Anak-anak melihat liong saat sesi latihan di kawasan Babakan Pasar, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (18/1/2023). | Republika/Putra M. Akbar

Nostalgia

Imlek Tempo Dulu

Imlek dan Cap Go Meh masa lalu sangat meriah.

Oleh ALWI SHAHAB

OLEH ALWI SHAHAB

Kemarin, warga Tionghoa merayakan Hari Raya Imlek (Tahun Baru Cina). Gong Xi Fa Cai, arti kata-kata ini kira-kira 'murah rezeki dan panjang umur.' Imlek dihitung berdasarkan penanggalan jalannya rembulan (Iim Lek) dan bukan matahari.

Perayaan ini amat dinanti warga Tionghoa yang pada masa Orde Baru dilarang merayakannya secara terbuka. Orang Cina bergembira bila saat Imlek diguyur hujan. Mereka menganggapnya sebagai 'hoki' berupa rezeki yang mengucur dari langit.

Tempo dulu, orang Tionghoa banyak mendatangi kuburan (sentiong) keluarganya untuk liamking (sembahyang) sebagai tanda bakti kepada leluhur. Setelah itu, memberi hormat kepada orang tua atau keluarga yang lebih tua. Sayangnya, kini banyak pemakaman Cina telah berubah fungsi menjadi pertokoan dan perumahan. Warga Tionghoa yang meninggal sebagian besar dikremasi.

Tiap Imlek sebelum masa Orde Baru, tanjidor, seni orkes tradisional yang mengadopsi budaya Eropa, biasa mengamen ke rumah-rumah orang Tionghoa. Yang didatangi pun menerimanya dengan terbuka dan memberikan uang saweran. Pada 1960-an, Wali Kota Sudiro (saat itu Jakarta dipimpin wali kota) melarang hal ini karena dianggap merendahkan martabat bangsa dengan meminta-minta.

Di masa lalu, kemeriahan Imlek berlangsung lama. Perayaan ini baru ditutup pada hari ke-15 yang disebut “Cap Go Meh”. Pada malam bulan purnama ke-15 itu, para siauce (nona) berdandan seelok mungkin, sambil dengan berdebar menanti sang enghiong (pemuda) pujaannya untuk bertandang atau “wakuncar”.

photo
Pedagang menjual replika barongsai saat malam jelang Tahun Baru Imlek 2023 di kawasan Pasar Gede, Surakarta, Jawa Tengah, Sabtu (21/1/2023) malam. - (Republika/Wihdan Hidayat)

Biasanya, dan merupakan keharusan pada zaman itu, para pemuda yang datang ke rumah pujaannya harus membawa ikan bandeng. Sebuah tempat di Jakarta, Bandengan, dulunya adalah tempat jual-beli ikan yang harganya relatif mahal ini.

Cialat atau celaka dua belas calon mantu yang tidak mampu membawa bandeng, apalagi tidak muncul, ke rumah calon mertua menjelang Cap Go Meh. Calon mantu yang demikian dianggap tidak punya rasa hormat dan tafran alias bokek tidak punya fulus.

Imlek di tempo dulu, selain ditutup Cap Go Meh, ada keramaian yang disebut cioko (rebutan bendera). Maksudnya, untuk 'menyembahyangi' orang yang tidak disembahyangi oleh keluarganya karena terlalu miskin. Masyarakat Cina memberikan sumbangan uang maupun barang serta makanan, dan juga candu. Kemudian, barang-barang ini ditempatkan dalam bakul-bakul, lalu ditancapi segitiga aneka warna.

Barang-barang berikut boneka-boneka tepung berbentuk wayang Cina (tokoh Sin Tji Kui) dan lain-lain kemudian diperebutkan. (Tio Tek Hong, Riwayat Hidup Saya dari tahun 1882 hingga sekarang, 1969).

 
photo
Petugas memeriksa lilin di Vihara Dharma Ramsi, Jamika, Bojongloa Kaler, Kota Bandung, Ahad (22/1/2023). Sembahyang dan penyalaan lilin secara bersama-sama itu dilakukan untuk merayakan Tahun Baru Imlek 2574/2023. - (ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA)

Klenteng merupakan tempat paling banyak didatangi masyarakat Cina di Hari Imlek. Sebelum 1960-an di kawasan Jakarta Kota saja tidak kurang terdapat 20 buah kelenteng.Yang paling ramai didatangi adalah Xuan Can Dong atau Wihara Dharma Bakti di Petak Sembilan.

Kelenteng yang dibangun tahun 1650 itu masih tampak kokoh hingga saat ini. Seorang pembantu Kapiten Cina Qua Xun Yuan mendirikan kelenteng untuk menghormati Guan Yin yang dikenal sebagai Dewi Welas Asih (Kwan Im).

Satu lagi, perayaan Imlek tidak dapat dipisahkan dari barongsai. Awalnya, barongsai bukan merupakan hiburan. Ia bagian dari acara ritual yang dimaksudkan untuk membersihkan roh jahat. Dalam legenda Cina, barongsai adalah binatang gaib yang muncul tiap 500 tahun sekali.

