
Nasional
Rp 1,44 Triliun Disetorkan ke Negara
Setotal Rp 3,11 triliun aset dari hasil korupsi dan TPPU PT Jiwasraya telah dirampas.
JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) menyetorkan uang senilai Rp 1,44 triliun hasil perampasan aset korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) PT Asuransi Jiwasraya, ke kas negara, Kamis (2/2).
Uang tersebut diserahkan Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejakgung melalui Direktur Jenderal (Dirjen) Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai pengganti kerugian negara dalam kasus tersebut.
“Ini (penyerahan hasil rampasan) merupakan komitmen kejaksaan untuk memberikan kontribusi secara masif dalam rangka asset recovery (pemulihan aset),” kata Kepala PPA Kejakgung Syaifudin Tagamal, dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, pada Kamis (2/2).
Dia mengatakan, sejak 2021 sampai dengan Februari 2023, total Rp 3,11 triliun aset dari hasil korupsi dan TPPU PT Jiwasraya yang dirampas dari para terpidana. Semuanya sudah disetorkan ke kas negara untuk pengganti kerugian negara.
“Jumlah tersebut, baik yang bersumber dari uang rampasan, penjualan lelang, penjualan langsung, penjualan efek, pencairan reksadana, maupun penetapan status penggunaan,” kata Syaifudin.
Jumlah tersebut, di antaranya dalam bentuk 170 bidang tanah dan bangunan senilai Rp 79,81 miliar yang telah laku terjual dalam lelang terbuka. Serta Rp 1,41 miliar yang berasal dari 1.188 bentuk barang rampasan tanah dan bangunan yang belum terjual. Juga Rp 8,10 miliar dari pelelangan 22 unit mobil dan satu unit kendaraan motor. Serta aset rampasan dalam bentuk 90 produk reksadana senilai Rp 1,26 triliun, dan bursa efek senilai Rp 1,37 triliun yang bersumber dari penjualan 3,2 miliar lembar saham, waran, obligasi, dan terkait lainnya.
Selain itu, juga uang Rp 26 juta hasil penjualan langsung sepeda merek Mercedes Benz, dan Paris 501. PPA Kejakgung juga menyetorkan hasil perampasan uang senilai Rp 11,82 miliar. Dan hasil penjualan lelang berupa barang-barang bernilai, seperti perhiasan, arloji, gitar listrik setotal Rp 856,5 juta. Juga ada dalam bentuk kapal pesiar phinisi senilai Rp 5,55 miliar, dan hasil penjualan lelang aset PT Gunung Bara Utama (GBU) senilai Rp 9,05 miliar. Lalu setoran dalam bentuk penetapan status penggunaan (PSP) senilai Rp 3,91 miliar atas empat unit kendaraan mobil.

Syaifudin mengatakan, nilai pengembalian kerugian negara yang sudah berhasil dilakukan oleh Kejakgung memang belum setara dengan total kerugian negara dalam kasus korupsi dan TPPU Jiwasraya. Hal tersebut mengacu pada kerugian negara dalam kasus Jiwasraya, yakni setotal Rp 16,8 triliun. Namun begitu, menurut dia, kejaksaan masih tetap pada komitmen untuk terus menelusuri dan melakukan perampasan aset-aset para terpidana yang sudah inkrah di pengadilan.
Pun, menurut dia, masih ada sejumlah aset-aset rampasan dari para terpidana yang sampai saat ini belum dapat disetorkan ke kas negara, sebagai pemulihan dan pengganti kerugian negara. Syaifudin mengatakan, aset-aset rampasan tersebut belum dapat dilakukan lelang.
“Terhadap barang-barang rampasan yang belum diselesaikan, merupakan komitmen yang akan terus kami (kejaksaan) upayakan penyelesaiannya dalam rangka optimalisasi PNBP (penerimaan negara bukan pajak),” kata Syaifudin.
Masih ada sejumlah aset-aset rampasan dari para terpidana yang sampai saat ini belum dapat disetorkan ke kas negara.
Dalam kasus korupsi dan TPPU Jiwasraya, total kerugian negaranya mencapai Rp 16,8 triliun. Sejumlah terpidana dalam kasus ini sudah inkrah sampai di level kasasi. Di antaranya, terpidana Benny Tjokrosaputro yang dipidana penjara seumur hidup dan dihukum pidana pengganti kerugian negara senilai Rp 6,5 triliun.
Sedangkan terhadap terpidana Heru Hidayat juga dihukum penjara seumur hidup dan dihukum pidana denda pengganti kerugian negara senilai Rp 10,7 triliun. Terpidana lain dalam kasus ini, yakni Joko Hartono Tirto, dan sejumlah mantan petinggi PT Asuransi Jiwasraya lainnya.
Kasus Jiwasraya berkaitan dengan kasus korupsi PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI). Benny Tjokrosaputro juga merupakan terdakwa dalam kasus di PT ASABRI. Dalam kasus ASABRI, PN Tipikor menyatakan kerugian negara mencapai Rp 22,78 triliun. Dan JPU dalam tuntutannya meminta majelis hakim menghukum Benny Tjokro dengan hukuman mati. Namun, hakim memutus pidana nihil untuk Benny.

