Mausoleum Van Motman, Desa Sibanteng, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor. | Republika/Adhi Wicaksono

Safari

Bertamu di Landhuis Familie Van Motman

Di taman rumah itu ada lonceng besar yang dulu  untuk mengumpulkan para buruh pribumi.

Kalau saja tak berbekal informasi sejarah yang cukup, perjalanan saya bersama Adhi Wicaksono ke Kabupaten Bogor sebelah barat, terasa akan hambar. Lepas dari Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, hanya melulu permukiman. Sesekali hutan yang kurang terawat menjadi jeda penyeling. Hanya karena sebuah peninggalan keluarga Van Motman maka perjalanan kali ini kami yakini bakal tak membosankan.

Berbekal beberapa artikel tentang sejarah Bogor, keluarga Van Motman saya ketahui merupakan keluarga Belanda yang menjadi juragan tanah pertama dengan kepemilikan lahan lebih dari sepertiga Kabupaten Bogor. Tanah miliknya meliputi Dramaga (sekarang IPB), Ciampea, hingga ujung barat Bogor di wilayah Jasinga.

Kami awali perjalanan dengan menyambangi salah satu bangunan bersejarah di kawasan Dramaga, Kabupaten Bogor. Di kawasan itu, banyak yang bercerita masih kokoh berdiri salah satu kediaman keluarga Van Motman yang masih tersisa.

Tiba kami pertama kali di Landhuis Familie Van Motman. Landhuis jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia mengandung makna tanah para bangsawan. Namun, landhuis yang kami kunjungi ini merupakan istilah yang merujuk pada rumah besar tempat keluarga Van Motman tinggal dan mengontrol perkebunannya. Di zaman kolonial, bangunan ini dikenal dengan istilah Groot Dramaga.

photo
Perkebunan Cikasungka, Kecamatan Cigudeg. Kabupaten Bogor. - (Republika/Adhi Wicaksono)

Bangunan besar ini masih utuh, gagah, dan terawat. Tak banyak yang mengetahui bahwa bangunan tersebut peninggalan keluarga Van Motman. Sebab, kini rumah bersejarah itu lebih dikenal dengan Wisma Tamu dan Klub Dosen Landhuis Institut Pertanian Bogor (IPB). Sejarah yang membuat namanya berubah. Pascapenyerahan aset Belanda tak lama kemerdekaan Indonesia, bangunan ini diserahkan kepada IPB.

Landhuis Van Motman berada di Jalan Tanjung Nomor 4, Kampus IPB Dramaga, Kabupaten Bogor. Kompleks IPB yang mencapai 250 hektare dahulunya merupakan perkebunan milik Keluarga Van Motman hingga pengujung 1953.

Sekilas bangunan itu sudah tampak modern dengan di sana-sini dilengkapi jendela dan pintu utama dari kaca. “Ini juga tempat para tamu menginap yang sedang melakukan penelitian,” kata sang penjaga rumah Petrus Irianto (52 tahun). Lelaki itu menerima kami hangat. Bersama dialah, kami memasuki lebih dalam seluk-beluk bangunan ini.

Bangunan tersebut sudah dilengkapi pendingin ruangan dan ruang pertemuan yang mampu menampung lebih dari 200 tamu. Meski sudah direnovasi dan dimodifikasi banyak bagiannya, bangunan ini masih bernilai sejarah.

photo
Haji Ucu Sumarna, di Mausoleum Van Motman, Desa Sibanteng, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor. - (Republika/Adhi Wicaksono)

Lebih dari sepuluh pilar besar yang dibuat rangkap kokoh di bagian teras. Semua pintu tiap kamar dibuat setinggi tiga meter. Itu yang masih menjadi penanda bangunan ini adalah warisan Belanda. Atap yang dulu tinggi menjulang dengan gaya limas yang dibuat sedikit curam, kini telah diubah dengan model atap bertingkat ala joglo.

Saya sudah mengetahui bahwa bangunan ini banyak mengalami renovasi. Sebab, dalam berbagai foto asli bangunan, salah satunya koleksi Tropenmuseum Belanda, bangunan itu pada abad ke-19 masih murni berarsitektur Belanda. Kalau saja keaslian model bangunan dijaga, bangunan ini mirip dengan banyak bangunan tua yang saya jumpai pada peninggalan di Jakarta Kota ataupun Jatinegara.

