapkan standar ganda yang menjijikkan," tulis Kementerian Luar Negeri Qatar dalam sebuah pernyataan.

Tidak hanya itu, Kementerian Luar Negeri Qatar juga menegaskan kembali penolakan Qatar terhadap segala bentuk ujaran kebencian berdasarkan kepercayaan, ras, atau agama. Mereka meminta masyarakat internasional menolak kebencian, diskriminasi, hasutan, dan kekerasan, sekaligus menggarisbawahi pentingnya menegakkan prinsip-prinsip dialog dan saling pengertian.
Aksi ini bukanlah hal baru. Sejak awal tahun, beberapa demonstrasi pembakaran Alquran telah dilakukan di Eropa. Rasmus Paludan, seorang ekstremis Swedia-Denmark, yang berprofesi sebagai pengacara dan ketua partai Garis Keras Denmark, membakar salinan Alquran di luar Kedutaan Besar Turki di Stockholm pada 21 Januari.
Pekan berikutnya, pada 27 Januari, ekstremis lain membakar salinan Alquran di luar masjid di Denmark. Di Belanda, lebih tepatnya di Den Haag pada 23 Januari, Edwin Wagensveld, seorang ekstremis sayap kanan Belanda dan pemimpin kelompok nasionalis Jerman PEGIDA (Patriotik Eropa melawan Islamisasi Barat), merobek halaman Alquran untuk kemudian dibakar.
Imam Besar Islamic Center New York, Shamsi Ali, sebelumnya meyakinkan bahwa aksi pembakaran Alquran sama sekali tidak akan pernah mengurangi betapa mulianya kitab suci umat Islam itu. Presiden Nusantara Foundation ini menuturkan, rentetan kejadian bernuansa Islamofobia tersebut menjadi pemicu bagi terjadinya reaksi keras dari kalangan Umat dan dunia Islam.
Menurut Shamsi Ali, pembakaran alquran ini dimotivasi oleh kebencian kepada Islam karena semakin berkembang melaju cepat di negara-negara Barat. Islam diprediksi oleh banyak kalangan akan menjadi agama mayoritas di banyak negara, bahkan secara global pada masa yang tidak lama lagi. “Di berbagai negara Eropa, seperti Inggris, Jerman, Prancis, dan banyak lagi Islam semakin tampil di mainstream bahkan pemerintahan,” kata Shamsi Ali.
Di berbagai negara Eropa, seperti Inggris, Jerman, Prancis, dan banyak lagi Islam semakin tampil di mainstream bahkan pemerintahan.IMAM SHAMSI ALI
Aksi pembakaran salinan Alquran ini kerap dilakukan dengan dalih kebebasan berekspresi, seperti yang diklaim oleh Rasmus Paludan. Namun, menurut Shamsi Ali, ini hanyalah alasan yang selalu dipakai sebagai justifikasi dari aksi-aksi seperti ini, termasuk pembakaran Kitab Suci dan penghinaan kepada Nabi Muhammad SAW.
“Sejujurnya, saya justru semakin bingung memahami arti kebebasan dalam pandangan Barat atau Eropa. Kebingungan saya itu semakin menjadi-jadi karena sering kali kebebasan itu dipandang secara sepihak dan penuh ketidakjujuran,” ujarnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Penembakan saat Shalat Tarawih terkait Penyanderaan Pilot?
Polres Puncak Jaya mengimbau umat Islam tak shalat tarawih di masjid.
SELENGKAPNYAMengenal Masyithah, Tukang Sisir Firaun
Masyithah dan anak-anaknya gugur sebagai syuhada usai disiksa Firaun.
SELENGKAPNYA