OPINI -- Kenaikan Ongkos Haji | Republika/Daan Yahya

Opini

Kenaikan Ongkos Haji

Perlu dirumuskan formulasi nilai manfaat masing-masing calon jamaah secara proporsional dan berkeadilan.

DIDIK DARMANTO; Petugas Haji 2022, Bekerja di Kementerian PPN/Bappenas

Dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR, Kamis, 19 Januari 2023, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas membawa harapan sekaligus kegalauan di tengah masyarakat Muslim Indonesia.

Kabar gembiranya, Kerajaan Arab Saudi sepakat mengembalikan kuota haji ke porsi semula, yakni 221 ribu jamaah. Selain itu, masih terbuka peluang bagi Indonesia memperoleh tambahan kuota, dari pengalihan kuota haji negara lain yang kurang optimal dimanfaatkan.

Penambahan kuota dapat memangkas masa tunggu calon jamaah haji, yang di beberapa daerah sudah mencapai 30 tahun lebih. Kabar kurang sedapnya, Menag Yaqut mengusulkan kenaikan biaya perjalanan ibadah haji atau biasa disebut dengan Bipih (biaya perjalanan ibadah haji).

 
Penambahan kuota dapat memangkas masa tunggu calon jamaah haji, yang di beberapa daerah sudah mencapai 30 tahun lebih.
 
 

 

Kenaikannya cukup signifikan, dari Rp 39,88 juta pada 1443H/2022M menjadi Rp 69,19 juta pada penyelenggaraan Haji 1444H/2023M. Meskipun begitu, total biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) hanya naik sekitar Rp 514 ribu.

Kenaikan ongkos haji karena ada perubahan komposisi komponen Bipih dan nilai manfaat. Nilai manfaat merupakan hasil pengembangan dana setoran awal calon jamaah, yang selama ini digunakan untuk menutup kekurangan biaya penyelenggaraan ibadah haji.

Pada 2022, komponen nilai manfaat memberikan sumbangan besar dalam komposisi biaya penyelenggaraan ibadah haji, yakni 59,46 persen atau Rp 58,49 juta. Sedangkan pada 2023, Kemenag mengusulkan komponen nilai manfaat berkurang menjadi 30 persen (Rp 29,70 juta).

Prinsip istitha’ah

Perubahan komposisi komponen BPIH ini didasarkan pada prinsip istitha’ah dan untuk menjaga keberlanjutan dana haji.

Istitha’ah merupakan bagian dari fikih berhaji, yang secara sederhana dapat diartikan kemampuan seseorang menjalankan ibadah haji dan umrah, baik secara fisik maupun finansial.

Dengan prinsip istitha’ah, seyogianya calon jamaah membiayai ongkos ibadah haji secara mandiri, termasuk tidak menggunakan hasil nilai manfaat dari pengembangan dana setoran awal calon jamaah haji yang lain.

Namun yang menjadi persoalan, rekening virtual jamaah haji baru saja dimulai empat tahun lalu. Melalui rekening virtual ini, BPKH dapat memberikan informasi dan menyetorkan hasil nilai manfaat secara berkala.

 
Melalui rekening virtual ini, BPKH dapat memberikan informasi dan menyetorkan hasil nilai manfaat secara berkala.
 
 

 

Calon jamaah haji 2023 yang mendaftar sebelum 2018 dipastikan belum memiliki rekening virtual. Jadi, tidak bisa diketahui seberapa besar nilai manfaat yang melekat pada masing-masing jamaah.

Karena belum semua calon jamaah punya rekening virtual, selama ini penggunaan nilai manfaat menggunakan prinsip “gotong royong”.

Yakni, hasil total nilai manfaat tahun berjalan digunakan untuk menutup selisih total biaya penyelenggaraan haji dengan ongkos yang dibayar jamaah. Meski dalam nilai manfaat itu bisa jadi terdapat hak calon jamaah lain yang masih antre diberangkatkan ke Tanah Suci.

Penggunaan nilai manfaat pada tahun berjalan untuk menutup kekurangan BPIH ini, kurang sejalan dengan prinsip istitha’ah dan potensial mengganggu keberlanjutan dana haji.

Ijtihad kemaslahatan

Kenaikan Bipih juga berlaku bagi 94 ribu calon jamaah haji yang sudah lunas bayar, tapi batal berangkat. Pada 2020, ada 84,6 ribu calon jamaah sudah lunas dan batal berhaji karena pandemi. Pada 2022, ada 9,8 ribu calon jamaah sudah lunas, tapi batal berangkat karena pengurangan kuota dan pembatasan usia.

