
Kisah
Kala Syekh Hasan al-Bashri Bersabar 20 Tahun
Selama 20 tahun, Syekh Hasan al-Bashri bersabar menghadapi tetangganya.
Islam mengajarkan keutamaan bersabar. Inilah sifat yang hendaknya dimiliki setiap Muslim. Dengan mengamalkan ketabahan, seseorang dapat tenang dalam menghadapi segala masalah dan tidak terseret dalam amarah yang merusak.
Berikut ini adalah kisah seorang alim yang kesabarannya membuahkan hikmah, baik bagi dirinya sendiri maupun orang di sekitarnya. Dialah Syekh Hasan al-Bashri.
Ulama Irak dari abad pertama Hijriyah ini memiliki seorang tetangga yang berlainan iman. Hubungannya dengan orang Nasrani itu secara umum baik-baik saja.
Ulama Irak dari abad pertama Hijriyah ini memiliki seorang tetangga yang berlainan iman.
Akan tetapi, ada satu persoalan yang mengganjal. Kebetulan, rumah tetangga Syekh Hasan al-Bashri itu terdiri atas dua lantai. Pada tingkat paling atas, terdapat ruangan yang berfungsi sebagai kamar mandi.
Sayangnya, sistem pipa toilet di sana tidak begitu bagus sehingga menyebabkan kebocoran. Dari hari ke hari, bulan ke bulan, air dari toilet itu merembes ke luar. Karena kediaman sang syekh berdempetan dengan bangunan milik orang Kristen itu, rembesan tersebut sampai ke sisi dalam rumah al-Bashri.
Yang menetes dari toilet si tetangga Nasrani ke lantai ruang tengah milik Hasan al-Bashri bukan sembarang air. Pipa yang bocor itu mengalirkan air pipis. Alhasil, rumah sang alim sering kali kebauan karena ditetesi benda najis itu.
Bukannya marah-marah, Syekh al-Bashri hanya menyiapkan wadah untuk menampung tetesan dari langit-langit ruang tengahnya itu. Setiap malam, ulama yang masyhur di seantero Irak itu keluar untuk membuang air kencing yang sudah memenuhi wadah tersebut.
Ia bukannya tidak mengetahui sumber masalah. Akan tetapi, yang dipilihnya adalah bersabar. Al-Bashri tidak sebersit pun berpikiran bahwa tetangganya sengaja menyulitkan dirinya dengan kebocoran air dari toilet itu. Begitulah keadaaannya hingga 20 tahun lamanya.
Seperti diceritakan Imam Abu Hayyan at-Tauhidi dalam Kitab al-Imta wa al-Mu’anasah, pada suatu hari Syekh Hasan al-Bashri mengalami sakit yang cukup parah. Pakar hadis yang telah berguru pada banyak sahabat Rasulullah SAW itu bahkan tidak sanggup memimpin shalat di Masjid Raya Basrah. Halakah-halakah ilmu yang biasa dipimpinnya pun terpaksa libur sejenak.
Maka, orang-orang ramai menjenguknya. Tamu-tamu berdatangan, baik dari kalangan penguasa maupun rakyat biasa. Semuanya berdoa, semoga sang mahaguru dapat kembali sehat seperti sedia kala.
Di antara mereka ialah si tetangga yang rumahnya bersisian dengan Syekh Hasan. Dengan takzim, lelaki yang beragama Nasrani itu membesuknya.
Di antara mereka ialah si tetangga yang rumahnya bersisian dengan Syekh Hasan. Dengan takzim, lelaki yang beragama Nasrani itu membesuknya. Saat hendak pamit, betapa terkejutnya ia mendapati bau tidak sedap dari arah ruang tengah.
Ternyata, di pojok ruangan tersebut ada wadah yang menampung tetesan air dari langit-langit. Lebih kaget lagi sang tetangga Nasrani itu. Sebab, ia yakin betul bahwa sumber kebocoran itu ialah toiletnya sendiri yang terletak di lantai dua.
Dengan ketakutan, pria itu mengambil wadah tersebut lalu membuang isinya jauh-jauh dari rumah. Kemudian, ia segera menemui lagi Syekh Hasan untuk meminta maaf.
“Wahai Abu Sa’id, sudah berapa lama engkau menanggung kesusahan yang disebabkan kebodohanku ini?” tanyanya. Abu Sa’id adalah panggilan untuk ulama besar tersebut.
“Sudah 20 tahun hingga kini,” jawab al-Bashri.
Sang tetangga sangat terkejut. Setelah cukup lama terdiam, ia berkata, “Wahai Abu Sa’id, saksikanlah diriku, asyhaduan laa ilaaha illa Allah, wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah. Sungguh, aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan-Nya.”
Demikianlah buah dari kesabaran Syekh Hasan al-Bashri dalam hidup bertetangga. Maslahat yang diterimanya tidak hanya ketenangan batin. Bahkan, atas izin Allah SWT, ia pun mendapatkan saudara seiman yang baru. Dengan kata lain, sifatnya yang tulus menjadi jalan hidayah bagi tetangganya.
Membungkam Palestina, Merangkul Arab: Mungkinkah?
Mewujudkan kemerdekaan Palestina bukan pilihan, melainkan keniscayaan.
SELENGKAPNYAJihad Literasi Membendung Radikalisme
Pegiat literasi Soffa Ihsan berupaya bangun spirit jihad literasi di kalangan eks napiter.
SELENGKAPNYA