Kapal selam Virginia USS Missouri (SSN 780) berangkat dari Pangkalan Gabungan Pearl Harbor-Hickam, 1 September 2021. Australia akan membeli kapal selam nuklir kelas Virginia buatan AS sejenis. | Amanda R. Gray/U.S. Navy via AP, File

Kabar Utama

Damai di Indo-Pasifik Terancam Kapal Selam Nuklir

Australia akan menerima setidaknya tiga kapal selam bertenaga nuklir dari AS.

WASHINGTON -- Wilayah Indo-Pasifik sejauh ini merupakan wilayah yang relatif damai dari wilayah-wilayah di bagian bumi lainnya, termasuk Eropa yang sedang dilanda perang Rusia-Ukraina. Potensi peperangan di Laut Cina Selatan dan Laut Cina Timur sejauh ini bisa dihindarkan negara-negara di kawasan tersebut.

Meski ada perebutan pengaruh antara Amerika Serikat dan Cina, hal itu belum berujung pada konflik bersenjata antarnegara di Indo-Pasifik. Namun, kondisi itu dikhawatirkan bakal berubah.

Australia, Inggris, dan Amerika Serikat (Aukus) telah menyelesaikan kesepakatan kapal selam bertenaga nuklir. Tindakan itu bertujuan untuk menyediakan kapal selam bertenaga nuklir ke Australia dan bertujuan melawan agresi Cina di Indo-Pasifik.

Australia pertama-tama akan menerima setidaknya tiga kapal selam bertenaga nuklir dari AS. Sebagai bagian dari pengumuman tersebut, AS juga telah menjanjikan total 4,6 miliar dolar AS selama beberapa tahun ke depan untuk membangun kapasitas konstruksi kapal selamnya dan untuk meningkatkan pemeliharaan kapal selam kelas Virginia.

photo
Pemandangan kapal selam serang bertenaga nuklir Inggris HMS Astute di pangkalan HMAS Stirling Royal Australian Navy di Perth, Australia Barat, Australia, 29 Oktober 2021. - (EPA-EFE/RICHARD WAINWRIGHT )

Direktur Pertahanan, Strategi, dan Keamanan Nasional di Institut Kebijakan Strategis Australia, Michael Shoebridge, mengatakan, kesepakatan Aukus memiliki konsekuensi yang sangat besar bagi wilayah tersebut.

“Hanya enam negara di dunia yang memiliki kapal selam nuklir. Mereka adalah kemampuan pencegahan yang sangat kuat tanpa harus memiliki senjata nuklir,” katanya.

Profesor studi keamanan dan intelijen internasional di Pusat Studi Strategis & Pertahanan Australian National University John Blaxland menilai proyek tersebut melibatkan risiko yang cukup besar. Hal itu mempertimbangkan tiga negara dengan beberapa yurisdiksi selama dua dekade atau lebih, termasuk pemerintahan beberapa presiden dan perdana menteri di tiga negara. "Ini tampaknya sangat sulit pada satu tingkat," ujarnya.

Blaxland menilai proyek tersebut berisiko menghabiskan banyak sumber daya. Kemudian, hal itu bisa mengalihkan perhatian Pemerintah Australia dan mitra Aukus untuk menangani masalah lingkungan dan tata kelola yang mendesak di Pasifik dan sekitarnya.

Serba-serbi Aukus - (Republika)  ​

Namun, Blaxland melihat kapal selam tidak akan memperburuk ketegangan di kawasan. "Saya berbeda pendapat. Jika ditangani dengan bijaksana dan dengan perlakuan yang hormat terhadap tetangga disertai pengarahan sebaik mungkin, pengaturan baru dapat diharapkan untuk meningkatkan keamanan dan stabilitas di kawasan, bukan merusaknya," ujarnya.

Pendapat itu dinilai sesuai dengan keinginan Aukus yang ingin melawan pengaruh Cina di Indo-Pasifik. “Ini adalah 'masalah besar' karena ini benar-benar menunjukkan bahwa ketiga negara menarik garis untuk memulai dan melawan gerakan agresif Partai Komunis Cina (PKC) di Indo-Pasifik,” ujar direktur senior pertahanan dan keamanan nasional di pemerintahan Northern Territory Australia, Guy Boekenstein.

Boekenstein menjelaskan, kesepakatan trilateral itu secara terbuka menunjukkan sikap gabungan dalam komitmen terhadap kawasan Indo-Pasifik. Kawasan ini dinilai stabil dan aman selama 70 tahun terakhir hingga menghasilkan kemakmuran bagi semua pihak, termasuk pertumbuhan ekonomi Cina. 

photo
Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak (kanan) bertemu dengan Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese (kiri) di Pangkalan Angkatan Laut Point Loma, San Diego, AS, Senin (13/3). - (Stefan Rousseau/Pool via AP)

Mantan perdana menteri Australia Paul Keating juga mengkritik kesepakatan pembelian dan pembangunan kapal selam bertenaga nuklir oleh negaranya di bawah aliansi Aukus. Dia menilai hal itu dapat memiliki konsekuensi yang mematikan. 

“Sejarah akan menjadi hakim dari proyek ini pada akhirnya. Namun, saya ingin nama saya tercatat dengan jelas di antara mereka yang mengatakan bahwa ini adalah kesalahan besar,” kata Keating dalam sebuah pernyataan, Rabu (15/3).

