
Kabar Utama
Babak Baru Perang Rusia, Drone AS Dijatuhkan
Dubes Rusia menyatakan tak ingin berkonfrontasi dengan AS.
KIEV -- Perang Rusia-Ukraina yang telah berjalan lebih setahun agaknya bakal memasuki babak baru. Pada Selasa (14/3), untuk pertama kalinya alat tempur milik Rusia bersirobok dengan milik Amerika Serikat 9AS) yang selama ini menahan diri dari terlibat langsung dalam perang Rusia-Ukraina.
Sebuah jet tempur Rusia dilaporkan menghantam baling-baling pesawat pengintai AS di atas Laut Hitam pada Selasa (14/3), sehingga menyebabkan pasukan Amerika menjatuhkan kendaraan udara tak berawak itu. Namun Rusia bersikeras bahwa pesawat tempurnya tidak mengenai drone MQ-9 Reaper.
Rusia mengatakan, drone itu bermanuver tajam dan jatuh ke air setelah menghadapi jet tempur Rusia yang telah diacak untuk mencegatnya di dekat Krimea.
MQ-9 Reaper adalah pesawat angkatan udara AS tak berawak ukuran besar yang dioperasikan dari jarak jauh oleh tim dua orang. Ini termasuk stasiun kontrol darat dan peralatan satelit. Pesawat tersebut memiliki lebar sayap 20 meter.
Tim terdiri dari seorang pilot yang bertanggung jawab untuk menerbangkan pesawat dan seorang anggota awak pesawat tamtama yang bertugas mengoperasikan sensor dan mengarahkan senjata.
Digunakan secara rutin selama perang Irak dan Afghanistan untuk pengawasan dan serangan udara, Reaper dapat dipersenjatai. Pesawat itu dapat membawa hingga delapan rudal yang dipandu laser, termasuk rudal Hellfire dan amunisi canggih lainnya, dan dapat berkeliaran di atas target selama sekitar 24 jam.
Panjangnya sekitar 11 meter, tinggi 4 meter, dan beratnya sekitar 2.200 kilogram. Ia dapat terbang pada ketinggian hingga 15 kilometer dan memiliki jangkauan sekitar 2.500 kilometer.

Presiden AS Joe Biden telah menerima pengarahan tentang insiden tersebut oleh penasihat keamanan nasional Jake Sullivan. Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby menjelaskan, pejabat Departemen Luar Negeri AS akan berbicara langsung dengan Rusia dan menyatakan keprihatinan atas insiden tersebut.
Kirby menekankan bahwa insiden ini tidak akan menghalangi AS untuk melanjutkan misinya di wilayah tersebut.
“Jika pesannya adalah mereka ingin menghalangi atau mencegah kami terbang, dan beroperasi di wilayah udara internasional, di atas Laut Hitam, maka pesan itu akan gagal. Kami akan terus terbang dan beroperasi di wilayah udara internasional di atas perairan internasional. Laut Hitam bukan milik satu bangsa," ujar Kirby.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price menyebut insiden itu sebagai pelanggaran hukum internasional. Dia mengatakan, AS memanggil duta besar Rusia untuk mengajukan protes dan duta besar AS untuk Rusia, Lynne Tracy, telah membuat pernyataan serupa di Moskow.
Komando Eropa AS mengatakan, dua jet tempur Su-27 Rusia mencegat drone saat beroperasi di wilayah udara internasional. Salah satu pesawat tempur Rusia menabrak baling-baling MQ-9, sehingga menyebabkan pasukan AS menjatuhkannya di perairan internasional.

