Tokoh pemberdayaan sosial dari Muhammadiyah, Dr Said Tuhuleley. | DOK MPM PP Muhammadiyah

Mujadid

Dr Said Tuhuleley, Sang Pembela Kaum Miskin-Dhuafa

Tokoh Muhammadiyah ini berjuang dalam pemberdayaan kaum miskin-dhuafa.

Namanya diabadikan menjadi nama sebuah klinik apung--layanan kesehatan primer dengan konsep mobile kapal laut--yang diluncurkan Muhammadiyah di Kepulauan Maluku beberapa tahun lalu.

Bukan hanya bahwa sang tokoh berasal dari Maluku, penyematan namanya pun didasarkan pada kenangan dan respek yang kuat tentangnya. Semasa hidupnya, aktivis yang wafat pada 9 Juni 2015 itu banyak berkiprah dalam pemberdayaan masyarakat, termasuk yang tinggal di daerah-daerah pelosok Indonesia.

Sosok pejuang yang dimaksud adalah Dr Said Tuhuleley. Khususnya di lingkungan Persyarikatan, ia dikenal sebagai perintis Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Setidaknya dalam rentang satu dekade (2005-2015), tokoh kelahiran Saparua, 22 Mei 1953, itu memimpin majelis tersebut.

 
Dalam kapasitasnya itu, Dr Said Tuhuleley dengan intensif dan totalitas menggerakkan kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat. Ia menghayati betul dampak kemiskinan bagi manusia.
 
 

Dalam kapasitasnya itu, Bang Said--demikian panggilan akrabnya--dengan intensif dan totalitas menggerakkan kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat. Ia menghayati betul dampak kemiskinan bagi manusia. Karena itu, seluruh energi yang ia miliki dikerahkan untuk mengembalikan martabat para fakir miskin agar sejajar dengan manusia lain yang telah merasakan kondisi hidup yang lebih baik.

Bang Said dengan sangat tekun mengimplementasikan Tauhid Sosial dalam praksis nyata. Gagasan Tauhid Sosial dicetuskan oleh ketua umum PP Muhammadiyah 1995-1998 Prof Amien Rais. Dalam hal ini, tauhid menjadikan Islam sebagai agama untuk keadilan (the Religion of Justice).

Tauhid tak sekadar mengakui bahwa Allah Maha Esa, tetapi juga membebaskan umat manusia dari segala bentuk pembelengguan, termasuk belenggu ketidakberdayaan dan sistem yang tidak adil.

Mereka yang lemah dan tertindas (dhuafa-mustadh’afin) harus dibebaskan dari segala praktik ketidakadilan. Saat memberikan sambutan dalam acara penganugerahan gelar doktor kehormatan (honoris causa) kepada Bang Said, rektor UMM saat itu Prof Muhadjir Effendy mengatakan, inisiator MPM tersebut selalu intens mengamalkan Tauhid Sosial.

Kalimat tahlil yang juga menyimbolkan tauhid, "Laa ilaaha illa Allah", begitu agung karena dengannya pintu-pintu surga dibuka. Maka, lanjut Prof Muhadjir, Bang Said termasuk para pemburu surga yang datang langsung ke tempat-tempat kaum dhuafa-mustadh’afin berada. Di sana, bang Said dengan MPM hadir untuk membuat para penghuninya ter-manusia-kan.

"Mereka datang untuk meninggalkan sesuatu yang bermakna. 'Inna waladan shalihan ayyatruka fikulli makanin yahillu fihi atsarun shalihun.' 'Sesungguhnya orang yang saleh itu adalah orang yang datang di suatu tempat dan ia tinggalkan di tempat itu tanda-tanda yang bermakna,'" ujar Prof Muhadjir, seperti dilansir dari laman resmi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Profil sang pejuang

Dr Said Tuhuleley lahir di Desa Kulur, Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Ia berasal dari keluarga santri. Ayahnya bernama Abdullah, sedangkan ibundanya adalah Aminah.

