ILUSTRASI Salman al-Farisi merupakan sahabat Nabi SAW yang lalui perjalanan panjang untuk temukan hidayah. | DOK RAWPIXEL

Kisah

Pencarian Hidayah Salman al-Farisi

Kisah berikut menuturkan perjalangan Salman al-Farisi dalam mencari hidayah.

Kisah berikut ini menuturkan tentang perjalangan panjang Sahabat Nabi Muhammad SAW, Salman al-Farisi, dalam mencari hidayah. Sebagai penganut agama Majusi, ia dikenal sebagai pengikut yang taat, begitu pula ayahnya yang merupakan seorang kepala daerah Isfahan, Persia.

Semua berawal ketika Salman tertarik dengan doktrin-doktrin keagamaan Nasrani.  Atas skenario Allah SWT, Salman mendapatkan tugas untuk memantau perkebunannya. Dalam perjalanan Salman menuju tanah perkebunan, ia melewati sebuah gereja Nasrani.

Ia pun kemudian bertanya pada gerejawan, "Dari mana asal-usul agama ini?" Mereka pun menjawab, "Dari Syam (sekarang kawasan Suriah, Palestina, dan Yordania)".

Sang pemuda pun penasaran, "Jika rombongan dari Syam beragama Nasrani datang ke sini untuk berdagang, dapatkah kalian mengabarkanku?" pinta si pemuda yang kemudian disambut suka cita oleh mereka. Si pemuda pun kemudian menghabiskan waktu di gereja itu hingga senja. Tugas mengurus lahan terlupakan begitu saja.

Berita itu didengar oleh sang ayah yang lantas marah luar biasa. Ayahnya adalah seorang Dihqan (tokoh masyarakat). Salman adalah anak kesayangan ayahnya.

 
Seiring berjalannya waktu, cinta ayahnya kepada Salman semakin kuat dan membuatnya semakin takut kehilangan Salman.
 
 

Seiring berjalannya waktu, cinta ayahnya kepada Salman semakin kuat dan membuatnya semakin takut kehilangan Salman. Ia tak diperbolehkan keluar rumah. Dia hanya diminta berada di rumah sepanjang waktu. Duduk di dekat perapian seakan-akan ia yang bertanggung jawab atas nyalanya api. Salman merasa diperlakukan bak seorang budak.

Hingga sekian lama, si pemuda kemudian mendapat kabar bahwa rombongan dari Syam datang. Mereka bahkan telah menyelesaikan urusan dagang dan akan segera kembali pulang ke Syam. Si pemuda pun kemudian bergegas melepaskan rantai besi yang mengikat kakinya selama ini. Ia pun pergi menemui rombongan tersebut dan ikut menempuh perjalanan bersama mereka.

Setiba di Syam, ia mencari ahli agama yang menjadi tuntunan warga. Ia pun ditunjukkan kepada seorang uskup di sebuah gereja. Sang pemuda pun bermaksud mengabdikan diri di sana; menuntut ilmu dan menjadi hamba Allah yang taat. "Aku sangat mencintai agama ini. Bolehkah saya tinggal bersama Anda agar saya dapat belajar dan sembahyang bersama? Aku akan membantumu mengurus gereja," pinta si pemuda. Sang uskup pun mempersilakannya.

 
Bolehkah saya tinggal bersama Anda agar saya dapat belajar dan sembahyang bersama? Aku akan membantumu mengurus gereja
 
 

Setelah si uskup meninggal, berangkatlah pemuda itu ke Irak. Ia pun segera menemui Fulan yang disebut dalam wasiat uskup sebelum meninggal. Si pemuda kemudian hidup bersama Fulan. Tak berapa lama, Fulan meninggal dunia. Dia berwasiat agar si pemuda menemui seorang di Kota Nashibin (Aljazair) hingga di Amuria (kota di Romawi). Di Amuria, Salman bekerja hingga mempunyai beberapa ekor sapi dan kambing. Tak berlangsung lama, hingga akhirnya Fulan itu wafat.

"Wahai anakku, demi Allah, aku tidak mengetahui seorang pun yang akan aku perintahkan kamu untuk mendatanginya. Akan tetapi, telah hampir tiba waktu munculnya seorang nabi, dia diutus dengan membawa ajaran Nabi Ibrahim. Nabi itu akan keluar diusir dari suatu tempat di Arab kemudian berhijrah menuju daerah antara dua perbukitan.