Pertunjukan barongsai dan liong samsi konon pertama kali digelar di Nusantara untuk menyambut kedatangan duta negeri Tiongkok bernama Sam Pok Kong. Dia juga dikenal sebagai panglima perang yang taat menjalankan syariat Islam. Meski seorang Muslim, dia juga mempelajari kepercayaan Buddha dan Tao.

Latihan Liong dan Barongsai - (Republika/Putra M Akbar )  ​

Barongsai sendiri, menurut sinolog UI, Udin, muncul dalam dua rupa: dalam bentuk singa dan dalam bentuk naga. Barongsai dalam bentuk naga (liong samsi) muncul pada upacara penobatan kaisar. Naga sendiri merupakan binatang khayalan yang dimitoskan menjadi lambang kebesaran kaisar Tionghoa.

Pada 1950-an, saya dikelilingi tiga tetangga keturunan Tionghoa ketika tinggal di Kwitang, tepatnya di Gang Adjutant (kini Jalan Kramat II), Jakarta Pusat. Di sebelah kiri, ada warung milik Tionghoa. Warung Cina yang jumlahnya seabrek di Jakarta dan kota-kota lain menjual mulai dari arang, beras, dan kebutuhan rumah tangga lainnya.

Di paviliun kediaman saya, tinggal warga Tionghoa yang suaminya bekerja di Mauk, Tangerang, Banten, dan pulang sebulan sekali. Di sebelah kiri masih berdempetan tinggal keluarga peranakan Tionghoa. Sedangkan, di depan rumah, tinggal Habib Ali Alhabsyi, ulama besar Jakarta yang membuka majelis taklim di kediamannya. Sebelah kiri kediamannya terdapat warga keturunan Tionghoa beragama Kristen.

Setahu saya, meski berlainan keyakinan dan kepercayaan, kami tetap berhubungan baik. Pada pengajian Ahad pagi dan perayaan Maulid Nabi, sebelum majelis taklim diperluas seperti sekarang, warga keturunan Tionghoa ini merelakan kediamannya dijadikan tempat bernaung para jamaah.

photo
Pekerja mengemas kue keranjang di Danurejan, Yogyakarta, Selasa (17/1/2023). Sepekan jelang perayaan Imlek, pesanan kue keranjang di rumah produksi milik Sulistyowati naik 50 persen. - (Republika/Wihdan Hidayat)

Pada masa Imlek, keluarga kami selalu mendapat bingkisan kue cina. Kami membalasnya pada malam takbiran dengan ketupat dan sayur godok. Tentu saya dan kawan-kawan banyak berteman dengan anak-anak Tionghoa.

Di Kwitang, banyak tinggal keturunan Tionghoa. Yang terkenal ialah Nyonya Asam, penjual jamu, yang pembelinya dari berbagai tempat di Jakarta. Bahkan, ada yang menyebutkan nama Kwitang berasal dari nama seorang ahli pengobatan Cina yang masyhur, Tan Kwee Tang. Dia adalah ahli pengobatan yang caranya banyak dianut hingga kini.

Sebelum dilarang wali kota Jakarta (setara gubernur ketika itu) Sudiro menjelang 1960-an, tanjidor selalu meramaikan Hari Raya Imlek. Mereka ngamen dari rumah ke rumah warga Tionghoa yang dengan senang hati menerima rombongan tanjidor.

Selain keturunan Tionghoa, orang-orang yang turut perayaan ini berasal dari keturunan Belanda (Indo), Arab, dan etnis lainnya. Selain berjoget, banyak keluarga kesana membawa semua anak gadisnya untuk melakukan upacara “melawati lima jembatan” sambil menabur bunga ke sungai yang mengalir di bawahnya.

Untuk menjaga keselamatan para gadis dari lelaki hidung belang, mereka dijaga tukang pukul. Rombongan semacam itu dilindungi dengan lingkaran yang terbuat dari tambang dan diiringi orkes tanjidor. Persis seperti karnaval di Amerika Latin.

Disadur dari Harian Republika edisi 19 Januari 2012. Alwi Shahab adalah wartawan Republika sepanjan zaman yang wafat pada 2020 lalu.

Trik Menyimpan Bawang Bombay Hingga Enam Bulan

Bawang bombay yang sudah dipotong-potong sebaiknya disimpan di dalam kulkas.

SELENGKAPNYA

Anestesi Spinal Gagal Ketika Sesar, Haruskah Suntik Ulang?

Anestesi spinal dilakukan lagi atau tidak, sangat berkaitan dengan seberapa cepat operasi harus dilakukan.

SELENGKAPNYA

Alquran Dibakar, Kans Swedia ke NATO Menipis

Tanpa persetujuan Turki, Swedia tak bis ajadi anggota NATO.

SELENGKAPNYA