"Sebelumnya, Su-27 membuang bahan bakar ke MQ-9 dan terbang di depannya beberapa kali dengan cara yang sembrono, tidak ramah lingkungan, dan tidak profesional. Insiden ini menunjukkan kurangnya kompetensi selain tidak aman dan tidak profesional,” kata pernyataan Komando Eropa AS.
Jenderal Angkatan Udara AS James B Hecker, komandan Angkatan Udara AS Eropa dan Angkatan Udara Afrika, mengatakan, pesawat MQ-9 melakukan operasi rutin di wilayah udara internasional ketika dicegat dan ditabrak oleh pesawat Rusia. Mereka menjelaskan, tindakan tidak aman dan tidak profesional oleh Rusia ini hampir menyebabkan kedua pesawat jatuh.
Juru bicara Pentagon, Pat Ryder mengatakan, insiden itu terjadi pada pukul 07.03 waktu Eropa Tengah di atas perairan internasional, dan jauh dari Ukraina. Insiden bermula setelah jet Rusia terbang di sekitar drone selama 30 menit sampai 40 menit. Tampaknya tidak ada komunikasi antara pesawat sebelum tabrakan.
MQ-9 mampu membawa amunisi, tetapi Ryder tidak mau mengatakan apakah drone yang ditabrak itu telah dipersenjatai. Ryder mengatakan, AS belum menemukan drone yang jatuh itu.
Dia mensinyalir, pesawat Rusia juga rusak dalam tabrakan itu, tetapi AS telah mengonfirmasi bahwa pesawat itu mendarat.

Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, pesawat tak berawak AS terbang di atas Laut Hitam dekat Krimea dan menerobos di daerah yang dinyatakan terlarang oleh Rusia sebagai bagian dari operasi militer khusus di Ukraina. Hal ini menyebabkan militer Rusia mengerahkan pesawat tempur untuk mencegahnya.
Akibat dari manuver yang tajam, drone MQ-9 terbang tanpa kendali dengan kehilangan ketinggian dan jatuh ke air.
“Pejuang Rusia tidak menggunakan senjata mereka, tidak melakukan kontak dengan kendaraan udara tak berawak, dan mereka dengan selamat kembali ke pangkalan," ujar pernyataan Kementerian Pertahanan Rusia.
Duta Besar Rusia untuk Washington, Anatoly Antonov, menggambarkan penerbangan pesawat tak berawak AS sebagai provokasi. Dia berpendapat bahwa tidak ada alasan bagi pesawat militer dan kapal perang AS berada di dekat perbatasan Rusia.
Berbicara setelah bertemu dengan Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Eropa Karen Donfried, Antonov bersikeras bahwa pesawat tempur Rusia tidak menyerang drone Amerika atau menembakkan senjata. Dia menegaskan, Moskow menginginkan hubungan pragmatis dengan Washington. "Kami tidak ingin ada konfrontasi antara AS dan Rusia," ujar Antonov.

Moskow telah berulang kali menyuarakan keprihatinan tentang penerbangan intelijen AS di dekat Semenanjung Krimea, yang direbut Rusia dari Ukraina pada 2014 dan dianeksasi secara ilegal.
Kremlin menegaskan, AS dan sekutunya telah secara efektif terlibat dalam konflik tersebut karena menyediakan senjata ke Ukraina dan berbagi informasi intelijen dengan Kiev.
Komando Eropa AS mengatakan, insiden itu mengikuti pola tindakan berbahaya oleh pilot Rusia saat berinteraksi dengan AS dan pesawat sekutu di wilayah udara internasional, termasuk di atas Laut Hitam. “Tindakan agresif oleh awak pesawat Rusia ini berbahaya dan dapat menyebabkan salah perhitungan dan eskalasi yang tidak diinginkan,” ujarnya.
Komandan Korps Marinir, Jenderal David Berger, mengatakan jenis tabrakan ini menjadi perhatian terbesarnya, baik di bagian Eropa maupun di Pasifik.
“Mungkin kekhawatiran terbesar saya di sana maupun di Pasifik adalah pilot atau kapten kapal Rusia atau Cina yang agresif atau sesuatu yang terlalu dekat, tidak menyadari di mana mereka berada, dan menyebabkan tabrakan,” kata Berger.
KPK Tetapkan Tersangka Baru Kasus Bansos, Tapi tak Diumumkan
Ditjen Imigrasi mencegah eks dirut PT Transjakarta Kuncoro Wibowo ke luar negeri.
SELENGKAPNYATeladan Nabi Muhammad Hadapi Pembenci Islam
Dalam menghadapi para pembenci Islam, Nabi Muhammad SAW menunjukkan akhlak mulia.
SELENGKAPNYASejak Kapan Islamofobia Menggejala?
Islamofobia mungkin adalah sebuah istilah baru, tetapi gejalanya merentang jauh ke belakang.
SELENGKAPNYA