Asma Nadia | Republika

Resonansi

Anger Management

Berharap kian banyak insan yang mampu mengelola amarah.

Oleh ASMA NADIA

Saya mulai mengenal istilah anger management ketika melihat poster film berjudul sama pada 2003 yang dibintangi aktor kawakan Jack Nicholson dan Adam Sandler. Film tersebut cukup sukses secara peraihan penonton walaupun rating-nya tidak terlalu bersinar.

Tidak menduga, dua puluh tahun kemudian, frasa ini kembali muncul di benak saya saat melihat berbagai berita yang marak di media utama atau media sosial.

Anger management adalah serangkaian teknik dan strategi yang membantu seorang individu mengelola dan mengontrol perasaan marah, frustrasi, kekecewaan, dan permusuhan.

Dalam ajaran Islam, manusia tidak berdosa saat perasaan marah muncul di hati tetapi bagaimana ia melampiaskan kemarahan, inilah yang bisa membuat seorang terjebak dalam dosa atau justru beroleh pahala.

 
Tanpa bicara akhirat, di dunia pun ketidakmampuan mengelola amarah, bisa-bisa menjerumuskan ke dalam permasalahan yang lebih besar.
 
 

Tanpa bicara akhirat, di dunia pun ketidakmampuan mengelola amarah, bisa-bisa menjerumuskan ke dalam permasalahan yang lebih besar.

Seandainya saja Mario Dandy Satryo (20) bisa mengelola amarahnya, mungkin David saat ini tidak akan terbaring koma di rumah sakit. Dia sendiri tidak perlu menyandang predikat tersangka, temannya tidak perlu ikut terseret, ayahnya tidak perlu mengundurkan diri, dan masalah tidak perlu menjadi rumit.

Seandainya saja, seorang suami bisa mengelola amarah, tidak perlu ada istri yang datang ke kantor polisi melaporkan dirinya menjadi korban penganiayaan sang suami dan berita KDRT yang dialami para selebritas tidak akan muncul.

Apalagi semakin viral menghiasi pemberitaan infotainment Tanah Air dan ranah media sosial, sebab pelakunya, sang suami juga figur terkenal. Sekali lagi, tentu hanya jika pelaku KDRT berhasil mengelola amarah sebelum bertindak, sebelum mereka mengumbarnya.

Berita ini hanya sebagian kecil dari setengah juta lebih kasus KDRT yang tercatat di Komnas Perempuan. Persoalan lain yang mengusik adalah makin recehnya alasan seseorang di zaman ini untuk marah.

 
Persoalan lain yang mengusik adalah makin recehnya alasan seseorang di zaman ini untuk marah.
 
 

Seorang anak menganiaya ibunya hanya karena sang ibu mengambil sepotong gorengan dagangan anaknya itu, untuk lauk makan malam. Seorang pelajar dianiaya empat teman yang sakit hati karena korban tidak pernah aktif di grup WhatsApp.

Kejadian mengambil tempat di Desa Lumbangrejo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan. Menyaksikannya sungguh membuat saya tidak habis pikir. Kemarahan sehebat itu, dari manakah asalnya?

Marah tidak dilarang dalam Islam, bahkan rasa marah adalah bagian dari wujud iman. Marah yang berlandaskan iman adalah marah positif.

Seorang Muslim yang beriman harus ‘marah’ ketika melihat orang ditindas, korupsi merajalela, mendapati ajaran Islam direndahkan, kerepotan menemukan mushala di gedung mewah, karena ditempatkan di sudut terpencil yang kumuh.

 
Marah yang berlandaskan iman adalah marah positif.
 
 

Selain itu, menjumpai ketidakadilan merajalela, melihat orang beriman menggadaikan imannya untuk harta – tahta atau wanita. Jika kita tidak merasakan apa-apa saat terjadi kerusakan atau ketidakadilan, justru iman kita harus dievaluasi.

Namun bagaimana cara mengungkapkan kekecewaan dan kemarahan tersebut, itu harus dikelola sehingga tetap menjaga citra Islam sebagai rahmatan lil alamin.

Sebaliknya, seorang Muslim idealnya juga tidak boleh marah saat ada yang mengkritiknya untuk kebaikan. Atau ketika ada yang menolak pendapatnya, kalah dalam permainan dan persaingan yang adil, seharusnya dia tidak marah.