Ada tujuh kamar tidur di bangunan sekarang ini. Padahal, dahulu bangunan ini memiliki 20 kamar. Semua dinding kamar saat masih dihuni keluarga Van Motman dihiasi marmer yang konon didatangkan dari Italia. Saat ini, semuanya tembok putih sebagaimana kamar penginapan pada umumnya.

Di depan rumah, terhampar taman seluas 300 meter persegi dengan air mancur kecil yang sudah tak lagi mengucurkan air. Taman luas ini masih memanjakan mata dengan rumput hijau dan beberapa pot tanaman yang dirawat rapi. Di taman itu pula terdapat satu lonceng besar yang berdiri di atas pilar setinggi 20 meter. Ada tulisan kecil angka 1805 di lonceng berwarna emas itu. Angka tersebut merujuk pada saat lonceng dibuat. Konon, pemilik rumah menggunakan lonceng untuk mengumpulkan para pribumi buruh perkebunan di Dramaga.

photo
Lonceng Landhuis familie Van Motman, Dramaga, Kabupaten Bogor. - (Republika/Adhi Wicaksono)

Perjalanan panjang landhuis makin mengubur rekam sejarah keluarga Van Motman. Sejak dipegang IPB, bangunan ini pernah diubah menjadi asrama putri IPB pada awal 1960-an. Pada awal 1980, landhuis berubah fungsi sebagai kantor dekan Fakultas Teknologi Pertanian. Awal 1990, landhuis kemudian digunakan untuk kantor Proyek Tim Pembangunan Kampus Baru IPB Dramaga. Dan, tahun 1996 landhuis digunakan untuk rumah dinas rektor IPB. Barulah hingga saat ini, landhuis menjadi wisma tamu dan klub dosen IPB.

“Tahun 1987 saya juga masih ingat tempat ini dipakai untuk menginap saya dan teman-teman sebelum ditetapkan sebagai karyawan IPB,” kata Petrus.


Saksi bisu

Dari beberapa informasi tentang bangunan ini, diketahui bahwa Landhuis Van Motman dibangun pada kisaran tahun awal 1800-an. Orang yang berada di balik bangunan landhuis ini adalah Gerrit Willem Casimir (GWC) van Motman (1773-1821). GWC adalah nenek moyang dari semua keluarga Van Motman di Buitenzorg, nama Bogor pada zaman kolonial.

Kami lantas menemui Hendra M Astari, Ketua Komunitas Napak Tilas Bogor. Lelaki ini salah satu pemerhati cagar budaya yang telah melakukan penelitian cukup lama tentang perjalanan keluarga Van Motman. Dari Hendra diketahui bahwa bangunan ini sudah dimukimi keturunan GWC untuk lima generasi penerusnya hingga pengujung 1958.

photo
Mausoleum Van Motman, Desa Sibanteng, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor. - (Republika/Adhi Wicaksono)

Hendra mengatakan, GWC tak lama mendiami rumah ini karena wafat pada 1821. Landhuis itu kemudian beralih kepada putra keduanya, Jacob Gerrit Theodorus Van Motman (1816-1890). Pemberian status penanggung jawab landhuis tersebut satu paket dengan lahan perkebunan Dramaga. Saat itulah, Jacob terkenal dengan Tuan Dramaga Kedua setelah GWC.

“Jacob van Motman yang menambah komoditas perkebunan kopi dengan produksi pohon karet,” kata Hendra. Sisa-sisa peninggalan perkebunan karet hingga saat ini masih digunakan IPB sebagai fasilitas penelitian para mahasiswanya.

Hendra menambahkan, kepemilikan landhuis dalam otoritas keluarga Van Motman terakhir berada di tangan Pauline Elise Laurience Marie van Motman. Pauline adalah putri sulung generasi keempat GWC.

“Tahun 1958, akhirnya landhuis dikosongkan, mereka (keluarga Van Motman) pulang kampung ke Belanda,” kata Hendra menambahkan. Ini disebabkan tahun 1958 terkenal dengan sentimen anti-Belanda. Itu terkait juga dengan pengambilalihan aset Belanda yang kemudian jatuh dalam kuasa pemerintah berdaulat Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Disadur dari Harian Republika edisi 4 Agustus 2013 dengan reportase Angga Indrawan dan foto-foto Adhi Wicaksono

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat