
Ekonomi
'Global Mungkin Resesi, tapi Tidak dengan Indonesia'
Selama konsumsi masyarakat terjaga, ekonomi Indonesia akan tumbuh.
JAKARTA -- Lembaga Penjamin Simpanan menyatakan, sektor konsumsi dan investasi menjadi kunci utama dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi pada tahun ini.
Ekonomi domestik diyakini tetap tumbuh kuat karena konsumsi berangsur pulih setelah tak ada lagi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat. Ekonom pun meyakini, Indonesia tidak akan terkena resesi pada tahun ini.
Direktur Grup Riset Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Herman Saherudin mengatakan, perekonomian Indonesia saat ini terus membaik. Pada tahun lalu, ekonomi dalam negeri mampu tumbuh 5,31 persen (yoy).
Guna menjaga momentum pertumbuhan tersebut, diperlukan sinergi seluruh pihak dalam menjaga dan meningkatkan konsumsi domestik. "Untuk melanjutkan pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun penuh tantangan ini adalah dengan memastikan tingkat konsumsi masyarakat terjaga," kata Herman dikutip dari riset LPS, Jumat (10/3/2023).

Herman mengatakan, aktivitas perekonomian sudah pulih yang tecermin dari aktivitas di pusat perbelanjaan, bioskop, hingga pariwisata. Menurut dia, kondisi tersebut juga menandakan bahwa pertumbuhan simpanan masyarakat perorangan mulai ternormalisasi sehingga porsi konsumsi dan porsi simpanan/tabungan masyarakat sudah seimbang.
“Konsumsi domestik yang menyumbang 50 persen dari pertumbuhan ekonomi, juga didukung oleh dunia usaha. Dunia usaha harus didorong untuk meningkatkan investasi mereka,” ujarnya.
Pengamat ekonomi dari Segara Research Institute, Piter Abdullah, menilai, masyarakat Indonesia dan dunia usaha tidak perlu khawatir dengan ancaman resesi. Piter memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh 4,75 sampai 5,25 persen.
“Global boleh saja resesi, tapi Indonesia tidak akan resesi. Kenapa? karena pertumbuhan kita lebih ditentukan oleh permintaan domestik," kata dia.
Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia harus terus mendorong konsumsi masyarakat. Setiap tahunnya perekonomian Indonesia cenderung ditopang oleh konsumsi rumah tangga, jika dilihat dari komponen pengeluaran.
Pada 2022, komponen ini menjadi sumber pertumbuhan tertinggi ekonomi domestik, yakni sebesar 2,61 persen dari pertumbuhan ekonomi 5,31 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya (yoy). Mengacu pada data tersebut, Piter yakin Indonesia tidak akan jatuh ke jurang resesi pada tahun ini, kecuali jika permintaan domestik kembali menurun seperti saat masa pandemi Covid-19.

Saat pandemi, masyarakat tidak bisa keluar rumah, tidak bisa melakukan konsumsi, berbelanja, pergi ke mal, bioskop, dan berwisata. Akibatnya, ekonomi domestik mengalami resesi pada 2020. Pertumbuhan ekonomi terkontraksi pada kuartal II dan kuartal III 2020, masing-masing sebesar 5,32 persen (yoy) dan 3,49 persen (yoy).
Pengertian resesi ekonomi secara teknikal adalah pertumbuhan negatif dua kuartal secara berturut. "Saat itu, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) telah membatasi masyarakat dan menyebabkan resesi," ujar dia.
Dengan demikian, dia melanjutkan, kondisi tersebut berbeda dengan saat ini karena masyarakat sudah bisa melakukan konsumsi secara normal dan pandemi akan benar-benar berakhir, apalagi setelah PPKM dicabut pada akhir 2022.
Penjualan eceran
Terus membaiknya kinerja perekonomian juga tecermin dari hasil survei penjualan eceran yang dilakukan Bank Indonesia. Direktur Departemen Komunikasi BI Fasjar Majardi mengatakan, kinerja penjualan eceran secara tahunan diperkirakan meningkat pada Februari 2023.
“Hal tersebut tecermin dari indeks penjualan riil (IPR) Februari 2023 sebesar 205,2 atau tumbuh 2,6 persen secara tahunan,” kata Fadjar.
Dia menuturkan, angka tersebut lebih baik dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang berada pada fase kontraksi. Menurut dia, kinerja penjualan eceran yang positif tersebut didorong oleh pertumbuhan kelompok makanan, minuman, dan tembakau serta subkelompok sandang yang tercatat meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya.

Secara bulanan, Fadjar melanjutkan, penjualan eceran diperkirakan menunjukkan perbaikan meski masih berada pada fase kontraksi sebesar 1,4 persen. Perbaikan penjualan eceran terutama terjadi pada kelompok peralatan informasi dan komunikasi serta subkelompok sandang sejalan dengan strategi promosi yang dilakukan pedagang ritel sehingga mendorong permintaan masyarakat.
Pada periode Januari 2023, IPR tercatat sebesar 208,2 atau secara tahunan terkontraksi sebesar 0,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. “Kontraksi lebih dalam tertahan oleh pertumbuhan kelompok makanan, minuman, dan tembakau serta subkelompok sandang yang tetap tumbuh positif,” kata Fadjar.
Dari sisi harga, responden memperkirakan tekanan inflasi pada April 2023 akan meningkat, sementara Juli 2023 akan menurun. Indeks ekspektasi harga umum (IEH) April 2023 juga tercatat sebesar 145,1, meningkat dibandingkan dengan indeks pada Maret 2023 sebesar 139,1 didorong oleh kenaikan harga selama periode HBKN Ramadhan dan Idul Fitri 2023.
“Sementara itu, IEH Juli 2023 tercatat 133,5 yang menurun dibandingkan dengan indeks pada Juni 2023 sebesar 138,3,” ujar Fadjar.
Saat Ali bin Abi Thalib Minum Sambil Berdiri
Mengharamkan yang halal sama dengan menghalalkan yang haram.
SELENGKAPNYAPameran Artefak Islamic Fair di Masjid Ath Thohir
Pameran menampilkan ragam jenis peninggalan Rasulullah SAW.
SELENGKAPNYASang Muslimah Pembela Khalifah Utsman
Dengan berani, Nailah binti al-Farafishah menjadi tameng Khalifah Utsman kala hadapi pemberontak.
SELENGKAPNYA