Bersama dengan kakaknya, ia menghabiskan masa remaja di Saparua hingga lulus SMA negeri. Tidak hanya sibuk belajar, keduanya pun aktif sebagai pengurus organisasi intra-sekolah dan Pelajar Islam Indonesia (PII).

Seperti dikutip dari buku Jejak Langkah Said Tuhuleley karya Agung Prihantoro, pada 1970-an Said Tuhuleley sudah memegang ijazah sarjana muda. Setelah itu, putra daerah Maluku ini memutuskan untuk merantau ke Pulau Jawa bersama dengan sejumlah temannya. Pemuda yang berjiwa sosial tinggi ini melanjutkan pendidikannya di IKIP Negeri Yogyakarta (kini Universitas Negeri Yogyakarta).

Saat menjadi mahasiswa, Said Tuhuleley terlibat aktif dalam sejumlah organisasi intra dan ekstra kampus. Pada masa ini pula, kepiawaiannya sebagai seorang penulis kian tampak. Tulisan-tulisannya mulai muncul di beberapa media kampus. Bahkan, dirinya pernah menjadi redaktur majalah Derap Mahasiswa.

 
Ia sempat ditangkap aparat dan dipenjara di Rumah Tahanan Militer, Semarang, Jateng, tanpa melalui proses pengadilan.
 
 

Kala itu, aktivisme kaum mahasiswa menghadapi tantangan dari rezim Orde Baru yang dipimpin presiden Soeharto. Said muda sebagai seorang mahasiswa yang aktivis pun turut merasakan dinamika zaman ini. Bahkan, ia sempat ditangkap aparat dan dipenjara di Rumah Tahanan Militer, Semarang, Jateng, tanpa melalui proses pengadilan.

Usai bebas dari penjara, ia tetap melanjutkan perjuangannya. Perannya terutama sebagai mentor bagi aktivis-aktivis pergerakan mahasiswa. Pada saat yang sama, kader Muhammadiyah ini juga terus menggiatkan kiprahnya di Lembaga Dakwah Kampus (LDK) yang berpusat di Masjid al-Mujahidin, Kampus IKIP Yogyakarta.

Pada 1982, Said lulus dari universitas tempatnya menimba ilmu. Bagaimanapun, keaktifannya tidak surut sama sekali. Ia turut membesarkan Pondok Pesantren Budi Mulia (PPBM) Yogyakarta--yang ketika itu turut menjadi pusat berkumpulnya aktivis-aktivis Muslim prodemokrasi.

Dengan penuh keikhlasan, Bang Said menempa tunas-tunas umat, khususnya para pemuda dan mahasiswa. Harapannya, mereka bisa berkiprah di tengah masyarakat dengan potensi intelektual dan wawasan keislaman yang memadai.

Ia pun mengabdi sebagai dosen di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Dalam kuliahnya, ia selalu menekankan pentingnya bukan hanya bekal teori-teori keilmuan, tetapi juga semangat menerapkan dan mewujudkan perubahan di tengah masyarakat. Selalu ditekankannya bahwa perberdayaan bagi kelompok-kelompok yang rentan sangatlah penting.

Khususnya di lingkungan PPBM, ia menggagas program Santri Hijrah atau disebut sebagai "kuliah kerja nyata" (KKN) khas mahasiswa-santri. Inilah sebuah gerakan dalam bidang pemberdayaan di kampung-kampung, terutama wilayah Yogyakarta.

photo
Buku terbitan PPBM, Jejak Langkah Said Tuhuleley - (DOK IST)

Di lingkup Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Bang Said berkiprah selama dua dekade. Ia pernah mengisi posisi di operator kegiatan, manajer dan konsultan. Pada 2005, ia dipercaya sebagai ketua MPM PP Muhammadiyah selama dua periode (2005–2010 dan 2010-2015).