Di antara dua bukit itu tumbuh pohon-pohon kurma. Pada diri nabi itu terdapat tanda-tanda yang tidak dapat disembunyikan, dia mau makan hadiah tetapi tidak mau menerima sedekah, di antara kedua bahunya terdapat tanda cincin kenabian. Jika engkau bisa menuju daerah itu, berangkatlah ke sana," pesan terakhir pendeta itu.

Salman berangkat bersama rombongan Bani Kalb yang melintas dengan imbalan sapi dan kambing. Sayangnya ketika tiba di Wadi al-Qura (antara Suriah dan Madinah), mereka menjual Salman sebagai budak ke tangan seorang Yahudi.

Kesibukan Salman menjadi budak, membuatnya tidak mendengar informasi yang berkembang di masyarakat bahwa Allah SWT telah mengutus seorang Rasul-Nya. Dia telah tinggal di Makkah beberapa lama. Kemudian sang Rasul berhijrah ke Madinah. Ia pun akhirnya mendengar kabar tersebut.

 
Dia telah tinggal di Makkah beberapa lama. Kemudian sang Rasul berhijrah ke Madinah. Ia pun akhirnya mendengar kabar tersebut.
 
 

Tanda kenabian

Akhirnya suatu sore hari, Salman bertemu Rasulullah SAW. Ia berkata pada Rasulullah, "Telah sampai kepadaku kabar bahwasanya engkau adalah seorang yang saleh, engkau memiliki beberapa orang sahabat yang dianggap asing dan miskin. Aku membawa sedikit sedekah, dan menurutku kalian lebih berhak menerima sedekahku ini daripada orang lain."

Salman menyerahkan bekal kepada Rasulullah, lalu ia bersabda pada sahabatnya, "Silakan kalian makan." Sementara beliau tidak menyentuh sedekah itu dan tidak memakannya. Salman berkata pada dirinya, "Ini satu tanda kenabiannya."

Di hari berikutnya, ia memberikan makanan yang sama dengan akad hadiah kepada Rasul, dan akhirnya dimakan sebagiannya. Salman kembali berkata pada dirinya, "Inilah tanda kenabian yang kedua." Tanda kenabian ketiga ia dapatkan, setelah ia melihat tanda kenabian di antara punggung Rasul. Dan saat itulah ia yakin bahwa beliau adalah seorang Nabi. Salman menangis bahagia seraya memeluk Rasulullah.

Rasulullah bersabda pada Salman, "Geserlah kemari." Salman lalu menceritakan perjalanan hidupnya dan keadaannya saat ini. Namun, ia masih tersendara akibat belenggu perbudakan yang melilitnya. Sang majikan hanya akan membebaskannya dengan tebusan sebesar 300 pohon kurma. Rasulullah menyerukan kepada para sahabat untuk membantu Salman.  

Para sahabat membantu dengan memberi pohon (tunas) kurma. Seorang sahabat ada yang memberikan 30 pohon atau 20 pohon, ada yang 15 pohon dan ada yang 10 pohon. Masing-masing sahabat memberikan pohon kurma sesuai dengan kadar kemampuan mereka, sehingga terkumpul benar-benar 300 pohon.

"Berangkatlah wahai Salman dan tanamlah pohon kurma itu untuk majikanmu, jika telah selesai datanglah kemari aku akan meletakkannya di tanganku," sabda Rasulullah. Salman menanam tunas kurma dengan dibantu para sahabat.

Salman sangat gembira mendapati kenyataan dia diterima jauh melebihi apa yang dicita-citakannya. Yang awalnya hanya ingin bertemu dan berguru, kemudian menjadi anugerah pengakuan sebagai Muslim di tengah-tengah kaum Muhajirin dan kaum Anshar yang disatukan sebagai saudara.

Disadur dari Republika edisi 28 September 2014

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Kisah Tahajud Para Salafus Saleh

Lambung yang jauh dari tempat tidur dimaknai karena mereka sibuk berdoa.

SELENGKAPNYA

Mengenal Sosok Majnun, Benarkah Tokoh Historis?

Majnun, bersama dengan Laila, diceritakan dalam Kisah 1001 Malam.

SELENGKAPNYA

KH Abdul Halim, Sang Ulama Reformis dari Majalengka

Ulama asal Majalengka, KH Abdul Halim, turut berjuang demi tegaknya Republik Indonesia.

SELENGKAPNYA