
Kisah Dalam Negeri
‘Kaki Ayo Gerak, Jangan Diam Aja!’
Selama hampir tiga tahun, kehidupan Yuli hanya di kasur tanpa bisa melakukan kegiatan apa-apa.
OLEH EVA RIANTI
Bulan Februari 2020 menjadi awal kehidupan yang pelik dan menyakitkan bagi pasangan muda Yuliantika (34 tahun) dan Irwan Supandi (35 tahun). Yuliantika mengalami kelumpuhan usai menjalani operasi caesar di salah satu rumah sakit di kawasan Ciputat, Kota Tangerang Selatan. Usia kelumpuhannya sama dengan usia anak pertama mereka, tiga tahun.
Saat ditemui di kediamannya di kawasan Bambu Apus, Pamulang, Kota Tangsel, Sabtu (21/1/2023) petang, Yuliantika atau kerap disapa Yuli terbaring kaku dengan beralas kasur tipis di ruang tamu. Dengan mengenakan baju abu-abu, celana pendek bermotif bunga, dan selimut sarung, tubuhnya terlentang menghadap ke langit-langit. Di dekat kakinya terlihat ada kateter urine beserta isinya. Suaranya parau saat diajak berbincang.
“Rasanya semua tubuh sakit. Aku enggak bisa gerakin kaki, suka disemutin kaki aku, tiba-tiba sudah berdarah aja. Perut aku juga suka goyang sendiri, kayak ada bayi di dalam. Ada luka juga di bokongku, kena dekubitus. Sempat lukaku bau bangkai,” ungkap Yuli kepada Republika.
Selama hampir tiga tahun, kehidupan Yuli hanya di kasur tanpa bisa melakukan kegiatan apa-apa. Dia mengaku kerapkali berusaha agar bisa menggerakkan kakinya, tapi nihil. Pada akhirnya yang muncul hanya tangisan dari bola matanya.
Selama hampir tiga tahun, kehidupan Yuli hanya di kasur tanpa bisa melakukan kegiatan apa-apa.
“Aku sudah berusaha, aku ajak ngobrol kaki, aku suruh dia bergerak, ‘kaki, ayo gerak, jangan diam aja. Aku punya anak’. Tapi dia (kaki) diam aja, ya sudahlah. Aku juga enggak ngerti kenapa bisa seberat ini ujiannya,” ceritanya sambil meneteskan air mata.
Yuli mengaku merasa sudah lelah menjalani hidup seperti itu. Sakit yang dideritanya tak kunjung sembuh, sementara pihak rumah sakit yang diduga melakukan malapraktik dinilai tidak bertanggung jawab atas kelumpuhan yang dialaminya usai caesar dengan suntikan anestesi berkali-kali. Bahkan sampai terbersit untuk menyudahi hidupnya.
Terlebih, beberapa waktu lalu ibu kandungnya meninggal dunia akibat mengalami stroke dan dekubitus yang diduga akibat terlalu stres memikirkan Yuli. Dia pun merasa hidupnya hanya merepotkan keluarga, terutama suami dan ayahnya.
Aktivitas sebelumnya yakni bekerja di sebuah apotek juga seolah sirna. Tak ayal dirinya pun frustrasi hingga sempat melukai diri.
“Mungkin kalau nggak kuat perasaan aku, minum racun aja. Aku di dunia disiksa doang, itu kalau pikiran jahat. Aku kadang marah, tapi berpikir kok marah sih sama Pencipta sendiri?” tuturnya.

Yuli masih berharap dirinya bisa sembuh suatu saat nanti. Dia sangat mengharapkan penyakit-penyakit yang dideritanya usai caesar bisa diobati, terutama atas pertanggungjawaban dari rumah sakit tempat dia menjalani operasi caesar. Dia juga ingin menyambung hidup bersama dengan keluarga kecilnya.
Kasus Yuli kembali mencuat dan viral lewat postingan sebuah akun di media sosial Twitter, baru-baru ini. Dalam postingan tersebut, ibu tersebut lumpuh setelah menjalani operasi caesar karena suntikan anestesi yang dilakukan berkali-kali.
Kronologi
Irwan, suami Yuliantika, menceritakan kronologis kejadian awal sang istri alami kelumpuhan. Tepatnya pada 18 Februari 2020, dia membawa istrinya ke salah satu rumah sakit berinisial BH di Ciputat, Tangsel untuk pemeriksaan menjelang persalinan yang HPL (hari perkiraan lahir)-nya pada 29—30 Februari 2020.
Namun, secara tiba-tiba, Irwan mengatakan pihak rumah sakit meminta tanda tangannya untuk dilakukan operasi caesar terhadap istrinya. Mulanya Irwan menolak karena dia tidak mendapatkan penjelasan mengenai alasannya.
Pihak rumah sakit kembali meminta tanda tangannya untuk kedua kalinya. Irwan akhirnya menuruti meski tetap masih tidak tahu alasan dilakukan operasi caesar.
Operasi pun dilakukan. Sekira pukul 23.00 WIB, Irwan sudah melihat anak pertamanya lahir. Namun, dia belum diperkenankan oleh pihak RS BH untuk mengunjungi istrinya. Padahal sejumlah pasien lain yang bersalin sudah dipindahkan dari ruang bersalin ke ruang perawatan.
Irwan mengaku panik. Dia sama sekali tidak diberitahu oleh pihak RS BH mengenai penindakan apa saja yang dilakukan terhadap istrinya.
