Ustaz Dr Amir Faishol Fath | Republika

Motivasi Alquran

Keajaiban Tabiat Manusia

Tema pokok surah al-Lail adalah tentang diri manusia yang beragam, baik secara fisiologis maupun psikologis.

DIASUH OLEH USTAZ DR AMIR FAISHOL FATH; Pakar Tafsir Alquran, Dai Nasional, CEO Fath Institute

Ayat “Inna sa’yakum lasyattaa” dalam surah al-Lail ayat 3 ditafsirkan oleh Syekh asy-Sya’rawi bahwa jalan hidup manusia akan beragam. Tidak saja beragam dalam kepentingan, orientasi, usaha, dan nasib mereka masing-masing, tetapi juga beragam dalam karakter, menyerap ilmu, cara pandang, dan kesukaannya.

Seakan masing-masing manusia merupakan alam tersendiri yang menakjubkan. Dari sini ada makna penting bahwa pertama-tama yang harus manusia lakukan adalah iqra' (membaca) terhadap diri sendiri. Supaya tahu hakikat semesta yang Allah SWT titipkan dalam dirinya, lalu supaya kenal potensi diri yang bisa dikembangkan.

Berdasarkan itu, jelas mengapa perintah iqra' dalam surah al-Alaq: 1-2 dihubungkan dengan hakikat penciptaan manusia “Iqra’ bismirabbikalladzii khalaq, khalaqal insaana min 'alaq”.

Hal itu untuk menunjukkan bahwa tugas utama dalam iqra’ adalah mengenai diri sendiri. Sebab, dengan mengenal diri sendiri, maka seorang manusia akan mengenal siapa Tuhannya. “Man 'arafa nafsahuu faqad arafa rabbahuu”.

Jadi, apa yang telah kita gambarkan di atas bahwa tema pokok surah al-Lail adalah tentang diri manusia yang beragam, baik secara fisiologis maupun psikologis. Secara fisiologis digambarkan dalam sumpah Allah “Wa maa khalaqadz dzakara wal untsaa” (Demi apa yang Allah ciptakan berupa laki-laki dan perempuan) (QS al-Lail [92]: 3).

 
Bahwa munculnya jenis kelamin laki-laki dan perempuan dalam diri manusia bukan kebetulan, melainkan sesuai dengan kehendak-Nya.
 
 

Bahwa munculnya jenis kelamin laki-laki dan perempuan dalam diri manusia bukan kebetulan, melainkan sesuai dengan kehendak-Nya. Masing-masing dari kedua jenis ini mempunyai bentuk dan struktur yang berbeda dari segi penampilan maupun sifat, karakter, fungsi, dan tugas.

Keduanya harus selalu berpasang-pasangan untuk kelanjutan hidup. “Wa khalaqnaakum azwaajaa” (QS an-Naba' [78]: 8). Karena itu, Nabi Muhammad SAW memberikan isyarat agar seorang suami jangan memaksa istrinya menjadi seperti laki-laki. Sebab, ibarat tulang rusuk yang bengkok, perempuan jika dipaksa diluruskan akan patah. Maksudnya, harus diceraikan dari statusnya sebagai istri.

Lalu, surah al-Lail ayat 5-10 menjelaskan lebih dalam lagi tentang makna “syattaa” bahwa hakikat keberagaman itu bisa tampak dalam keimanannya, yang dari sini muncul dua golongan: sebagian ke surga dan sebagian ke neraka.

Bagi yang menuju surga, ciri-cirinya adalah suka berbagi, bertakwa, dan membenarkan ajaran Allah. “Fa ammaa man a’thaa wat taqaa, wa shaddaqa bil husnaa, fasanuyassiruhuu lil yusraa”.

Sebaliknya, bagi yang menuju neraka, ciri-ciri mereka adalah bakhil, merasa cukup tanpa Allah dan mendustakan ajaran-Nya. “Wa ammaa man bakhila wastaghanaa wa kadzdzaba bil husnaa, fasanuyassiruhuu lil 'usraa.

Kata “al-husnaa” (kebaikan) maksudnya adalah tauhid dan kepastian alam akhirat. Maka, siapa yang membenarkannya pasti selamat dan siapa yang menolaknya pasti celaka.

Adapun kata “yusraa” (kemudahan) maksudnya adalah surga, dan kata “usraa” (kesengsaraan) maksudnya adalah neraka. Bahwa yang taat akan masuk surga dan yang durhaka akan masuk neraka.

Hukum Status Anak Hasil Hubungan Zina

Anak ini tidak menanggung dosa perzinaan yang dilakukan kedua orang tuanya.

SELENGKAPNYA

Musailamah, Orang Sesat di Zaman Sahabat

Musailamah al-Kadzab adalah tukang sebar hoaks pada masa sahabat Nabi SAW.

SELENGKAPNYA

KH Abdul Halim, Sang Ulama Reformis dari Majalengka

Ulama asal Majalengka, KH Abdul Halim, turut berjuang demi tegaknya Republik Indonesia.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya