
Kisah
Menjaga Rahasia Nabi
Mereka menjaga rahasia Nabi Muhammad SAW dengan amanah.
Menjelang wafatnya, Nabi Muhammad SAW sempat mengalami sakit. Dalam kondisinya yang lemah, Rasulullah SAW berada di rumahnya. Para istri beliau berkumpul, begitu pula anaknya.
Kemudian, Nabi SAW memanggil putrinya, Fathimah az-Zahra. Anak perempuannya itu kemudian duduk di dekat sang ayah. Rasul SAW lalu membisikkan sesuatu kepadanya.
Istri-istri Nabi SAW terkejut karena mendengar Fathimah yang menangis tiba-tiba. Namun, beberapa saat kemudian mereka melihat, sang putri Rasul SAW tersenyum dan tertawa. Pemandangan yang cukup aneh itu disaksikan pula oleh ‘Aisyah RA.
Istri-istri Nabi SAW terkejut karena mendengar Fathimah yang menangis tiba-tiba. Namun, beberapa saat kemudian mereka melihat, sang putri Rasul SAW tersenyum dan tertawa.
Setelah Fathimah selesai dan kembali ke ruangan tempat para istri Nabi SAW berada, ‘Aisyah pun mendekatinya. Karena penasaran, putri Abu Bakar ash-Shiddiq itu lantas bertanya kepadanya, “Wahai Fathimah, apakah yang Rasulullah SAW sampaikan kepadamu tadi? Kami melihat engkau menangis, tetapi tidak lama kemudian engkau riang dan tertawa.”
Namun, permintaan implisit untuk mengungkapkan isi bisikan Rasul SAW itu ditolak secara halus oleh Fathimah. “Aku tidak akan membuka rahasia Rasulullah SAW,” katanya. Sang ummul mu`minin memahami, sehingga tidak bertanya lagi.
Barulah sepeninggalan Rasulullah SAW, rahasia itu diungkapkan Fathimah. Isi bisikan beliau meliputi dua hal, yaitu bahwa ajal Nabi SAW ketika itu kian dekat. Beliau pun mengapresiasi putrinya dan menyebutnya sebagai pemimpin perempuan Mukmin atau wanita penghulu surga.
“Di sisi lain, Rasulullah SAW menceritakan bahwa aku termasuk wanita pemuka ahli surga bersama dengan Maryam binti ‘Imran. Maka aku pun tertawa gembira mendengar itu,” jawab Fatimah, sebagaimana dinukil dari hadis riwayat Tirmidzi.
Di sisi lain, Rasulullah SAW menceritakan bahwa aku termasuk wanita pemuka ahli surga bersama dengan Maryam binti ‘Imran. Maka aku pun tertawa gembira mendengar itu.
Dalam riwayat lainnya, dijelaskan alasan yang agak berbeda meskipun intinya sama.
“Suatu saat aku bertanya pada Fatimah,” kata Aisyah, “apa yang menyebabkan engkau menangis dan tertawa saat Rasulullah SAW pada waktu itu membisikimu?”
Fathimah menjawab, “Rasulullah membisikiku tentang kematiannya, aku pun menangis. Rasulullah juga membisikiku bahwa aku ini keluarga beliau yang pertama kali akan menyusulnya, dan aku pun tertawa mendengar itu.”
Tawa tersebut bernada bahagia lantaran itu berarti sang Muslimah akan berjumpa lagi dengan ayahanda tercinta.
Menjaga rahasia
Kisah di atas menegaskan pentingnya menjaga rahasia. Apalagi, yang dirahasiakan itu berasal dari lisan Nabi Muhammad SAW. Betapa pentingnya tidak mengumbar-umbar rahasia karena sikap itu adalah bagian dari amanah.
Kisah lainnya juga pernah dinukil. Anas bin Malik saat masih kanak-kanak dahulu pernah dipanggil Rasulullah SAW. Maka ia tinggalkan permainannya bersama dengan kawan-kawan sebaya.
“Beliau lalu mengutusku untuk suatu keperluan sehingga aku terlambat pulang untuk menemui ibuku, Ummu Salim. Setiba di rumah, aku mendapat pertanyaan dari ibu perihal sebab keterlambatanku itu. ‘Apakah yang menahanmu hingga terlambat pulang?’ tanya Ibu.”
Menghadapi selidik ibunya, Anas bin Malik tidak menjawab sepatah kata pun. Cukup memberi isyarat bahwa dirinya terlambat sebab keperluan, yakni disuruh Rasulullah SAW.
“Keperluan apa?” tanya Ummu Salim lebih lanjut.
“Itu rahasia,” katanya.
Ummu Salim langsung paham dan berkata, “Engkau benar. Janganlah sekali-kali membuka rahasia Rasulullah SAW kepada siapapun.”
Rahasia dalam bahasa Arab disebut sebagai sirr. Menjaga rahasia mengindikasikan kadar akhlak karimah seseorang. Itu berlaku dalam beragam peran.
Sebagai seorang suami, misalnya, seorang Muslim berkewajiban menyimpan rahasia istri, anak, dan keluarganya. Demikian pula sebaliknya. Pada intinya, tiap anggota keluarga memiliki kewajiban yang sama, yaitu menutup rapat-rapat rahasia.
Setiap karyawan bertanggung jawab mengamankan rahasia perusahaan tempatnya mencari nafkah. Perkara yang dianggap rahasia dan tidak boleh terbongkar oleh pihak lain itu wajib dijaga.
Hal ini mengingat persaingan di dunia bisnis terkadang menafikan batas etika. Bisa jadi, di dunia industri, misalnya, perusahaan tertentu mencoba mencuri formula dan temuan teranyar dari sebuah pabrik.
Menjaga rahasia yang sifatnya terpuji merupakan salah satu bentuk amanah, memenuhi janji, dan tanda perilaku yang tenang.
Mahmud Al Mishri dalam bukunya, Mausu’ah an Akhlaq ar-Rasul (Ensiklopedi Akhlak Rasulullah) mengatakan, menjaga rahasia yang sifatnya terpuji merupakan salah satu bentuk amanah, memenuhi janji, dan tanda perilaku yang tenang. Menjaga rahasia yang terpuji adalah menyembunyikan rahasia atau aib orang lain yang dipercayakan kepada seseorang untuk menyimpannya.
Pun dengan mereka yang memiliki rahasia. Jangan mudah membicarakannya dengan sembarang orang.
Berkata Ali bin Abi Thalib, “Rahasiamu adalah tawananmu. Jika kamu telah membicarakannya kepada orang lain, berarti kamu telah melepaskannya.”
Ziarah Kubur Jelang Ramadhan di Makam Para Syuhada
Dalam perspektif Islam korban meninggal akibat wabah memiliki nilai kematian setara syuhada
SELENGKAPNYACikal-Bakal Laskar Hizbullah
Laskar Hizbullah, yang diisi kalangan santri, didirikan pada era pendudukan Jepang.
SELENGKAPNYARamalan Rasulullah dan Akhir Imperium Persia
Ramalan Rasulullah SAW tentang kehancuran Imperium Persia terbukti benar adanya.
SELENGKAPNYA