Ulama fikih sepakat bahwa berhubungan suami istri saat haid merupakan dosa besar. | Pixabay

Fikih Muslimah

Hak Istri Saat Berhubungan Badan

Allah memerintahkan para suami agar bergaul dengan istri mereka dalam batas wajar.

Hubungan biologis suami dan istri merupakan fitrah sekaligus ibadah. Dalam Alquran surah al-Baqarah ayat 223, berhubungan intim diungkapkan dengan kiasan.

Istri diumpamakan sebagai tempat bercocok tanam. Karena itu, suami diminta untuk mendatangi tanah tempat bercocok tanam itu sebagaimana dikehendaki. Kemudian, Allah SWT memerintahkan untuk mengerjakan amal baik dan bertawakal kepada Allah SWT karena kelak akan menemui-Nya.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bahkan memadankan hubungan intim dengan sedekah. Dengan catatan, apabila penyaluran syahwat sesuai dengan tempatnya. Artinya, syahwat disalurkan di tempat-tempat yang sesuai dengan syariat, seperti kepada suami sendiri.

Namun, terkadang ada keluhan bahwa suami terlalu cepat menyelesaikan hubungan, sementara istri belum tuntas. Tak jarang, sang istri merasa ditinggal suami karena belum merasa puas.

Di dalam potongan QS al-Baqarah ayat 228, Allah SWT pun berfirman, para perempuan mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. Ibnu Qayyim al-Jauziy pun menjelaskan, "Wajib bagi suami untuk melakukan hubungan dengan istrinya dalam batas bil ma'ruf (dalam batas wajar, red), sebagaimana dia diwajibkan untuk memberi nafkah, memberi pakaian, dan bergaul dengan istrinya dalam batas sewajarnya."

Inilah inti dari pergaulan dan tujuan kehidupan rumah tangga. Allah memerintahkan para suami agar bergaul dengan mereka dalam batas wajar. Dan, hubungan badan jelas termasuk dalam hal ini. Mereka mengatakan, "Suami harus memuaskan istrinya dalam hubungan badan jika memungkinkan, sebagaimana dia wajib memuaskannya dalam memberi makan. Para guru kami--rahimahumullah--menguatkan dan memilih pendapat ini" (Raudhatul Muhibbin, hlm 217).

 
Suami yang orgasme lebih dulu kemudian meninggalkan istri memang kerap menimbulkan masalah.
 
 

Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) berpendapat, idealnya dalam berhubungan badan antara suami dan istri adalah kedua belah pihak merasa puas, "keluar" bersama-sama. Namun, suami yang orgasme lebih dulu kemudian meninggalkan istri memang kerap menimbulkan masalah.

"Suami tidak boleh mementingkan egonya sendiri sehingga mengabaikan istrinya. Sebab, acap kali istri merasa malu untuk mengungkapkan gejolaknya" (lihat Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, Mesir, Mushthafa Al-Babi Al-Halabi, 1358 H/1939 M, juz 2, hlm 52).

photo
Sepasang suami istri berjalan di taman di Kansas City, Missouri, saat matahari terbenam, Senin, 13 April 2020, ketika pesan untuk tinggal di rumah berlanjut di sebagian besar negara itu dalam rangka membendung penyebaran virus korona baru. (Foto AP / Charlie Riedel) - (AP)

Lantas, bagaimana jika sperma suami keluar terlebih dahulu, kemudian ia membiarkan istrinya, padahal syahwatnya belum tuntas seperti deskripsi masalah di atas? Dalam konteks itu, Ibnu Qudamah melalui kitab al-Mughni berpendapat, tindakan suami yang dalam berhubungan badan dan "keluar" duluan kemudian mengabaikan istrinya padahal ia belum tuntas syahwatnya adalah makruh.

Artinya, "Apabila suami keluar terlebih dahulu sebelum istrinya, dimakruhkan bagi suami untuk melepaskannya sebelum istri menuntaskan syahwatnya. Karena ada riwayat dari Anas bin Malik RA menyatakan, Rasulullah SAW bersabda, 'Ketika seorang suami menggauli istrinya, hendaknya ia memberinya cinta dengan tulus (falyashduqha). Kemudian, ketika suami telah menyelesaikan hajatnya, jangan terburu-terburu untuk mengakhirinya sebelum istrinya menuntaskan hajatnya juga.' Demikian itu karena bisa menimbulkan bahaya bagi istri dan menghalanginya untuk menuntaskan syahwat" (lihat Ibnu Qudamah, al-Mughni, Beirut, Darul Fikr, 1405 H, juz VIII, hlm 136).

Klausa "hendaknya ia memberinya cinta dengan tulus (falyashduqha)" maksudnya adalah hendaknya ia (suami) menggauli istrinya dengan sungguh-sungguh, perkasa, dan memberikan servis di ranjang dengan baik serta penuh kasih sayang. Hal itu mengacu pada penjelasan dalam kitab at-Taysir bi Syarh Jami'is Shaghir karya Abdurrauf al-Munawi. Wallahu a'lam.

Juru Selamat Itu Bernama Teknologi

Kita harus pandai membedakan antara teknologi dan dampaknya.

SELENGKAPNYA

Donor Darah dengan Hadiah

Saat pendonor mendapatkan hadiah itu halal diterima selama tidak disyaratkan pendonor.

SELENGKAPNYA

Keajaiban Tabiat Manusia

Tema pokok surah al-Lail adalah tentang diri manusia yang beragam, baik secara fisiologis maupun psikologis.

SELENGKAPNYA