Kejakgung memastikan banding atas putusan pidana nihil terdakwa Benny Tjokrosaputro dalam kasus korupsi dan TPPU PT ASABRI. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah menilai, putusan nihil PN Tipikor terhadap bos PT Hanson Internasional (MYRX) tersebut tak sejalan dengan prinsip-prinsip hukum. Pun, menurut Febrie, putusan nihil tersebut berpotensi dapat membebaskan terdakwa dari jerat pemidanaan.
“Saya sudah perintahkan kepada tim penuntutan untuk menyatakan banding. Kita menghormati apa yang sudah menjadi keputusan dari majelis hakim. Tetapi, putusan itu (nihil) sangat tidak sesuai dengan keadilan masyarakat dan korban dari perbuatan terdakwa yang dalam hal ini sangat merugikan negara,” kata Febrie beberapa waktu lalu.
Febrie menjelaskan, vonis majelis hakim terhadap Benny Tjokro sebetulnya menyatakan bersalah karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi ataupun TPPU. Vonis tersebut sesuai dengan dakwaan JPU. Akan tetapi, majelis hakim menjatuhkan pidana nihil dan hanya memberikan sanksi pidana mengganti kerugian negara senilai Rp 5,7 triliun.
“Itu bertentangan dengan undang-undang tindak pidana korupsi yang seharusnya diancam pidana minimal empat tahun penjara,” kata Febrie.

Febrie mengatakan, pidana nihil tersebut sama saja dengan tak menjatuhkan pemidanaan. Majelis hakim dalam pertimbangannya, menjadikan putusan kasus korupsi dan TPPU pada PT Asuransi Jiwasraya terhadap Benny Tjokro, sebagai acuan dalam putusan di kasus ASABRI. Dalam kasus Jiwasraya, Benny Tjokro sudah inkrah di level kasasi, dengan pidana penjara seumur hidup karena terbukti merugikan negara Rp 16,8 triliun.
Dalam kasus ASABRI, PN Tipikor menyatakan kerugian negara mencapai Rp 22,78 triliun. Dan JPU dalam tuntutannya, meminta majelis hakim menghukum Benny Tjokro dengan hukuman mati. “(Tuntutan) hukuman mati itu sebab terdakwa melakukan pengulangan tindak pidana korupsi pada PT Asuransi Jiwasraya yang sudah inkrah, dan dilakukan juga perbuatannya di ASABRI,” ujar Febrie menegaskan.
Empat Langkah Mengatasi Kesedihan
Jika amarah sudah akan meledak, dengarkanlah musik favorit kita.
SELENGKAPNYAMengenal Psoriasis, Penyakit yang Dialami LeAnn Rimes
Lesi atau plak juga dapat muncul pada kelopak mata, telinga, bibir, lipatan kulit, tangan, kaki, dan kuku.
SELENGKAPNYA