
Kronik
Gayus Kiri ... Gayus Kiri..
Masyarakat tak punya pilihan selain menggunakan humor untuk menghibur diri.
Oleh STEVY MARADONA
Jangan remehkan selera humor sarkas dari masyarakat Indonesia. Sering terjadi, warga mampu menerjemahkan berita heboh di televisi atau media massa dan mengubahnya menjadi bahan tertawaan sehari-hari.
Dan, itu lucu beneran sambil miris mendengarnya. Semisal ketika kasus mafia pajak Gayus Tambunan heboh beberapa waktu lalu.
Gayus yang waktu itu cuma pegawai Pajak golongan IIIA mampu punya rumah mewah di mana-mana dan uang puluhan miliar rupiah. Usut punya usut, Gayus menerima banyak ‘setoran’ dari wajib pajak karena mampu menyulap tagihan pajak lebih rendah. Televisi dan media massa selalu mengulang-ulang pernyataan ‘pajak’, ‘mafia pajak’, dan ‘karyawan pajak’.
Tak butuh waktu lama maka humor sarkas Gayus dan mafia pajak pun bermunculan. Paling menyentil, mungkin, dilakukan awak bus yang kerap melintas di depan kantor Gayus, di Jalan Gatot Subroto.
Dengan cuek dan pasang senyum nakal, kondektur bus mengganti nama 'Halte Pajak' dengan 'Gayus'. “Gayus kiri ... Gayus Pajak kiri ... Gayus kiri ... Gayus kiriiii,” kata si kondektur.
Penumpang, yang pasti ada salah satunya pegawai Pajak, cuma bisa mesem-mesem disindir seperti itu. Kena!
Gayus mampu menyulap tagihan pajak lebih rendah.
Humor sarkas lainnya muncul dari dunia kaus. Ini menyenggol sedikit dunia bisnis. Para pengusaha kaus oblong dengan sengaja memotret kenakalan Gayus dan oknum korps Pajak lainnya lewat slogan yang terkenal dari Ditjen Pajak itu sendiri.
Semisal slogal NPWP yang aslinya berarti Nomor Pokok Wajib Pajak, mereka ubah menjadi Nilep Pajak Wajib Pajak. Dan dengan pede, menggunakan kaus itu di tempat-tempat umum. Kena!
Sekarang, muncul kasus serupa Gayus. Media online sudah menyebutnya sebagai ‘The Next Gayus’. Seorang mantan pegawai Ditjen Pajak, lulusan Sekolah Tinggi Administrasi Negara (STAN) bernama Dhana Widyatmika dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Agung. Aparat menduga Dhana korupsi.
Indikasinya macam-macam, besaran gaji dengan kekayaan dan harta yang tidak cocok, misalnya. Dhana berdalih ia sudah tajir 'dari sananya' dan keluarganya punya bisnis sewa mobil.
Kasus ini tampaknya bakal menjadi besar. Membuktikan fenomena oknum Gayus cs di Ditjen Pajak hanyalah puncak dari gunung es. Artinya, masih banyak oknum pegawai Ditjen Pajak lainnya yang suka bermain kotor, meski ia sudah diguyur imbalan dari pemerintah. Dan, ketika kasus ini membesar, rasa humor sarkas dalam diri masyarakat pun akan tumbuh. Panggilan ‘The Next Gayus’ misalnya, sedikit banyak sudah jadi pintu pembuka sarkasme itu.
Ketika kasus ini membesar, rasa humor sarkas dalam diri masyarakat pun akan tumbuh.
Tentu ada bantahan dari korps Pajak. Bahwa, makhluk seperti Gayus dan, kalau terbukti Dhana, hanyalah oknum sebagian kecil dari belasan ribu pegawai Pajak di Indonesia. “Masih banyak pegawai Pajak yang bersih,” kata teman yang suaminya pegawai Pajak.
“Ipar saya kerja di Pajak. Eh sekarang dia dipindah ke Gorontalo,” ungkap teman lainnya.
“Wah, mengapa?” tanya saya.
“Dia tidak mau ikut ‘main’,” jawab si teman.
“Artinya, bisa jadi ipar kamu tidak kaya dong,” kata saya lagi.
“Lha ... justru itu. Karena dia miskin tidak seperti teman-temannya yang kaya makanya dipindahkan ke Gorontalo,” jawab si teman sembari nyengir.
Masyarakat tak punya pilihan selain menggunakan humor untuk menghibur diri ketika melihat situasi Ditjen Pajak seperti itu. Yang sudah bayar pajak sejujur-jujurnya pantas marah dengan terungkapnya kasus The Next Gayus ini. Tapi, ya hanya itu yang bisa warga lakukan. Mau memboikot bayar pajak, tentu tak boleh karena akibatnya bisa runyam. Namun, kalau tahu duit pajak yang dibayarkan itu untuk memperkaya satu atau segelintir oknum pajak, juga rasanya geregetan.
Mau memboikot bayar pajak, tentu tak boleh karena akibatnya bisa runyam.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saja mengakui kalau 14 tahun reformasi Indonesia ‘gagal’.
“Reformasi tidak membawa banyak kebaikan. Tentu harus diubah sehingga segala sesuatunya konstruktif,” kata Presiden. Patut diingat, Ditjen Pajak itu masuk ke dalam program reformasi birokrasi yang diagung-agungkan pemerintah, lho ….
Disadur dari Harian Republika edisi 29 Februari 2012.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Apakah Benar Ziarah Kubur Terlarang Bagi Muslimah?
Terkait boleh tidaknya Muslimah berziarah ke kuburan, pendapat para ulama terbagi menjadi tiga.
SELENGKAPNYAIkhtiar Indonesia Mencegah Perang Irak
Pada awal 2003, marak aksi menentang serangan AS ke Irak.
SELENGKAPNYA