Yusril Ihza Mahendra. | Republika/Prayogi

Nasional

Yusril ‘Serang’ Argumen Pendukung Proporsional Terbuka

Yusril menyebut hanya PDIP dan PBB yang merupakan partai ideologis.

JAKARTA – Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menyoroti fenomena partai politik kerap mengusung kader partai lain dalam pemilu. Menurut dia, fenomena tersebut merupakan pertanda kronisnya penyakit yang tengah menggerogoti partai politik, yang diakibatkan penerapan sistem proporsional terbuka dalam pemilihan legislatif.

Hal ini diungkapkan Yusril ketika menyampaikan keterangan PBB dalam sidang lanjutan gugatan uji materi atas sistem proporsional terbuka di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (8/3/2023). PBB merupakan pihak terkait dalam persidangan ini.

Yusril mengatakan, penerapan sistem proporsional terbuka atau penentuan calon anggota legislatif (caleg) terpilih berdasarkan suara terbanyak, menimbulkan berbagai dampak negatif. Sistem ini sudah diterapkan empat kali, yakni pada Pemilu 2004, 2009, 2014, dan 2019.

Salah satu dampaknya adalah parpol tidak lagi serius mendidik kader untuk dipersiapkan menjadi caleg. Parpol justru mengambil jalan pintas dengan mengusung kader-kader populer karena bisa menjadi magnet untuk meraup suara pemilih.

Selain itu, parpol juga mengutamakan mengusung kader yang punya uang banyak demi membiayai partai. Padahal, kader populer atau kaya belum tentu bisa bekerja dengan baik ketika terpilih.

Evolusi Sistem Pemilu Indonesia - (Republika)

Di sisi lain, kata dia, kader-kader terbaik yang ideologis dan punya kemampuan justru tersingkir. Mereka tidak diusung oleh parpol karena tidak bisa menjamin bakal mendulang suara dalam jumlah besar.

Menurut Yusril, keengganan mengusung kader terbaik itu pada akhirnya tak hanya menurunkan kualitas anggota dewan terpilih, tapi juga menurunkan kualitas parpol itu sendiri. Kondisi tersebut merupakan jawaban atas pertanyaan mengapa banyak parpol sekarang, baik partai kecil maupun besar, hanya punya sedikit kader mumpuni.

“Bahkan, tidak jarang satu partai bukan menjagokan kandidatnya sendiri, malah menjagokan kandidat yang masih kader partai lain. Bahkan, hari ini ada banyak kandidat-kandidat yang diusung partai ternyata berasal dari golongan apartisan atau bukan anggota pengurus partai politik,” kata Yusril.

Yusril menyatakan, fenomena parpol mengusung kader partai lain maupun bukan kader parpol sama sekali ini merupakan sesuatu yang aneh. Masalahnya, fenomena ini sudah dianggap lumrah. “Padahal, hal ini jelas menunjukkan penyakit kronis yang sedang menjangkiti partai politik-partai politik kita hari ini,” ujarnya.

Dia menegaskan, fenomena tersebut merupakan bukti nyata bahwa parpol sekarang tidak lagi menjalankan fungsi kaderisasi dengan baik sehingga tidak bisa menghasilkan figur yang layak diusung. “Penyakit yang melemahkan partai ini tentu buruk untuk partai dalam jangka panjang dan tentunya buruk pula bagi kualitas demokrasi kita,” kata dia.

photo
Kampanye Masyumi pada Pemilu 1955 - (Istimewa)

Yusril mengatakan, melemahnya institusi partai politik dalam menjalankan kaderisasi ini terjadi karena penerapan sistem proporsional terbuka. Padahal, peran dan fungsi parpol sudah ditegaskan dalam UUD 1945. Karena itu, dia menilai sistem proporsional terbuka bertentangan dengan konstitusi. “... maka beralasan menurut hukum agar ketentuan pasal yang mengatur sistem proporsional terbuka dalam UU Pemilu tersebut diperbaiki dan dikembalikan kepada makna yang benar menurut UUD,” kata pakar hukum tata negara itu.