Keesokan harinya, pihak RS BH meminta sejumlah uang tunai kepada Irwan untuk kepentingan obat untuk istrinya. Namun uang itu tidak melewati bagian administrasi, melainkan bagian penindakan. Selang beberapa waktu, akhirnya pada pukul 05.00 WIB, Irwan bisa menemui istrinya.
“Pas ketemu istri, dia merintih kesakitan. Cuma pegang besi, miring badannya. Katanya disuntik banyak banget. Pas saya tanya pasien di sebelah-sebelahnya, jawabannya hanya disuntik satu kali. Saya lihat bekas luka suntikannya, banyak banget bisa sampai 12 kali, mungkin puluhan kali,” ungkapnya.
Kemudian, tubuh Yuli mengalami pembengkakan. Irwan mengaku panik. Dia sama sekali tidak diberitahu oleh pihak RS BH mengenai penindakan apa saja yang dilakukan terhadap istrinya.
“Istri saya lumpuh, bagian perut hingga ke ujung kaki mati rasa. Lalu tangannya mengelotok kayak tanah retak. Barulah naik ke lantai 2 (ke ruang perawatan) makin bengkak badannya,” kata dia.
Irwan makin bingung dengan kondisinya istrinya. Lalu ia menanyakan lebih lanjut ke pihak RS BH. Sampai akhirnya bertemu dengan dokter syaraf yang merupakan dokter panggilan di RS BH tersebut yang menyebutkan bahwa suntikan anestesi mengenai syaraf tulang belakang Yuli, sehingga terjadi penggumpalan.
“Dokter itu menyarankan agar segera operasi angkat penggumpalan, kalau enggak bisa fatal,” kata dia.
Kesaksian Yuliantika (34 tahun) yang mengalami lumpuh usai menjalani operasi cesar.(Eva Rianti/Republika)
Mendengar hal itu, Irwan meminta pertanggungjawaban pihak RS BH. Lalu, menurut penuturannya, pihak RS BH membawa Yuli ke RS lainnya di Jakarta untuk pengecekan kebenaran terjadinya gumpalan dan segera dilakukan operasi.
Namun, usai dilakukan operasi, pihak RS BH yang ikut bersama Irwan mengambil semua hasil rekam medisnya dengan mengaku sebagai saudara dari pasien. “Saya minta rekaman medisnya, tak kunjung dikasih juga, bahkan sampai sekarang,” ujarnya.
Kemudian Yuli dibawa kembali ke RS BH. Irwan menyebut pihak RS sempat meminta maaf dan mengatakan akan bertanggung jawab atas insiden tersebut.
Namun, dua bulan berlalu, istrinya tidak mengalami perbaikan apapun, sementara Irwan dan keluarga mengaku menghabiskan banyak biaya di RS BH selama menanti janji dari pihak RS BH.
Dari situ, tersebarlah rekaman video Yuli yang dibagikan oleh Irwan di media sosial. Pihak RS BH tidak terima, bahkan langsung menggandeng kuasa hukum.
“Dalam video itu istri saya kecewa sekali. Kami sudah bersabar sekitar dua bulan di RS, menghabiskan banyak biaya, sudah kayak ngekos di RS. Istri saya dijanjikan untuk kembali bisa jalan, ternyata bohong. Akhirnya kami memilih pulang,” jelasnya.
Selepas itu, Irwan menyebut pihak RS memintanya untuk meminta maaf kepada publik karena dinilai mencoreng nama baik RS BH. Pihak RS BH juga sempat mendatangi kediamannya dan menawarkan uang damai, tapi dia tolak.
Irwan menawarkan untuk pertanggungjawaban berupa pembiayaan sampai sembuh, tapi tidak memperoleh titik temu. Akhirnya, Irwan pun mengambil langkah hukum.
Dalam video itu istri saya kecewa sekali. Kami sudah bersabar sekitar dua bulan di RS, menghabiskan banyak biaya, sudah kayak ngekos di RS.
Pengadilan Masih Berlangsung
Bersama kuasa hukum dari salah satu lembaga badan hukum (LBH), kasus tersebut sampai ke pengadilan. Irwan menyebut hingga saat ini kasusnya masih berjalan.
Dikutip dari website Pengadilan Negeri Tangerang, kasus tersebut tercatat teregistrasi pada 7 Desember 2021 dengan penggugat Yuliantika dan tergugat yakni seorang dokter spesialis anestesi dan RS BH. Adapun status perkaranya yakni pencabutan perkara banding.
“Menyatakan para tergugat secara sah dan terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap penggugat,” bunyi petitumnya.
“Menghukum para tergugat untuk tanggung renteng membayar secara serta merta dan sekaligus kerugian materil yang dialami oleh penggugat sebesar Rp 15.965.039.709. Menghukum para tergugat untuk tanggung renteng membayar kerugian immateril sebesar Rp 10 miliar,” lanjut petitum tersebut.
Irwan berharap pihaknya bisa menang dalam kasus tersebut dan pihak RS BH bisa mempertanggungjawabkan sepenuhnya atas kejadian yang dialami Yuli. “Kalau bisa dihukum seadil-adilnya soalnya sulit mencari keadilan di Indonesia,” tutupnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Pandemi dan Lesatan Penjualan Kue Keranjang
Penjualan kue keranjang tahun ini meningkat signifikan disbanding tahun lalu.
SELENGKAPNYASudahi Kekerasan di Pesantren
Kejadian pembakaran santri harus jadi titik aksi bersama.
SELENGKAPNYAFase Awal Dakwah Rasulullah
Muhammad SAW meneriman wahyu yang pertama saat sedang uzlah di Gua Hira pada malam Ramadhan.
SELENGKAPNYA