
Konsultasi Syariah
Persaingan Usaha
Bagaimana tuntunan syariah tentang persaingan usaha?
DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalamualaikum wr wb.
Dalam perdagangan, persaingan dengan pedagang lain menjadi hal yang lazim dan tidak dapat terhindarkan. Bagaimana tuntunan syariah tentang persaingan usaha? Mohon penjelasan Ustaz.-- Amir, Depok
Waalaikumussalam wr wb.
Jawaban atas pertanyaan tersebut bisa dijelaskan dalam poin-poin berikut. Pertama, sesungguhnya membangun suasana persaingan usaha yang sehat itu fitrah dan maslahat. Suasana persaingan itu dibutuhkan karena sudah menjadi fitrah setiap orang ingin menjadi terbaik/pemenang.
Suasana persaingan usaha itu menjadi tempat yang kondusif bagi fitrah ini sehingga mempercepat kinerja dan produktivitas dengan suasana.
Beberapa contoh persaingan atau kompetisi dalam kebaikan, seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar RA dan Umar RA, di mana mereka berkompetisi untuk menjadi yang terbaik. Ternyata kompetisi tersebut dimenangkan oleh Abu Bakar RA karena ia yang paling banyak menunaikan aktivitas terbaik pada setiap pagi.

Kedua, adab-adab persaingan usaha. Agar persaingan usaha sesuai dengan fitrahnya, memotivasi kinerja tetapi persahabatan bisnis tetap terjaga, maka ada adab-adab persaingan usaha yang harus ditunaikan.
(a) Adab-adab bagi otoritas:
(1) Otoritas intervensi membuat regulasi yang adil dan menjamin terpenuhinya suasana persaingan yang sehat.
(2) Melakukan pengawasan agar regulasi ini tetap dalam koridornya dan bisa diimplementasikan dengan sebaik-baiknya.
(3) Mengatur dan melarang transaksi terlarang dalam persaingan usaha tidak sehat, seperti monopoli dan penipuan.
(4) Melakukan kebijakan, seperti intervensi menentukan harga barang, tetapi dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada pasar, terutama kepada para pelaku usaha kecil.
(b) Adab-adab yang harus dilakukan oleh pelaku usaha dalam persaingan bisnis:
(1) Komitmen dengan aturan, tidak melakukan tindakan ilegal (yang bertentangan dengan aturan).
(2) Tidak melakukan transaksi terlarang menurut syariah, seperti rekayasa, penipuan, dan monopoli.
(3) Semangat persaingan usaha menjadi yang terbaik dengan cara-cara yang natural, seperti meningkatkan kualitas/mutu komoditas yang diperjualbelikan dan kualitas marketing.
(4) Tetap menjaga suasana persaudaraan (ukhuwah) dan persahabatan.
(5) Menjaga hati saat dalam persaingan yang sehat agar tidak berubah menjadi iri dan dengki, menjaga semangat dan etos tinggi untuk menjadi yang terbaik agar tidak berubah menjadi cara-cara yang ilegal. Maksudnya ialah menjaga hati agar ini dilakukan untuk Allah SWT, sesuai regulasi, tidak ada iktikad dan cara yang tidak baik.
Ketiga, dalil dan tuntunan. Di antara dalil dan tuntunan yang menegaskan bahwa kompetisi termasuk persaingan usaha itu - pada prinsipnya - sesuatu yang baik dan positif, sebagaimana firman Allah SWT: “... Bersegera dalam (melakukan) kebaikan-kebaikan ....” (QS al-Mu'minun (23): 61). Sebagaimana firman Allah SWT: “... Maka berlomba-lombalah kamu dalam berbagai kebajikan ....” (QS al-Baqarah (2): 148). Sebagaimana firman Allah SWT: “Laknya terbuat dari kasturi. Untuk (mendapatkan) yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba” (QS al-Mutaffifin (83): 26).
Berdasarkan dalil-dalil tersebut maka bersaing/berkompetisi dalam kebaikan itu menjadi tuntunan dan perintah nash-nash tersebut. Sebaliknya, ketiadaan suasana kompetitif dan semangat kinerja yang kurang itu bertentangan dengan nash tersebut.
Sedangkan, kompetisi yang tidak sehat atau persaingan usaha yang tidak sehat itu apabila berubah menjadi dengki dan menghalalkan segala cara sebagaimana dijelaskan oleh al-Qurthubi dengan ungkapan al-hasad al-madzmum (hasad yang tercela).

Keempat, persaingan usaha yang terlarang. Sebagaimana dijelaskan dalam regulasi bahwa persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha (UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat).
Di antara hal yang dilarang adalah: (1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (2) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
(3) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa apabila: (a) barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substansinya; atau (b) mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau (c) satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu (UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat). Wallahu a’lam.
Misteri Hubungan Jawa dengan Imperium Utsmani
Sistem kepangkatan di dalam pasukan Pangeran Diponegoro juga dibuat sesuai dengan Turki Utsmani.
SELENGKAPNYASejarah Permulaan Penulisan Sirah
Penulisan biografi atau Sirah an-Nabawiyah menjadi perhatian para sarjana sejak abad-abad pertama Hijriyah.
SELENGKAPNYAMemahami Makna Shalat Tarawih, Qiyamulail, dan Tahajud
Shalat pada malam hari dinamakan qiyamulail sekaligus juga tahajud
SELENGKAPNYA