Tentu Kemenag perlu menempuh ijtihad untuk kemaslahatan umat, agar kenaikan ongkos haji, selain untuk menjaga fikih istitha’ah dalam berhaji, juga mengedepankan prinsip keadilan dan kewajaran.

Dengan usulan komposisi BPIH 2023 yang disampaikan Kemenag, komponen BPIH yang dibebankan kepada dana nilai manfaat hanya 30 persen atau sekitar Rp 5,9 triliun.

Sementara itu, berdasarkan laporan keuangan BPKH, perolehan dana nilai manfaat terus meningkat dari tahun ke tahun, seiring semakin besarnya porsi investasi dan beragamnya instrumen investasi syariah.

Perolehan nilai manfaat 2020 mencapai Rp 7,43 triliun, meningkat Rp 67 miliar dari tahun 2019. Sementara perolehan nilai manfaat 2021 meningkat 41,32 persen dari tahun sebelumnya menjadi Rp 10,50 triliun.

Diperkirakan, perolehan nilai manfaat pada 2023 tetap dapat dipertahankan pada angka di atas Rp 10 triliun. Bila ditambah nilai manfaat yang tidak dipergunakan pada 2020 dan 2021, diperkirakan terdapat sekitar Rp 22 triliun-Rp 25 triliun dana nilai manfaat.

Artinya, masih cukup leluasa dan aman bagi keberlangsungan dana haji apabila porsi dana nilai manfaat pada komposisi BPIH dinaikkan di atas 30 persen. Dengan menaikkan porsi dana nilai manfaat, diharapkan kenaikan Bipih tak terlalu besar dan bisa lebih diterima umat.

 
Dengan menaikkan porsi dana nilai manfaat, diharapkan kenaikan Bipih tak terlalu besar dan bisa lebih diterima umat.
 
 

Pengurangan porsi dana nilai manfaat menuju full cost BPIH, merupakan kebijakan tepat untuk menegakkan prinsip istitha’ah dan menuju pengelolaan dana haji lebih profesional. Namun, full cost perlu dilakukan bertahap dalam jangka tiga sampai lima tahun ke depan.

Full cost BPIH kurang tepat bila dilakukan secara penuh pada tahun ini, apalagi ada sebagian jamaah yang statusnya sudah lunas bayar, tapi batal berhaji. Penerapan full cost BPIH ke masing-masing jamaah hanya bisa dilakukan manakala rekening virtual sudah berjalan optimal.

Solusi jangka pendek pada masa transisi ini, Kemenag dan BPKH perlu merumuskan formulasi untuk menentukan nilai manfaat masing-masing calon jamaah secara proporsional dan berkeadilan. Semakin lama masa tunggu, semakin besar nilai manfaat yang diperoleh.

Hasil penempatan investasi dana haji selama ini setara dengan interest rate dalam kisaran 5,3-7,2 persen per tahun. Imbal hasil dana haji ini dapat dijadikan acuan dalam menentukan nilai manfaat calon jamaah haji.

Termasuk dengan mempertimbangkan interest rate yang lebih tinggi bagi calon jamaah yang sudah lunas bayar, tapi batal berangkat pada 2020 dan 2022.

Dengan formulasi penghitungan nilai manfaat yang proporsional, diharapkan dapat memuluskan proses transisi menuju full cost BPIH untuk menegakkan prinsip istitha’ah, dengan tetap mengedepankan prinsip keadilan dan kenaikan ongkos haji yang wajar.

Adapun solusi jangka panjang, di antaranya Kemenag dan BPKH perlu memperbaiki data haji agar seluruh calon jamaah memiliki rekening virtual. Pengelolaan dana haji juga harus lebih profesional agar memberi imbal hasil optimal untuk meringankan beban biaya haji.

Naiknya Biaya Haji dan Nilai Manfaat yang Terancam Habis

Masih ada diskusi lanjutan bersama DPR tentang persentase yang harus dibayar jamaah.

SELENGKAPNYA

Jokowi Sebut Biaya Haji Masih Dihitung, Akankah Direvisi?

Komponen pembiayaan yang tinggi disebut ada pada biaya pesawat.

SELENGKAPNYA

Minta Penjelasan Rasional, DPR Bentuk Panja Biaya Haji

DPD minta Kemenag mengkaji ulang rencana kenaikan biaya haji 2023

SELENGKAPNYA