Pengguna di depan layar aplikasi media sosial. (ilustrasi). | EPA-EFE/SEDAT SUNA

Kisah Dalam Negeri

Waspada Konten Bunuh Diri

Fenomen mencari views dan likes mengkhawatirkan.

Oleh BAYU ADJI P, SHABRINA ZAKARIA

Upaya bunuh diri tentu bukan perkara main-main. Selain dilarang keras dalam ajaran agama-agama, tindakan itu juga menimbulkan kesedihan mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan. 

Belakangan, tindakan itu justru jadi konten di internet. Setidaknya dalam satu kejadian, timbul korban jiwa.

Salah satu kejadian terkini, sebuah video yang berisi seorang bapak dan anaknya mencoba meminum racun untuk mengakhiri nyawa mereka ramai diperbincangkan oleh sebagian warga Kabupaten Garut. Video itu diketahui dibuat oleh seorang warga Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut. 

Kepala Kepolisian Sektor Pakenjeng Ajun Komisaris Patri Arsono membenarkan adanya salah satu warga di wilayahnya membuat video itu. Warga berinisial AS itu menarasikan sedang meminum racun tikus bersama anaknya untuk bunuh diri dalam video tersebut. "Benar, kejadian di Kecamatan Pakenjeng,” kata dia, Jumat (3/3).

 
Setelah ditelusuri, bapak dan anak dalam video tersebut masih dalam keadaan sehat.
 
 

Setelah mendapatkan informasi itu, polisi kemudian melakukan penelusuran. Setelah ditelusuri, bapak dan anak dalam video tersebut masih dalam keadaan sehat. 

Polisi kemudian meminta keterangan kepada yang bersangkutan. Namun, lelaki berinisial AS itu mengaku tidak meminum racun tikus seperti yang tampak dalam video yang beredar di media sosial. “Yang diminum adalah abu dari tungku api," kata Patri.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, AS melakukan aksi tersebut karena kesal dengan istrinya. Pasalnya, istrinya itu meninggalkan AS dan anaknya.

Patri menambahkan, polisi juga telah meminta AS untuk memberikan klarifikasi. AS juga telah meminta maaf atas perbuatannya yang membuat resah masyarakat itu. 

 
AS juga telah meminta maaf atas perbuatannya yang membuat resah masyarakat.
 
 

"Video yang beredar di media sosial itu benar saya. Itu bukan racun. Saya buat video itu karena ada masalah keluarga. Saya mohon maaf kepada semua warga," kata AS saat diminta klarifikasi oleh aparat kepolisian. 

Sebelumnya, diduga hendak membuat konten gantung diri, seorang wanita di berinisial WD (21 tahun) meninggal dunia setelah terpeleset di kursi yang menjadi tumpuan kakinya. Peristiwa di Desa Cibeber I, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, itu diketahui oleh teman korban yang sedang berinteraksi melalui panggilan video sebelum korban terjatuh.

Kapolsek Leuwiliang Kompol Agus Suprianto mengungkapkan, peristiwa itu terjadi pada Rabu (1/3) malam. Saat itu, korban berada di dalam kamar kosnya seorang diri sambil melakukan panggilan video dengan temannya.

Dari keterangan yang didapatkan dari teman korban, Agus menjelaskan, korban menggantungkan kepalanya ke seikat sarung seolah-olah ingin menggantung diri.

 
Korban menggantungkan kepalanya ke seikat sarung seolah-olah ingin menggantung diri.
 
 

"Dia pakai handphone bilang, ‘Mau bikin konten, ah,’ lewat video call sama temannya. Kursi yang di bawahnya itu terpeleset, jadi gantung diri benaran,” kata Agus saat dikonfirmasi, Kamis (2/3).

Melihat kejadian tersebut, sambung dia, teman korban sontak terkejut dan langsung berlari ke kos tempat tinggal korban. Namun, korban ditemukan sudah meninggal dunia gantung diri menggunakan sarung.

Agus mengatakan, korban kemudian dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Leuwiliang. Orang tua korban yang berdomisili di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, juga langsung mendatangi RSUD Leuwiliang.

Sisi Gelap Media Sosial - (Republika)

  ​

“Korban warga Cibadak, Ciampea. Kami belum tahu korban biasa bikin (konten) atau bagaimana. Ternyata malah langsung kejadian itu,” ungkapnya.

Agus menambahkan, polisi juga sudah meminta keterangan dari teman korban yang berinteraksi terakhir kali dengan korban, juga saksi-saksi lain. Terlebih, korban tinggal seorang diri di kosnya. “Dia sendirian waktu bikin konten, jadi enggak dilihat siapa-siapa, enggak ada yang ngawasin,” kata dia.

 
Jadi, jika views dan likes menjadi kiblat maka orang akan melakukan apa pun agar bisa terkenal.
 
 

Executive Director ICT Watch Indriyatno Banyumurti menjelaskan, maraknya konten negatif di media sosial karena bagian dari fenomena fear out missing out (FOMO), sebuah ketakutan jika tertinggal, dalam hal ini tertinggal tren yang ada di media sosial. Lingkungan pengguna, baik di dunia nyata maupun maya, membuat dia merasa harus mengikuti tren itu.

"Bahaya? Itu dipikirkan di nomor sekian karena yang penting bagi mereka adalah tidak tertinggal tren dan syukur-syukur bisa viral," ungkapnya kepada Republika, Senin (16/1). "Buat mereka, kesuksesan itu diukur dari banyaknya views dan like," ujarnya.

Ia menambahkan, apalagi sekarang ada fitur gift di Tiktok live yang memungkinkan orang mengirimkan koin kepada orang yang sedang bersiaran langsung dan koin itu dapat ditukar dengan sejumlah uang. Akhirnya muncul fenomena mandi lumpur, mandi tengah malam, yang tentunya bisa membahayakan kesehatan.

"Jadi, jika views dan likes menjadi kiblat maka orang akan melakukan apa pun agar bisa terkenal dan ujungnya bisa mendapatkan uang," ujarnya.

Palestina Dikepung Pemukim dan Tentara Israel

Setiap hari ada serangan pemukim dan tentara Israel di Tepi Barat.

SELENGKAPNYA

Demi Generasi Z yang Berakhlak

Mereka tak lelah mengajak remaja ibu kota Jakarta agar mau datang dan beraktivitas di masjid.

SELENGKAPNYA

Ketika Remaja Bicara Cyberbullying

Indonesia, termasuk dalam 10 negara teratas dengan kasus kekerasan seksual anak secara daring tertinggi sejak 2005.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya