|

Inovasi

Disrupsi HAKI di Pemanfaatan AI

Laju teknologi AI terus melahirkan berbagai kontroversi.

 

Sejak kehadirannya pada pengujung tahun lalu, perangkat lunak berbasis kecerdasan buatan (AI), seperti ChatGPT dari OpenAI, terus menimbulkan kontroversi. Mulai dari kekhawatiran akan plagiarisme di dunia pendidikan hingga revolusi di dunia seni dengan kejadiran perangkat lunak, seperti MindJourney.

Pemanfaatan ChatGPT secara luas memang dapat menimbulkan risiko. Mulai dari yang terkait dengan kekayaan intelektual (IP) hingga etika. Contohnya di Korea Selatan. 

Undang-Undang Hak Cipta di Negeri Ginseng itu melindungi karya “produksi kreatif yang mengekspresikan pikiran dan emosi manusia.” Karya dari mesin dan perangkat lunak pun tidak menggunakan hak hukum tersebut. Karena mesin dan perangkat lunak bukan manusia.

Dilansir dari Korea JoongAng Daily, amandemen Undang-Undang Hak Cipta Korea kini telah diusulkan ke Majelis Nasional untuk mengakui hak cipta AI generatif, tetapi terus mengalami penundaan selama tiga tahun. 

Situasi serupa terjadi di AS dan Cina. Otoritas Badan Peninjau Kantor Hak Cipta AS (USCO) memberikan perlindungan hak cipta kepada penulis komik yang dibuat dengan program “Midjourney”. 

Namun, USCO mengeluarkan pemberitahuan dua bulan kemudian bahwa otoritas tersebut akan mempertimbangkan kembali keputusannya. Di Cina, Pengadilan Internet Beijing memutuskan, pembuatan produk dengan AI generatif tidak dapat dilindungi hak cipta. 

Sementara pada 2019 pengadilan di Provinsi Guangdong memutuskan Tencent berhak atas hak cipta untuk artikel yang dihasilkan AI besutannya.

Beragam pertanyaan pun diajukan mengenai hak kekayaan intelektual dari data yang dilatih dari konten buatan manusia. Ini mengikuti klaim bahwa AI generatif dilatih dengan pekerjaan manusia, seperti teks, foto, dan gambar, serta diambil tanpa izin.

Menurut CNN, Getty Images telah resmi menggugat Stability AI karena diduga mencuri foto tanpa mendapatkan lisensi yang sesuai. Stabilitas AI “memilih untuk mengabaikan opsi lisensi yang layak dan perlindungan hukum lama dalam mengejar kepentingan komersial mereka yang berdiri sendiri,” menjadi argumentasi dari dasar gugatan Getty dalam pernyataan yang dikeluarkan pada Januari 2023.

Gejolak Revolusi Hukum

Dengan meningkatnya adopsi teknologi yang relatif baru dan tuntutan hukum berikutnya, Korea dan yuridiksi lainnya menghadapi seruan yang semakin besar untuk reformasi hukum. “Semakin lambat diskusi tentang hak cipta AI generatif, semakin rendah daya saing global perusahaan domestik,” kata Presiden Institut Kekayaan Intelektual Korea Son Seung-woo.

Di sisi lain, pemanfaatan AI generatif juga memicu masalah etika saat siswa mencoba menulis esai atau makalah akademis menggunakan teknologi tersebut. Pada 2 Februari 2023, seorang hakim Kolombia mengatakan dalam sebuah wawancara radio bahwa dia menggunakan ChatGPT dalam membuat suatu putusan. 

Departemen Pendidikan New York City pun akhirnya melarang akses ke ChatGPT di sekolah umum pada 6 Januari 2023. Kemudian, Konferensi Internasional tentang Machine Learning (ICML) juga ikut melarang penggunaan alat bahasa ChatGPT dan AI untuk menulis makalah akademis. 

Sementara penerbit akademis Nature and Science menyatakan bahwa ChatGPT tidak dapat dikreditkan sebagai penulis pada makalah penelitian. Nature mengeluarkan pedoman yang harus dinyatakan dalam makalah jika teknologi berbasis large language model (LLM) digunakan.

Peluang Kriminalitas

Ada juga kekhawatiran AI generatif dapat disalahgunakan dalam kejahatan. Misalnya, pengguna dapat meminta chatbot AI untuk kerentanan keamanan suatu program atau membuat situs laman jahat dengan menggabungkan berbagai fungsi AI generatif.

“Ada juga kasus di Korea di mana pengguna membuat situs web phishing dengan mencuri informasi pribadi melalui ChatGPT,” kata Moon Jong-hyun, direktur ESTsecurity. “Tingkat teknologi saat ini masih mentah, dan melalui pembelajaran berulang kali itu bisa menjadi ancaman besar.”

Contoh lain, Check Point milik Israel juga menganalisis bahwa para komunitas penjahat dunia maya kini telah menunjukkan minat yang signifikan dan terjun ke tren terbaru ini untuk menghasilkan kode berbahaya. Dalam survei yang dilakukan oleh Blackberry, 51 persen profesional teknologi informasi (TI) memperkirakan, serangan kredit ChatGPT akan terjadi dalam waktu kurang dari satu tahun dan 78 persen memperkirakan akan terjadi dalam dua tahun.

Sisi lain, output ofensif yang disampaikan oleh robot bertenaga AI juga ikut menjadi perhatian. Dalam obrolan dengan seorang reporter, salah satu chatbot Korea mengatakan ia telah memasang kamera tersembunyi.

Chief Technology Officer (CTO) OpenAI Mira Murati mengakui dalam wawancara dengan Time bahwa AI dapat disalahgunakan atau dapat digunakan oleh aktor jahat.

Menanggapi berbagai sisi gelap yang dapat dimunculkan dari pemanfaatan AI ini, Lim So-yeon, seorang profesor di College of Liberal Arts di Dong-A university, di Busan, Korea Selatan, menjelaskan, pengguna tidak boleh memberikan kepribadian pada AI generatif. Menurutnya, manusia sebagai pengguna juga harus terus mengedukasi diri dan memiliki ‘literasi AI’ yang mengenali AI generatif sebagai sejenis alat yang sebatas pada mempelajari teks tertentu dan memberikan jawaban yang layak. 

 

 

 
ChatGPT tidak dapat dikreditkan sebagai penulis pada makalah penelitian.
Penerbit akademis Nature and Science
 
   

 

 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat