
Dunia Islam
Melihat Lagi Jejak Hubungan Turki Utsmani dan Aceh
Aceh menjalin hubungan diplomatik dengan Turki Utsmaniyah setidaknya sejak abad VI.
"Alam Peudeung Mirah". Itulah sebutan untuk bendera Kesultanan Aceh. Penampilannya tidak jauh berbeda dengan panji Kekhalifahan Turki Utsmaniyah, yakni berhiaskan simbol bulan sabit dan bintang putih dengan latar warna merah yang dominan.
Kemiripan itu bukanlah sebuah kebetulan. Antara Kesultanan Aceh dan Turki Utsmaniyah terdapat pertalian historis yang panjang. Keduanya seiring sejalan dalam banyak hal, terutama saat berupaya mengusir imperialisme Barat.
Antara Kesultanan Aceh dan Turki Utsmaniyah terdapat pertalian historis yang panjang.
Ribuan kilometer terbentang antara Turki dan Aceh. Namun, jarak geografis itu bukanlah kendala bagi pemimpin masing-masing negeri untuk menjalin hubungan yang erat. Setidaknya sejak abad ke-16, Aceh Darussalam berinisiatif mendapatkan dukungan dari kerajaan Islam terbesar di Timur Tengah atau bahkan penjuru dunia itu.
Sultan Ali Mughayat Syah memerlukan aliansi dengan Daulah Turki Utsmaniyah untuk mengusir Portugis dari Nusantara.
Mehmet Ozay dalam buku Kesultanan Aceh dan Turki: Antara Fakta dan Legenda (2013) mengatakan, sang sultan mengirimkan sejumlah delegasi ke Konstantinopel, pusat pemerintahan Kekhalifahan Turki Utsmaniyah. Mereka membawa sejumlah besar komoditas berharga untuk diberikan kepada penguasa setempat, Sultan Suleiman I al-Qanuni.

Begitu tiba di tujuan, para utusan Aceh tersebut tidak bisa langsung menemui Sultan al-Qanuni. Sebab, pemimpin Utsmaniyah itu sedang memimpin pasukan yang bertempur melawan Hungaria di Balkan dalam Perang Szigetwar.
Alhasil, mereka menghabiskan waktu lebih lama di Konstantinopel sembari menunggu usainya pertempuran. Dengan usaha sendiri, mereka menyewa tempat dan mencari penghasilan dengan menjual berbagai komoditas yang dibawanya.
“Setelah Selim II, putra Sultan Sulaiman I, selesai dilantik, barulah utusan Aceh memperoleh kesempatan untuk melakukan kunjungan resmi ke Istana, yakni dua tahun setelah kedatangan mereka di Turki,” tulis Ozay.
Pertemuan itu terjadi pada 7 Januari 1565. Sebelumnya, para delegasi Aceh dengan sangat terpaksa sudah menjual semua komoditas lada yang mereka miliki, termasuk bagian yang sesungguhnya diniatkan sebagai hadiah kepada sultan Turki.

Yang tersisa di tangan mereka hanyalah secupak lada (1 cupak sama dengan seperempat gantang). Itulah yang dapat mereka tawarkan kepada Sultan Selim II.
Sultan Turki Utsmani kemudian memutuskan untuk mengusahakan bantuan militer kepada Aceh. Tidak hanya ratusan personel pasukan, tetapi juga berbagai bentuk persenjataan yang canggih pada masanya.
Di antaranya adalah sebuah meriam yang belakangan dinamakan sebagai Lada Sicupak demi mengenang momen historis tersebut.
Tim SAR Darurat dari Berbagai Negara Berangkat ke Turki
Dua pesawat militer Romania membawa puluhan tenaga SAR dan Anjing pelacak terlatih.
SELENGKAPNYAPenyintas Gempa Turki: Ini Seperti Kiamat
Korban jiwa gempa Turki-Suriah mencapai lebih dari 1.200 orang.
SELENGKAPNYALewat Fikih Peradaban, NU Ambil Peran di Dunia Internasional
PBB dinilai telah gagal menciptakan perdamaian dunia.
SELENGKAPNYA