Oni Sahroni | Daan Yahya | Republika

Konsultasi Syariah

Lahan Mau Dikerjasamakan, Pakai Skema Apa?

Kerja sama ini dibolehkan menurut seluruh ulama salaf dan khalaf.

DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

 

Assalamu’alaikum. wr. wb,

Saya mempunyai lahan pertanian di Karawang (kampung saya), tetapi saya tinggal di Jakarta. Saya ingin bekerja sama dengan tetangga dan memintanya untuk mengelola. Kira-kira skema apa yang sesuai syariah antara saya sebagai pemilik dan tetangga sebagai pengelola? Mohon penjelasan Pak Ustaz. -- Acep Sudiana, Jakarta

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Jika yang dimaksud dengan lahan tersebut adalah lahan-lahan produktif seperti lahan persawahan, lahan kelapa sawit dan sejenisnya, maka bisa melakukan kerja sama dengan salah satu dari dua skema berikut.

Pertama, memberdayakan tetangga tersebut dengan kompensasi, baik menghasilkan ataupun tidak. Misalnya, memiliki satu hektare sawah di Karawang kemudian meminta si B (tetangga di Karawang) untuk mengelola sawah tersebut selama satu kali panen, yaitu dari mulai menggarapnya, menanamnya, merawatnya hingga musim panen.

Maka sesuai perjanjian, ia berhak mendapatkan fee atas jasa pengelolaan, baik panen atau tidak panen, bukan atas realisasi bagi hasil.

Dalam bahasa fikih, perjanjian kerja sama ini disebut dengan ijarah. Di mana petani atau pengelola berjasa mengelola sawah dan pemiliknya membayar upahnya sebagai kompensasi. Misalnya, si A pemilik lahan di Karawang menyampaikan kepada si B (tetangganya) yang ditunjuk untuk pengelolaan tersebut.

"Pak B, tolong kelola sawah saya. Pekerjaan Bapak mulai dari menanam hingga usia panen, nanti akan saya berikan kompensasi upah sebesar Rp 2 juta."

Skema ijarah tersebut dibolehkan dengan term and conditions merujuk pada akad ijarah sebagaimana Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No 112/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Ijarah, dan Standar Syariah Internasional AAOIFI No 9 tentang Al-Ijarah wa al-Ijarah al-Muntahiyah bi at-Tamlik.

Skema alternatif kedua adalah bagi hasil antara pemilik lahan dengan pengelola. Misalnya, Pak Ahmad pemilik lahan sawah seluas satu hektare, karena ia ASN dan tidak memiliki waktu untuk mengelolanya, maka bekerja sama dengan Pak Budi dan memintanya untuk mengelola selama satu musim.

Selain lahan sebagai modalnya, Pak Ahmad juga menyediakan benih dan pupuk. Praktis, peran Pak Budi hanya berkeringat mengelolanya. Di antara perjanjiannya, jika menghasilkan akan dibagi dua (50 persen: 50 persen).

Jika kerja sama tersebut di sektor pertanian, seperti lahan sawah di Karawang itu, disebut dengan istilah muzara’ah. Tetapi jika yang dikerjasamakan itu lahan perkebunan, seperti kelapa sawit di Riau, maka disebut musaqah.

Sesungguhnya kerja sama ini dibolehkan atau halal menurut seluruh ulama salaf dan khalaf (kecuali Abu Hanifah dan Zufar).

 
Sesungguhnya kerja sama ini dibolehkan atau halal menurut seluruh ulama salaf dan khalaf (kecuali Abu Hanifah dan Zufar).
 
 

Detailnya, ulama yang membolehkan adalah Ibnu Abbas (menurut salah satu pendapat), seluruh ulama mazhab Maliki dan mazhab Hanbali, Abu Yusuf dan Muhammad (yang menjadi pilihan mazhab Hanafi), dan pendapat Said bin Musayyab, Thawus. Pendapat ini juga dinisbatkan pada az-Zuhri, Muadz, Sufyan ats-Tsaury, Auza’i, Ibnul Mundzir, dan Ishaq.  