Meskipun sebenarnya bahkan jika rasa marah itu muncul, manusia tetap tidak berdosa. Karena dosa tidak ditimpakan pada seseorang atas apa yang dirasakan.

Namun jika amarah lalu membuat seorang hamba berbuat tidak adil, emosi, melukai, dan merusak maka barulah hal itu menjelma dosa. Sebaliknya, jika kita sanggup menahan diri, maka ia menjadi pahala.

Setidaknya ada dua tingkatan anger management dalam Islam. Pertama, merupakan kemampuan untuk mempunyai rasa marah atas dasar keimanan. Marah dengan alasan jelas dan proporsi yang tepat. Ini bukan hal mudah.

Kenyataannya, saat ini banyak orang yang naik pitam meski yang bersangkutan tidak memiliki alasan syar’i atau di luar nalar. Tim olahraga pujaan kalah dalam pertandingan kita marah, padahal tidak ada alasan syari untuk itu.

Bintang atau idola kita berhenti main film tertentu kita kecewa. Jalan cerita sinetron atau film tidak sesuai harapan, kita frustrasi. Karakter yang kita sukai dalam fim atau cerita tertindas, kita marah.

Untuk level pertama ini, kita harus mulai mendidik diri untuk terusik dan marah hanya pada hal yang memang esensial.

Tingkatan kedua adalah kemampuan mengontrol amarah. Terlepas alasannya syari atau tidak, amarah harus bisa dikontrol dan tidak boleh diumbar, Sebagian besar anger management berkecimpung di level ini.

 
Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan agar amarah lebih bisa dikendalikan.
 
 

Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan agar amarah lebih bisa dikendalikan. Berpikir sebelum bertindak. Pikirkan risiko terburuk jika kita emosi, dengan begitu semoga bisa kita redakan. Jangan responsif, atau langsung bertindak.

Cermati pula hal-hal apa yang memicu kemarahan. Jika sudah memahami penyebabnya, maka kita akan lebih waspada dan punya kemampuan membentengi dan menghindari hal-hal yang sangat mungkin memicu amarah.

Tarik napas dalam tenangkan diri dahulu sehingga kata-kata kita bisa terjaga dan terukur. Lebih baik bila menambahkan zikir dan doa di antara tarikan napas.

Adakah hal lain yang bisa dilakukan? Belajar menghargai kawan atau lawan bicara. Jika kita memiliki rasa hormat terhadap mereka, maka insya Allah kita hanya akan mengatakan dan bertindak tanpa keluar dari kerangka kewajaran.

Debt collector yang galak sekalipun, ketika berhadapan dengan banyak polisi dan wartawan akhirnya berdiam saja. Tidak marah dan ngamuk. Padahal saat bertemu klien kecil dia bisa sangat menakutkan.

Artinya beberapa kalangan ternyata bisa sabar ketika dikelilingi kekuatan yang mereka takuti atau hormati.

 
Tips lainnya mereduksi emosi, rehat dan ambil waktu jeda.
 
 

Tips lainnya mereduksi emosi, rehat dan ambil waktu jeda. Belajar memusatkan fokus pada solusi bukan masalah. Melatih tubuh untuk rileks, baca, atau menonton tayangan hiburan yang lucu, adalah beberapa tips lain meredakan kemarahan.

Masih juga dirundung emosi? Islam mengajarkan umatnya mengubah posisi ketika disergap kemarahan; dari berdiri menjadi duduk, dari duduk lalu berbaring. Lainnya membasuh wajah dan anggota tubuh dengan air atau berwudhu.

Hal-hal di atas menurut Rasulullah SAW, insya Allah sanggup meredakan amarah.

Berharap kian banyak insan yang mampu mengelola amarah dan menekankan ini sebagai kemampuan yang harus dimiliki pasangan dan buah hati, hingga dunia kelak menjelma tempat yang lebih baik lagi.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Cara Menjinakkan ‘Ngidam’, Menurut Ahli Nutrisi

Menghirup aroma peppermint setiap dua jam sekali, membantu orang meredakan keinginan makan.

SELENGKAPNYA

Menjaga Diri dari Pertemanan tak Sehat

Lingkaran pertemanan yang tidak sehat bisa menjerat para remaja.

SELENGKAPNYA

14 Oktober 2022 Hingga Pemilu Diputuskan Ditunda

Putusan PN Jakpus itu dinilai bertentangan dengan konstitusi.

SELENGKAPNYA