Nurcholish Madjid | Daan Yahya/Republika

Refleksi

Mereka Itu tidak Sama

Agama telah mengajarkan kita suatu sikap toleran terhadap umat beragama lain.

Oleh NURCHOLISH MADJID

Para pemimpin Islam sering mengemukakan: Islam adalah agama toleran, yang menghargai agama-agama lain. Banyak dukungan ajaran untuk pandangan ini. Akan tetapi, yang amat diperlukan dewasa ini --apalagi di tengah banyak amuk massa yang sering mengatasnamakan agama untuk konflik-konflik sosial-- ialah sosialisasi pandangan toleransi tersebut sehingga diketahui, dimengerti, dihayati, dan diamalkan oleh semua lapisan umat Islam.

Sekalipun ajaran tersebut lebih berat pada segi keharusan normatif, yang dalam banyak hal pelaksanaannya sangat tergantung pada kenyataan, namun kesadaran mengenai hal tersebut akan menghasilkan tindakan yang berbeda daripada jika orang tidak menyadarinya sama sekali.

Dari sudut ajaran Islam, kerukunan umat beragama merupakan akibat wajar dari sistem keimanannya. Nabi Muhammad s.a.w. diperintahkan oleh Allah untuk menegaskan bahwa beliau bukan pertama di kalangan para utusan Allah (QS. 46: 9). Juga ditegaskan bahwa Nabi Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, yang sebelumnya telah lewat rasul-rasul lain (QS Ali Imran [3]: 144). 

Oleh karena itu, Nabi SAW juga menegaskan bahwa agama para rasul itu semuanya adalah satu dan sama, sekalipun syariatnya berbeda-beda. 
 
SHARE     

Oleh karena itu, Nabi SAW juga menegaskan bahwa agama para rasul itu semuanya adalah satu dan sama, sekalipun syariatnya berbeda-beda. Kesatuan agama para nabi dan rasul itu, sebagaimana disebutkan dalam Alquran, adalah karena semua berasal dari pesan atau ajaran Allah (QS 42: 13).

Jadi, sudah seharusnya kita menghormati keberadaan agama-agama itu tanpa membeda-bedakannya. Justru perasaan berat untuk bersatu dalam agama itu disebutkan sebagai sikap kaum musyrik, penyembah berhala (kaum pagan).

Sedangkan perbedaan anatarberbagai agama itu hanyalah dalam bentuk-bentuk jalan (syir'ah atau syari'ah) dan cara (minhaj) menempuh jalan itu. Perbedaan tersebut hendaknya tidak menjadi halangan, tetapi menjadi pangkal berlomba-lomba menuju kebaikan. Manusia tidak perlu mempersoalkan perbedaan itu, sebab kelak di Hari Kemudian Allah akan menjelaskan tentang itu semua (QS 5: 48).

Lebih jauh disebutkan dalam Alquran bahwa Allah telah mengutus rasul kepada setiap umat di muka bumi, tanpa kecuali, dan semua rasul itu mengajarkan Ketuhanan Yang Maha Esa serta perlawanan kepada tirani. Manusia dipersilakan mengembara di bumi dan melihat sendiri, serta meneliti bagaimana akibat mereka yang menolak kebenaran. 

Lebih jauh disebutkan dalam Alquran bahwa Allah telah mengutus rasul kepada setiap umat di muka bumi, tanpa kecuali. 
 

Juga disebutkan dalam Alquran bahwa setiap kelompok manusia atau bangsa mempunyai penunjuk jalan kebenaran, dan tidak ada satu umat pun yang padanya tidak pernah tampil seorang pembawa peringatan (lihat, QS 16: 36; 13: 7; 35: 24; 40: 78). Karena setiap bangsa pernah menampilkan utusan Tuhan, maka jumlah mereka banyak sekali dan tidak semuanya diceritakan dalam Al-Qur'an (QS 40: 78). Menurut Nabi SAW. sendiri, jumlah para rasul Allah itu sepanjang masa dan di seluruh muka bumi mencapai tiga ratus lima belas atau sekitar itu. Setiap Muslim wajib percaya kepada nabi dengan semua ajarannya dalam kitab-kitab suci, tanpa membeda-bedakan seorangpun di antara mereka (QS 2: 136).

Memang suatu kenyataan yang tidak dapat diingkari bahwa tidak semua ajaran dan kitab-kitab para nabi itu telah terpelihara dengan baik sepanjang masa, sehingga memang ada kemungkinan mengalami pengubahan-pengubahan tidak sah oleh tangan-tangan manusia.

Akan tetapi, lepas dari soal itu, Alquran diturunkan pertama-tama adalah untuk mendukung kebenaran kitab-kitab suci yang ada di tangan umat manusia dan melindunginya (QS 5: 48), dan untuk meluruskan mana yang telah menyimpang karena ulah manusia itu. (QS 2: 185). Pada dasarnya Alquran tetap mengakui bahwa kitab-kitab suci yang lalu itu mengandung kebenaran yang harus dijalankan oleh para pengikutnya. Oleh karena itu, Allah memerintahkan kaum Yahudi dan Kristen untuk dengan sungguh-sungguh menjalankan ajaran yang ada dalam kitab suci mereka masing-masing (QS 5: 44, 47). 