Hal ini didasarkan pada (a) Hadis khaibar, "Diriwayatkan dari Umar RA, sesungguhnya Rasulullah SAW telah melakukan akad bagi hasil dengan penduduk Khaibar dengan sejumlah hasil panen tanah tersebut, baik berupa buah atau tanamannya." (Fathu al-Bari, Juz V, halaman 10).

(b) Bahkan, seluruh sahabat (tanpa terkecuali) telah sepakat bahwa muzara’ah itu syar’i atau halal (al-Mughni 5/418). Dan karena kerja sama di sektor pertanian dan perkebunan ini telah dilakukan oleh Rasulullah SAW, sahabat, tabi’in, dan generasi salaf, karena menjadi pencaharian mereka pada saat itu.

Dari sisi ketentuan, muzara’ah dan musaqah itu kerja sama bagi hasil persis seperti mudharabah. Jika dalam mudharabah, kerja sama dilakukan antara investor (pemilik dana) dengan pengelola, maka muzara’ah dan musaqah juga kerja sama antara pemilik tanah dengan pengelola.

Jika dalam mudharabah, pemilik modal berarti pemilik dana yang ia serahkan kepada pengelola. Maka dalam muzara’ah dan musaqah, pemilik modal berarti pemilik lahan (pertanian atau perkebunan) yang ia serahkan kepada pengelola atau petani.

Seluruh ketentuan mudharabah diberlakukan dalam muzara’ah dan musaqah sebagai berikut.

(1) Para pihak; investor (pemilik lahan) dan pengelola (petani). Kerja sama ini meniscayakan mitra atau pengelola yang amanah karena kewenangan dan pelaporan dilakukan oleh pengelola, terlebih jika kedua pihak berjauhan dan tidak melihat atau mengawasi langsung proses pengelolaannya.

(2) Modal dan amal; modal investor adalah lahan pertanian atau perkebuhan, sedangkan modal pengelola itu waktu dan keringatnya mengelola lahan. Adapun modal lain, seperti benih dan pupuk itu boleh bersumber dari investor ataupun pengelola, bahkan boleh dari keduanya menurut Malikiyah. 

(3) Hak, kewajiban dan yang dikelola (muta’alliq al-amal). Kewajiban pengelola lahan pertanian itu menanam, merawatnya hingga panen. Sedangkan di sektor perkebunan, pengelola merawatnya dengan membersihkan dan menyiramnya hingga berbuah atau panen.

Menurut pendapat sebagian ulama, objek sektor perkebunan adalah semuanya, baik yang menjadi hasil panen buahnya atau bunga dan lainnya.

(4) Keuntungan dan kerugian. Keuntungan disepakati dalam bentuk persentase yang didasarkan pada kesepakatan. Sedangkan, kerugian disepakati menjadi tanggung jawab pemilik modal agar impas dan adil.

Kedua pilihan kerja sama tersebut dibolehkan. Selanjutnya mana pilihan yang lebih prioritas dan realistis itu didasarkan pada pertimbangan lain, seperti risiko dan kemudahan mencari pengelola yang amanah.

Sebagaimana dimaklumi bahwa saat ijarah yang menjadi pilihan, maka pengelola mendapatkan fee; terlepas dari realisasi hasil taninya. Sedangkan dalam bagi hasil, pendapatan pengelola itu bergantung pada hasil panen.

Di satu sisi memberikan semangat kepada pengelola untuk bekerja maksimum agar pendapatannya tinggi karena disesuaikan dengan hasil panen. Namun di sisi lain membutuhkan pengelola yang amanah karena ia yang mengelola dan melaporkan hasil panen.

Wallahu a’lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Outlook IMF Vs Bank Dunia: Mitos Resesi Global?

Outlook IMF atau Bank Dunia yang perlu dipercaya sebagai acuan resesi global?

SELENGKAPNYA

Syukur dan Sabar

Supaya hidup terasa bahagia maka tanamkanlah dua sikap ini syukur dan sabar.

SELENGKAPNYA

Menikah di KUA Biar Hemat

Ada tuntunan yang harus dilakukan saat menikah di KUA menjadi pilihan.

SELENGKAPNYA