Tokoh yang menjabat sebagai perdana menteri periode 1991-1996 itu mengatakan, Australia secara buta mengikuti AS dan Inggris, termasuk soal anggapan bahwa Cina menimbulkan ancaman militer yang nyata.

“Apa gunanya Cina menduduki Sydney dan Melbourne? Secara militer? Dan bisakah mereka melakukannya? Pertanyaannya sangat bodoh, hampir tidak layak untuk dijawab,” ujar Keating.

photo
Kapal selam serang cepat kelas Virginia USS Colorado (SSN 788) terlihat pada upacara di pangkalan kapal selam di New London di Groton, Connecticut, AS, 17 Maret 2018. - (Dana Jensen/The Day via AP, File)

Dia mengungkapkan, Australia memulai perjalanan yang berbahaya dan tidak perlu atas desakan AS. Menurut dia, hal itu dapat membawa konsekuensi mematikan jika Australia terjerat konflik pada masa mendatang.

“Menandatangani negara dengan kecenderungan asing dari negara lain, AS, dengan orang Inggris yang bodoh di belakang bukanlah pemandangan yang indah,” kata Keating.

Cina juga mengkritisi kesepakatan kapal selam bertenaga nuklir itu. Kementerian Luar Negeri Cina pada Selasa (14/3) mengatakan, Aukus sedang melakukan perjalanan lebih jauh ke jalan yang salah dan berbahaya untuk kepentingan geopolitik mereka sendiri.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina Wang Wenbin mengatakan, Aukus terbentuk dari mentalitas khas Perang Dingin. Kesepakatan itu akan memotivasi perlombaan senjata, merusak rezim nonproliferasi nuklir internasional, dan membahayakan stabilitas serta perdamaian regional. 

“Pernyataan bersama terbaru yang dikeluarkan oleh AS, Inggris, dan Australia menunjukkan bahwa ketiga negara telah melangkah lebih jauh ke jalan yang salah dan berbahaya untuk kepentingan geopolitik mereka sendiri, sama sekali mengabaikan keprihatinan komunitas internasional,” kata Wang kepada wartawan.

 
Tiga negara mengeklaim bahwa mereka akan mematuhi standar nonproliferasi nuklir tertinggi, yang merupakan penipuan murni.
 
 

Wang mengulangi klaim Cina bahwa Aukus menimbulkan risiko serius bagi proliferasi nuklir serta melanggar objek dan tujuan Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir. Wang menuduh ketiga negara itu “memaksa” Badan Energi Atom Internasional untuk memberikan pengesahannya.

“Tiga negara mengeklaim bahwa mereka akan mematuhi standar nonproliferasi nuklir tertinggi, yang merupakan penipuan murni,” kata Wang.

Skema Aukus yang diumumkan pada Senin (13/3) di San Diego, AS, merupakan sejarah bahwa untuk pertama kalinya celah dalam Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT) 1968 digunakan untuk mentransfer bahan fisil dan teknologi nuklir dari negara pemilik senjata nuklir ke negara nonsenjata nuklir.

Celah tersebut terdapat pada paragraf 14 dan memungkinkan bahan fisil yang digunakan untuk penggunaan militer non-eksplosif, seperti propulsi kapal angkatan laut, bisa bebas dari inspeksi dan pemantauan oleh pengawas nuklir PBB, Badan Energi Atom Internasional (IAEA). 

Hal itu membuat sejumlah aktivis dan pakar kontrol senjata khawatir karena bisa menjadi preseden bagi negara lain untuk menyembunyikan uranium yang diperkaya atau plutonium dari pengawasan internasional. Uranium yang diperkaya atau plutonium merupakan inti dari senjata nuklir.

 
Uranium yang diperkaya atau plutonium merupakan inti dari senjata nuklir.
 
 

Indonesia juga khawatir dengan kondisi tersebut. Pemerintah Indonesia memperingatkan Australia agar konsisten memenuhi kewajibannya sesuai rezim nonproliferasi senjata nuklir dan IAEA Safeguards. Hal itu disampaikan setelah Australia mengumumkan akan membeli kapal selam bertenaga nuklir sebagai bagian dari kesepakatan aliansi Aukus bersama Inggris dan AS.

Kementerian Luar Negeri mengungkapkan, Indonesia telah mencermati dengan saksama kerja sama kemitraan keamanan Aukus, khususnya mengenai jalan yang akan ditempuh Aukus untuk mencapai tingkat kemampuan kritikal.

Indonesia mengingatkan bahwa upaya menjaga stabilitas dan perdamaian kawasan menjadi tanggung jawab semua negara. Penting bagi semua negara untuk menjadi bagian dari upaya tersebut.

“Indonesia meminta Australia tetap konsisten memenuhi kewajibannya sesuai rezim nonproliferasi senjata nuklir dan IAEA Safeguards dan menyepakati mekanisme verifikasi oleh IAEA yang efektif, transparan, dan diskriminatif,” tulis Kementerian Luar Negeri lewat akun Twitter resminya, Selasa (14/3). 

Palestina Siap Penuhi Undangan PSSI untuk FIFA Matchday

Laga uji coba kalendar FIFA melawan Palestina akan digelar pada Juni.

SELENGKAPNYA

Adu Pengaruh AS-Cina di Timur Tengah

Latihan ini dijadwalkan pada Rabu hingga Ahad.

SELENGKAPNYA

Presiden: Israel di Ambang Perang Sipil

Presiden Israel berseberangan dengan Netanyahu.

SELENGKAPNYA