Pada 19 Desember 2014, ia mendapatkan anugerah gelar Doktor Honoris Causa (HC) dalam bidang pemberdayaan masyarakat dari UMM. Menurut rektor UMM ketika itu, Prof Muhadjir, bukanlah hal yang mudah bagi pihaknya untuk memberikan titel demikian. Sebab, Bang Said dengan keikhlasannya dalam setiap kiprah di tengah umat, bukanlah seorang tokoh yang mau dengan mudahnya menerima sebuah penghargaan.

"Bagi UMM ini adalah pemberian gelar Doktor Honoris Causa pertama setelah berusia 50 tahun dan telah meluluskan 20 doktor. Namun yang terpenting dan substantif dari pemberian gelar doktor kehormatan tersebut adalah karena yang bersangkutan (Bang Said) memang layak mendapatkannya," kata Muhadjir, dilansir dari Suara Muhammadiyah.

Betapa banyak aktivis, warga Muhammadiyah, dan kaum Muslimin umumnya yang mengagumi dan bahkan mencintai sosok Bang Said. Qadarullah, Allah Ta'ala lebih mencintainya. Beberapa bulan usai menerima doktor HC dari UMM, kesehatan pejuang kemanusiaan ini terus menurun.

 
Ia beberapa kali melakukan kunjungan ke beberapa daerah di wilayah Indonesia timur dalam rangka tugas pemberdayaan umat. Hingga kemudian, sakit membuatnya terpaksa beristirahat.
 
 

Fisiknya melemah, tetapi semangatnya tetap membara. Ia beberapa kali melakukan kunjungan ke beberapa daerah di wilayah Indonesia timur dalam rangka tugas pemberdayaan umat. Hingga kemudian, sakit membuatnya terpaksa beristirahat.

Dr Said Tuhuleley wafat pada 9 Juni 2015 dalam usia 62 tahun. Kepergiannya menyisakan duka yang amat mendalam, khususnya bagi keluarga dan seluruh warga Muhammadiyah. Lautan manusia menshalati jenazahnya.

Jenazahnya kemudian dikebumikan di lokasi pemakaman tokoh-tokoh Muhammadiyah, yakni kawasan kampung Karangkajen, Mergangsan, Yogyakarta. Kuburannya hanya berjarak beberapa meter dari makam sang pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan.

Dalam obituari yang diterbitkan Suara Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif mengenang Bang Said sebagai "pembela sejati rakyat miskin" dan "pelopor pilar ketiga gerakan Muhammadiyah." Adapun Prof Amien Rais memandang almarhum sebagai "pejuang kaum dhuafa dan mustadhafin."

photo
Klinik Apung Said Tuhuleley milik Muhammadiyah. - (DOK LAZISMU JATIM)

Untuk mengenang jasa-jasanya, PP Muhammadiyah menamakan sebuah klinik apung milik organisasi ini sebagai Klinik Apung Said Tuhuleley.

Tentunya, menjadi harapan besar bahwa Persyarikatan, khususnya pada lini MPM PP Muhammadiyah, mampu meneruskan cita-cita almarhum: pengentasan kemiskinan sehingga umat berdaya dan bertauhid semurni-murninya.

 
Selama rakyat masih menderita, tak ada kata istirahat.
Dr Said Tuhuleley
 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Sejarah Permulaan Penulisan Sirah

Penulisan biografi atau Sirah an-Nabawiyah menjadi perhatian para sarjana sejak abad-abad pertama Hijriyah.

SELENGKAPNYA

Kala Tokoh Musyrik Terpesona Keindahan Alquran

Terpesonanya tokoh musyrik ini akan Alquran ternyata tidak berarti hatinya menerima Islam.

SELENGKAPNYA

Memahami Makna Shalat Tarawih, Qiyamulail, dan Tahajud

Shalat pada malam hari dinamakan qiyamulail sekaligus juga tahajud

SELENGKAPNYA