Memang suatu kenyataan yang tidak dapat diingkari bahwa tidak semua ajaran dan kitab-kitab para nabi itu telah terpelihara dengan baik sepanjang masa. 
 

Bahkan Allah menjanjikan bahwa jika mereka menjalankan ajaran kitab suci masing-masing, maka rizki dan kemakmuran akan dilimpahkan ''dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka'' (QS 5: 66).

Menurut Ibnu Taimiyah, kewajiban orang Yahudi dan Kristen menjalankan ajaran kitab suci mereka itu berlaku sepanjang masa, jika mereka tidak pindah agama (misalnya ke dalam Islam). Ibn Taymiyah juga berpendapat bahwa sampai sekarang kitab-kitab suci Taurat dan Injil itu masih banyak mengandung kebenaran.

Perubahan, menurutnya, hanya terjadi pada hal-hal yang bersifat berita (seperti berita tentang bakal tampilnya Nabi Muhammad SAW.) dan beberapa perintah saja. Lebih jauh lagi, menurut Ibnu Taimiyah, golongan terbanyak kaum Salaf menganut pandangan bahwa ajaran dalam kitab-kitab suci itu berlaku juga untuk umat Islam, selama persoalannya tidak dengan jelas di-nasakh oleh Alquran (lihat, dalam kitabnya, Al-Jawab a-shahih li man baddala Din al-masih, 4 jilid, Beirut, Mathabi' al-Majd al-Tijariyah, tanpa tahun jilid 1, hh. 371-375).

Oleh karena itu, umat Islam sebaiknya mempelajari kitab-kitab suci itu, meski dengan sikap kritis terhadap hal-hal yang berbeda dengan Alquran. Itulah yang dilakukan oleh para ulama Salaf, seperti Ibn Taymiyah dan Syahristani.

Berpangkal dari berbagai pandangan asasi mengenai toleransi Islam ini, Alquran mengajarkan bahwa umat Islam harus menghormati semua pengikut kitab suci (Ahl al-Kitab). Sama halnya dengan semua kelompok manusia, termasuk umat Islam sendiri, di antara kaum pengikut kitab suci itu ada yang lurus dan ada yang tidak. Dari mereka ada yang memusuhi kaum beriman, tapi juga ada yang menunjukkan sikap persahabatan yang tulus. 

Oleh karena itu, umat Islam sebaiknya mempelajari kitab-kitab suci itu, meski dengan sikap kritis terhadap hal-hal yang berbeda dengan Alquran. 
 

Dalam Alquran disebutkan terutama kaum Nasrani sebagai yang paling dekat rasa cintanya kepada kaum beriman, karena di antara mereka ada pendeta-pendeta dan rahib-rahib, dan mereka tidak sombong (QS 5: 82). Bahkan Alquran memperingatkan hendaknya kaum beriman tidak melakukan generalisasi terhadap Ahli Kitab berkenaan dengan sikap spesifik mereka.

Di antara golongan penganut kitab suci ada umat yang konsisten, yang senantiasa membaca ajaran-ajaran Allah di tengah malam dan beribadat, beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, melakukan amar ma'ruf nahi munkar dan bergegas dalam berbagai kebaikan.

Alquran menyebut mereka itu tergolong orang-orang yang saleh, dan menegaskan bahwa kebaikan apapun yang mereka lakukan tidak akan ditolak. Bunyi lengkap terjemahan ayatnya, ''Mereka ahli Kitab itu tidaklah sama. Di antaranya ada golongan yang lurus, membaca ajaran-ajaran Allah pada waktu malam, dan bersujud. Mereka beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, dan menganjurkan yang baik dan melarang yang jahat, dan mereka bergegas dalam berbagai kebajikan. Mereka tergolong orang-orang yang saleh. Apapun kebajikan yang mereka kerjakan, mereka tidak akan diingkari. Allah Maha Tahu tentang orang-orang yang bertaqwa." (QS 3: 113-115). 

Demikianlah, agama telah mengajarkan kita suatu sikap toleran terhadap umat beragama lain. 
 

Demikianlah, agama telah mengajarkan kita suatu sikap toleran terhadap umat beragama lain. Nabi SAW. sendiri, sementara beliau keras kepada kaum musyrik, namun menjaga pergaulan yang sangat baik dengan kaum Nasrani yang lurus.

Terhadap mereka Alquranmengatakan bahwa kaum beriman tidak boleh berdebat kecuali dengan cara yang lebih baik, dari segi cara maupun isinya. Dan terhadap mereka itu pula, kaum beriman tidak dilarang untuk bergaul dengan baik dan bersikap jujur (QS 29: 46 ; 60: 8).

Disadur dari Harian Republika edisi 30 Mei 2001. Nurcholish Madjid (1938-2005) adalah mantan rektor Universitas Paramadina. Ia salah satu budayawan dan pemikir Muslim paling berpengaruh di Indonesia.

Tamsil, Metode Pendidikan Rasulullah

Salah satu metode pendidikan ala Rasulullah SAW ialah permisalan.

SELENGKAPNYA

Inilah 12 Kaum yang Diazab Allah

Alquran mengisahkan 12 kaum yang diazab Allah lantaran dosa-dosa mereka.

SELENGKAPNYA

Berkah Bunga Para Peziarah

Mereka duduk di pedestrian yang di sekelilingnya dipenuhi dengan bunga tabur.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya