
Kabar Utama
Eskalasi Konflik di Papua Kian Mengkhawatirkan
Sebanyak 228 meninggal akibat konflik di Papua pada 2022.
OLEH RIZKY SURYARANDIKA, BAMBANG NOROYONO
Damri (57 tahun) dikabarkan sedang makan siang di seputaran Distrik Ilaga-Gome, Kabupaten Puncak, Papua, pada Selasa (24/1). Ia yang bekerja sebagai tukang ojek itu makan sembari menunggu orderan dari penumpang.
Tiba-tiba bunyi senjata menyalak. Damri tertembak di sejumlah bagian tubuhnya. Satu peluru yang menembus kepala Damri kemudian mencabut nyawanya. Kepolisian menyatakan penembakan tersebut dilakukan pihak yang mereka sebut kelompok kriminal bersenjata (KKB).
Damri adalah korban terkini dari konflik bersenjata yang masih terus terjadi di Papua, terutama di wilayah pegunungan tengah. Belakangan, eskalasi konflik itu meningkat.
Belum sebulan sebelum kejadian di atas, kelompok separatis bersenjata juga melancarkan sejumlah serangan. Pada Senin (9/1) waktu setempat, Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), nama resmi kelompok separatis di Papua, melakukan serangan terhadap sejumlah sarana umum dan anggota kepolisian di Oksibil, wilayah Pegunungan Bintang.
Pada pagi, sekitar pukul 10.50 waktu setempat, TPNPB-OPM membakar gedung SMK Negeri Oksibil. Rombongan mobil pikap patroli kepolisian juga ditembaki. Lepas serangan tersebut, kelompok separatis menembaki pesawat Ikaros Caravan PK-HVV di Bandar Udara (Bandara) Oksibil. Pesawat kargo yang dipiloti oleh Kapten Tohirin tersebut gagal mendarat di bandara karena diberondong peluru tajam.
Pada 3 Januari 2023, serangan dilakukan terhadap empat anggota militer di Jalan Serdala, Yahukimo. Sehari setelahnya, 4 Januari, serangan dilancarkan di Kota Intan Jaya. Dalam serangan tersebut, pihak TPNPB mengeklaim telah menewaskan satu anggota TNI-Polri.
Pada 6 Januari, serangan dilakukan di Sentani dan berujung pada pembakaran Pasar Baru Sentani. Pada 7 Januari, serangan serempak dilakukan di sejumlah lokasi di Yahukimo dan di Sentani dengan membakar sejumlah menara komunikasi serta menembaki pos-pos TNI-Polri juga pesawat terbang.
Pembunuhan-pembunuhan itu bukan dari pihak TPNPB-OPM saja. Pada Rabu (25/1), majelis hakim Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya memvonis penjara seumur hidup Mayor Helmanto Fransiskus Dakhi.

Mayor Dakhi merupakan satu dari enam anggota TNI yang didakwa melakukan mutilasi terhadap empat warga asli Timika pada Agustus 2022. Pembunuhan itu diawali oleh penipuan dalam transaksi senjata api dan terkait erat dengan konflik bersenjata di Papua.
Center for Strategic and International Studies (CSIS) mencatat, konflik di Papua sedianya memang memanas menuju titik didih yang mengkhawatirkan. "Ada eskalasi konflik di Papua, di mana ada peningkatan signifikan, baik dari intensitas maupun jumlah korban dari kalangan sipil terus berjatuhan," kata Direktur Eksekutif CSIS Yose Rizal Damuri dalam seminar pemaparan studi CSIS bertajuk "Kompleksitas Perlindungan Warga Sipil dalam Konflik Separatis dan Agama di Indonesia", Kamis (26/1).
Eskalasi itu mendasari CSIS untuk melakukan studi kekerasan kolektif pada 2022. CSIS mengakui, meski angkanya turun, pengaruhnya justru signifikan. "Contoh, konflik separatis di Papua akibatkan lebih dari 760 korban jiwa selama lima tahun belakangan," lanjut Yose.
Yose menegaskan, konflik separatisme di Papua masih menjadi hal yang penting untuk terus diamati sekaligus dicarikan jalan keluarnya bersama-sama. "Bisa dilihat apa yang dilakukan pemerintah sekarang ini mungkin belum bisa benar-benar berikan mekanisme penyelesaian yang dapat diandalkan untuk atasi kompleksitas masalah di Papua," ujar Yose.
Yose juga menyebut masih banyak permasalahan yang bisa diperbaiki untuk melindungi warga sipil di konflik Papua. Salah satunya, CSIS menemukan warga sipil memandang militer, polisi, dan separatis sebagai bagian dari konflik yang terjadi.
"Sebagai implikasi, ini berikan trauma bagi banyak orang asli Papua, baik secara pribadi dan kolektif. Hal ini tentunya menghalangi, memberikan beban untuk penyelesaian komprehensif," ujar Yose.
Peneliti senior politik dan perubahan sosial dari CSIS, Vidhyandika Djati Perkasa, memerinci bahwa insiden yang berkaitan dengan konflik Papua pada 2015 berada di angka 11 kejadian. Trennya kemudian meningkat hingga mencapai puncak pada 2021 dengan angka kejadian mencapai 139. Eskalasinya menurun pada 2022 menjadi sebanyak 105 insiden.
Sedangkan, data kematian akibat konflik di Papua pada 2015 di angka 16 jiwa. Jumlahnya berfluktuasi setiap tahun dan mencapai angka tertinggi pada 2022, mencapai 228 kematian. "Keluhan di Papua itu betapa nyawa enggak berharga, gampang orang meninggal dan dilupakan begitu saja," ujar Vidhyandika.
Vidhyandika menjelaskan, penelitiannya menggabungkan metode kualitatif dan kuantitatif. Penelitian itu turut menyertakan wawancara mendalam dengan tokoh Papua, aparat keamanan, serta unsur Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Penelitian tersebut, lanjutnya, merupakan bentuk pemotretan awal terhadap fenomena yang terjadi.
"Konflik di Papua abaikan hak sipil. Orang di Papua lihat sipil kalau terluka dan meninggal itu sekadar risiko hidup di tempat konflik," ujar Vidhyandika.

Adapun Kepala Komnas HAM Papua Frits Bernard Ramandey memandang konflik di Papua tak bisa dilepaskan dari cawe-cawenya pemerintah pusat. Ia menyayangkan keterlibatan pemerintah pusat yang begitu dalam terhadap urusan di Papua.
"Ada dominasi pemerintah pusat dalam mereduksi kewenangan otonomi khusus, misal soal evaluasi UU Otsus, pola operasi (keamanan), sampai proses pemekaran. Ini kemudian timbulkan perlawanan," kata Frits.
Frits juga mengkritisi terlalu banyaknya personel militer anggota satuan tugas yang ditempatkan oleh Polri maupun TNI di Papua. Menurut dia, hal tersebut justru menimbulkan permasalahan, salah satunya dugaan pelanggaran HAM. Sepanjang 2021, Komnas HAM Papua memeriksa puluhan anggota TNI yang terlibat kasus kekerasan.
"Di 2022, kekerasan terhadap anak-anak dilakukan TNI. Ini sangat bahaya karena timbulkan dendam dan perlawanan di kemudian hari yang lebih kuat," ucap Frits.
Sejauh ini, pemerintah mengeklaim sudah menjalankan pendekatan kesejahteraan di Papua. Ironisnya, revisi UU Otonomi Khusus (Otsus) Papua yang disebut menjadi ujung tombak pendekatan itu justru disahkan pemerintah dan DPR tanpa berkonsultasi dengan perwakilan tempatan yang diamanatkan UU Otsus Papua, yakni Majelis Rakyat Papua.
Sementara itu, Polda Papua mengiyakan perihal eskalasi konflik belakangan. Mereka telah memetakan delapan wilayah rawan serangan kelompok separatis bersenjata. Kapolda Papua Inspektur Jenderal (Irjen) Mathius Fakhiri mengatakan, pemetaan wilayah "merah" tersebut dilakukan setelah terjadi serentetan serangan dari TPNPB-OPM.
Delapan wilayah tersebut ialah Pegunungan Bintang, Yahukimo, Nduga, Puncak Jaya, Dogiyai, di Paniai, Intan Jaya, dan Kota Jayapura. “Wilayah-wilayah ini masih menjadi atensi khusus dari Polda Papua untuk penanganan situasi dan keamanan yang lebih baik,” ujar Mathius dalam konferensi pers pertengahan Januari 2023.

Meski delapan wilayah tersebut dikatakan Mathius tergolong dalam peta rawan, ia menolak menyatakan wilayah-wilayah tersebut berstatus darurat keamanan. Dia pun mengatakan tak ada penambahan personel ke wilayah-wilayah tersebut. Sebab, menurut dia, Polda Papua sudah menyiapkan personel tetap dalam Operasi Satuan Tugas (Satgas) Damai Cartenz untuk melakukan dua pendekatan situasi keamanan yang lebih relevan.
Dalam pendekatan lain, dikatakan Mathius, Operasi Damai Cartenz adalah kampanye pendekatan kemanusian yang dilakukan oleh kepolisian terhadap masyarakat-masyarakat di seluruh wilayah Papua. “Saya sangat berharap kepada masyarakat untuk juga membentengi diri, jangan sampai terpengaruh dengan mereka yang selalu ingin daerahnya selalu kacau, baik dengan penggunaan senjata atau tidak. Mari kita dorong Papua kita ini untuk tetap damai dan bisa sejahtera,” begitu kata Mathius.
Sebaliknya, Juru Bicara Komnas TPNPB-OPM Sebby Sambom menegaskan, hal yang mereka tuju bukanlah kesejahteraan semata. Ia berdalih, semua korban yang mereka bunuh adalah aparat atau intelijen TNI-Polri. Ia berjanji akan melakukan perlawanan hingga Papua merdeka. “Kami bertanggung jawab atas semua serangan tersebut.”
Teka-teki Kebakaran Rumah Dinas Kapolda Papua
Klaim penyebab kebakaran akibat korsleting terdengar klise dan diragukan.
SELENGKAPNYAKPK Bantarkan Gubernur Papua Lukas Enembe di RSPAD
Lukas akan menjalani perawatan di RSPAD hingga waktu yang belum ditentukan.
SELENGKAPNYA