
Nasional
Cara Halus Muhammadiyah Menolak ‘Tiga Periode’
Berbagai elemen masyarakat menolak wacana presiden dapat menjabat lebih dari dua periode.
JAKARTA – Terus bergulirnya isu penundaan pemilu yang bermuara pada perpanjangan masa jabatan presiden membuat spekulasi di publik kian liar. Berbagai elemen masyarakat menolak wacana presiden dapat menjabat lebih dari dua periode dengan berbagai cara. Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah pun menunjukkan sikap penolakan dengan cara cukup elegan.
Penolakan tersebut langsung disampaikan di hadapan para petinggi Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku lembaga penyelenggara pemilu. Pimpinan KPU RI pada Selasa (3/1) melakukan silaturahim sekaligus beraudiensi di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta. Pertemuan itu dihadiri Ketua KPU Hasyim Asy’ari dan enam komisioner lainnya. Adapun pengurus Muhammadiyah yang hadir adalah Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Sekretaris Umum Abdul Mu’ti, dan Ketua Anwar Abbas.
Saat pertemuan tertutup itu hendak dimulai, Hasyim Asy’ari dan Haedar Nasir bersalaman terlebih dahulu sembari disorot kamera awak media. “Salaman ini artinya pemilu jadi, tidak ditunda, tidak ditambah,” kata Haedar sembari tersenyum, Selasa (3/1).

Isu penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden memang terus muncul sepanjang tahun 2022. Isu yang populer dengan sebutan "tiga periode" itu awalnya dilontarkan pada awal 2022 oleh sejumlah menteri Jokowi dan tiga ketua umum partai yang tergabung dalam koalisi pemerintah. Isu tersebut lantas timbul tenggelam seiring berjalannya waktu dan derasnya kritikan dari publik.
Namun, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo kembali menyinggung isu tersebut pada awal Desember lalu. Jokowi diketahui telah berulang kali menegaskan, ia mematuhi konstitusi perihal masa jabatan presiden.
Mengenai pertemuan dengan pimpinan Muhammadiyah tersebut, Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengatakan, pertemuan itu adalah bagian dari rangkaian agenda silaturahim audiensi KPU RI dengan pimpinan organisasi kemasyarakatan (ormas). Dia tidak menjelaskan secara gamblang tujuan kegiatan tersebut.
Hasyim hanya mengatakan, pihaknya sudah mengajukan permohonan audiensi kepada pimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Muhammadiyah, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), dan Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin). “Yang sudah respons awal untuk audiensi adalah PP Muhammadiyah dan PBNU,” kata Hasyim.
Hentikan polarisasi
Dalam pertemuan tersebut, Haedar Nasir meminta para elite politik tidak menciptakan pembelahan atau polarisasi masyarakat lagi ketika berkontestasi dalam gelaran Pemilu 2024. Polarisasi masyarakat seperti saat Pemilu 2019 tidak boleh terulang kembali karena sangat merusak kehidupan berbangsa.
“Maka Pemilu 2024 harus dipastikan tidak lagi menciptakan kondisi untuk pembelahan bangsa. Termasuk imbauan kami kepada seluruh elite di negeri tercinta karena elite adalah teladan bangsa,” kata Haedar.
Haedar pun berharap semua pihak memiliki kesadaran bahwa politik adalah ajang membangun persatuan dan kemajuan bangsa. Para kontestan diminta jangan hanya berpikir untuk merebut kursi jabatan, tapi juga harus mengedepankan hikmah kebijaksanaan.
Karena itu, Haedar meminta siapa pun nanti yang menang dalam Pemilu 2024 dan berhasil menduduki jabatan legislatif maupun eksekutif agar tidak dirayakan dengan pesta pora. Sebab, jabatan itu adalah amanah, tanggung jawab berat, sekaligus luhur.

“Begitu juga (bagi) yang tidak memperoleh kekuasaan atau posisi kursi, juga (harus) rendah hati dan legawa untuk tetap berkhidmat untuk bangsa dan negara. Jika itu terlaksana, tentu akan jadi hal yang kondusif,” ujarnya.
Dengan sikap demikian, lanjut dia, ia berharap Pemilu 2024 dapat menghadirkan suasana aman, nyaman, gembira dan berkualitas. Masyarakat pun tidak lagi saling bersitegang karena perbedaan pilihan, tapi justru bergembira ketika mencoblos.
Haedar berpesan kepada warga persyarikatan untuk turut menyukseskan Pemilu 2024 dengan mengikuti koridor dan sistem serta pelaksanaan yang telah ditetapkan. Dia meminta siapa pun untuk tidak membawa nama Muhammadiyah dalam aktivitas politik. Haedar mengakui, menurut khittah, warga persyarikatan Muhammadiyah memang diberi kebebasan untuk berpartisipasi dalam pemilu.
“Tetapi, soal sikap memilih itu urusan setiap orang yang tidak boleh membawa-bawa dan mengatasnamakan organisasi,” ujar dia.

Muhammadiyah, lanjut Haedar, sebagai organisasi tentu memainkan peran mengawal bangsa ini, termasuk mengenai pemilu sesuai dengan porsinya. Ini supaya pemilu berjalan secara jujur dan adil serta sesuai jadwal. “Sehingga tidak lagi ada isu yang membuat Pemilu 2024 mengambang,” katanya.
Haedar berharap warga Muhammadiyah mendorong lahirnya para elite, baik eksekutif maupun legislatif, yang betul-betul memiliki integritas dan berjiwa negarawan, yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan kelompoknya.
Pemilu 2024 akan diikuti oleh 17 partai politik (parpol). KPU juga sudah menetapkan nomor urut bagi parpol peserta Pemilu 2024. Syarat untuk bisa memilih pada pemilu diatur dalam Pasal 198 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam pasal itu disebutkan: warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih.
Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari mengakui, pembelahan masyarakat akibat Pemilu 2019 masih dirasakan sampai sekarang. Dia pun mengamini harapan Muhammadiyah agar hal yang sama tak terulang saat Pemilu 2024.
“Kami di KPU sebagai penyelenggara Pemilu 2024 itu menyampaikan pesan kebangsaan bahwa Pemilu 2024 sebagai sarana integrasi bangsa, dan itu disambut baik oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah,” kata Hasyim.
AKBP Bambang Kayun Ditahan KPK
Bambang juga diduga menerima suap mencapai Rp 50 miliar dari berbagai pihak.
SELENGKAPNYAMendapatkan Uang dari YouTube Shorts
Penghasilan dari YouTube Shorts itu diperbolehkan selama memenuhi rambu-rambu berikut.
SELENGKAPNYA