Nelayan payang (jaring ikan) di antara sampah di pesisir Teluk Lampung, Sukaraja, Bandar Lampung, Kamis (26/1/2023). | Mursalin Yasland/Republika

Nusantara

Sampah di Pantai Lampung tak Kunjung Tertanggulangi

Volume sampah di pesisir Lampung terus meningkat.

OLEH MURSALIN YASLAND

Sejak akhir Desember 2022 lalu, sudah tak mudah bagi nelayan-nelayan di pesisir Provinsi Lampung pergi melaut. Angin kencang yang memicu gelombang tinggi pada akhir tahun memaksa para nelayan menambatkan perahu mereka.

“Kalau kemarin (Ahad, 11/12/2022) anginnya kencang, kami tunda melaut sampai gelombang laut benar-benar aman,” kata Hasan (38 tahun), nelayan di Kotakarang, Bandar Lampung, saat itu.

Namun saat gelombang mereda, masalah para nelayan tersebut ternyata belum juga selesai. “Hasil tangkapan ikan menurun drastis karena banyak sampah plastik di laut sekarang,” kata Erwan (54 tahun), nelayan di Sukaraja, Bandar Lampung, Kamis (26/1).

Limbah sampah plastik dari rumah tangga dan pabrik memang sejauh ini masih mewarnai perairan Teluk Lampung. Selama bertahun-tahun, tumpukan sampah domestik warga masih berada di pesisir Teluk Lampung, bahkanm eningkat volumenya bila hujan turun.

photo
Nelayan payang (jaring ikan) di antara sampah di pesisir Teluk Lampung, Sukaraja, Bandar Lampung, Kamis (26/1/2023). - (Mursalin Yasland/Republika)

Warga Kampung Nelayan Sukaraja, Kota Bandar Lampung, terpaksa  hidup bersama tumpukan sampah di pesisir Teluk Lampung. Banyaknya sampah terutama berbahan plastik selain mengganggu kehidupan kampung nelayan, juga memengaruhi hasil tangkapan ikan nelayan.

Kampung Sukaraja dikenal turun temurun sebagai nelayan payang (menebar jaring di tengah laut, lalu ditarik ke daratan). Sejak sampah menumpuk di bibir pantai dan mengambang di laut, hasil tangkapan ikan nelayan payang berkurang.

“Terkadang kami hanya dapat plastik-plastik kotor dari laut, ikannya hanya sedikit,” kata Erwan. Padahal, nelayan sudah menebar jaring hampir ke tengah laut.

Menurut Indra, nelayan lainnya, tumpukan plastik di bibir pantai Teluk Lampung sudah jarang diperhatikan Pemerintah Kota Bandar Lampung dan Pemerintah Provinsi Lampung. Beberapa tahun lalu, pemprov bertekad ingin mengurangi volume sampah dengan melakukan penyekatan di saluran air dari daratan ke laut.

photo
Nelayan payang (jaring ikan) di antara sampah di pesisir Teluk Lampung, Sukaraja, Bandar Lampung, Kamis (26/1/2023). - (Mursalin Yasland/Republika)

“Tapi, realisasinya belum keliatan. Sampah makin menumpuk, apalagi kalau sudah hujan turun, laut penuh sampah,” ujar Indra.

Berdasarkan dokumen Bappeda Lampung tahun 2021, produksi sampah di Kota Bandar Lampung 700 ton lebih setiap hari. Sedangkan data di Dinas Lingkungan Hidup Lampung pada tahun 2020, produksi sampah empat ribu ton lebih per hari. Sampah tersebut terdiri dari sampah plastik, sisa makanan, dan bahan kertas. Selain itu, terdapat juga jenis sampah tekstil, kulit, karet, logam, kaca, dan sebagainya.

Berdasarkan hasil timbangan di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Bakung, Teluk Betung Utara, selama tahun ini volume sampah mencapai 1.000 ton per hari. Sebelumnya, timbangan hanya berkisar 850 ton – 900 ton per hari. Sampah-sampah warga kota diangkut mobil truk, pickup, dan juga gerobak. 

Pemprov Lampung berencana membangun TPA regional di Desa Tanjungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup Lampung Emilia Kusumawati, TPA baru tersebut mendapat bantuan dari Kementerian PUPR dengan luas lahan 20 hektare. 

photo
Nelayan memperbaiki jaring yang sobek akibat tersangkut sampah kayu yang di Pantai Sukaraja, Bandar Lampung, Lampung, Kamis (9/12/2021). - ( ANTARA FOTO/Ardiansyah)

Ia mengatakan, TPA di Tanjungsari ini memiliki kontur tanah yang sesuai, dengan kondisi jalan bisa dilalui kendaraan, dan terdapat dataran rendah dan tinggi (bukit). Diperkirakan daya tampung TPA baru selama 30 tahun ke depan. 

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati, pencemaran lingkungan akibat sampah plastik terkait pergeseran pola hidup dan pola konsumsi masyarakat Indonesia khususnya dalam penggunaan plastik sekali pakai. 

Pada tahun 2015, terdapat 9.85 miliar lembar sampah kantong plastik dihasilkan dan hampir 95 persen berakhir di TPA. Sementara itu, 93 juta batang sedotan plastik dipakai setiap hari di Indonesia berakhir menjadi sampah tak terkelola. 

photo
Nelayan beraktivitas di dekat tumpukan sampah yang berserakan di Pantai Sukaraja, Bandar Lampung, Lampung, Kamis (9/12/2021). - ( ANTARA FOTO/Ardiansyah)

Hal ini belum termasuk sampah yang dihasilkan dari penggunaan kemasan plastik lainnya seperti kemasan sachet dan styrofoam yang tanpa disadari, kondisi ini telah berdampak tidak hanya terhadap penuhnya TPA tetapi juga telah mencemari lautan di Indonesia.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan juga jika berbicara sampah plastik dan sampah kemasan. Kondisi di lapangan, tidak semua kemasan terserap industri daur ulang karena ada jenis kemasan yang secara teknis tidak dapat didaur ulang.

“Pemerintah melalui Permen LHK P.75/2019 telah mengatur kewajiban produsen dalam pengurangan sampah, kepada pemerintah daerah kami terus mendorong agar menerbitkan peraturan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai,” ujar Vivien.

Ideas: LAZ tak Berizin Versi Kemenag Justru LAZ Kredibel

Rilis 108 LAZ merupakan upaya pengamanan dana sosial keagamaan.

SELENGKAPNYA

Teh dan Upaya Umur Panjang

Minum secangkir teh beberapa kali dalam sepekan, ternyata berpotensi meningkatkan umur panjang.

SELENGKAPNYA

Rusia Tambah Gencar Serang Ukraina

Serangan digencarkan setelah janji bantuan tank AS dan Jerman.

SELENGKAPNYA