Jauh sebelum memberikan keterangan dalam persidangan, Yusril sudah tegas menyatakan bahwa partainya mendukung penerapan kembali sistem proporsional tertutup. Karena itu, PBB menjadi pihak terkait di sidang MK untuk mendukung petitum penggugat.

Gugatan uji materi atas sistem proporsional terbuka ini diajukan oleh enam warga negara perseorangan, yang salah satunya merupakan kader PDIP. Mereka menggugat sejumlah pasal dalam UU Pemilu yang menjadi landasan penerapan sistem proporsional terbuka. Mereka meminta MK memutuskan pileg kembali menggunakan sistem proporsional tertutup sehingga bisa diterapkan dalam Pemilu 2024.

Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih mencoblos parpol. Pemenang kursi anggota dewan ditentukan oleh parpol lewat nomor urut caleg yang sudah ditetapkan sebelum hari pencoblosan. Sistem ini digunakan sejak Pemilu 1955 hingga Pemilu 1999.

Sedangkan, dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos caleg yang diinginkan ataupun parpolnya. Caleg yang mendapat suara terbanyak bakal memenangkan kursi anggota dewan.

Yusril pun sesumbar, saat ini hanya PDIP dan PBB yang merupakan partai ideologis. Sedangkan, partai politik lainnya merupakan partai pragmatis dan tidak punya akar ideologi. Ia menjelaskan, kebutuhan untuk membentuk parpol berangkat dari asumsi bahwa dalam masyarakat majemuk setiap orang punya pemikiran yang berbeda.

Bagi orang-orang yang punya pikiran sama, dia melanjutkan, dipersilakan bersatu membentuk parpol. Parpol yang terbentuk itulah yang akan ikut dalam pemilu. “Jadi, partai itu mewakili orang yang mempunyai pikiran dan ideologi tertentu,” kata Yusril.

photo
Delapan pimpinan partai politik menyatakan menolak sistem proporsional tertutup dalam pelaksanaan Pemilu 2024. - (ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha)

Masalahnya sekarang, kata dia, kini hanya segelintir parpol yang bergerak berdasarkan sebuah ideologi. “Sekarang partai ideologis ini kan cuma tinggal dua, PDIP sama PBB. Partai yang lain-lain kan partai pragmatis semua, bukan partai ideologis. Tidak ada akar ideologisnya,” kata dia.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyerahkan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perkara gugatan sistem pemilu proposional tertutup maupun terbuka. “Keputusan MK kita percayakan. MK dalam mengambil keputusan dia (majelis hakim) merdeka, tidak boleh masuk dalam kepentingan praktis,” kata Hasto.

Menurut dia, majelis hakim MK harus memiliki jiwa kenegarawanan dalam mengambil keputusan, mengingat peserta pemilu berdasarkan UUD 1945 adalah partai politik, bukan orang per orang. Sebab, orang per orang itu sudah dibuka melalui pemilihan presiden serta jalur Dewan Perwakilan Daerah atau DPD.

“Kalau itu melalui jalur orang per orang. Kalau parpol itu jalur kepentingan kolektif, sehingga partai akan kokoh pada ideologi dan platform jati dirinya sesuai dengan kultur partai,” ujar Hasto.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Pajak Masa Rasulullah SAW, Adakah?

Apakah benar bahwa tidak ada pajak di masa Rasulullah SAW dan para sahabat?

SELENGKAPNYA

Buah dari Kejujuran

Kejujuran merupakan akhlak mulia yang hendaknya melekat pada setiap insan.

SELENGKAPNYA

Deretan Profesi yang Siap Jadi Korban Otomasi

Banyak dari pekerjaan ini adalah peran bergaji tinggi yang membutuhkan tingkat pendidikan yang tinggi.

SELENGKAPNYA