Pekerja menyemprot disinfektan di Sinagog Agung di Tel Aviv, Israel, Selasa (17/3/2020). Hal itu bagian dari kebijakan Shin Bet menerjunkan pasukan kontraterorisme guna mengadang Covid-19. | AP

Internasional

Aplikasi Covid-19 Disalahgunakan

Aplikasi untuk penanganan Covid-19 justru dimanfaatkan untuk kepentingan lain.

YERUSALEM – Sejumlah negara diduga telah menyalahgunakan aplikasi dan data pelacakan penyebaran Covid-19. Data tersebut diselewengkan untuk mengekang perbedaan pendapat hingga menyelidiki kejahatan.

Selama lebih dari setahun terakhir, Associated Press atau AP mewawancarai sumber dan meneliti ribuan dokumen untuk menyingkap bagaimana produk teknologi yang dibuat dengan maksud kepentingan penanganan Covid-19. justru dimanfaatkan untuk kepentingan lain. Laporan ini ditulis AP edisi Selasa (20/12).

Israel menjadi salah satu negara yang diduga melakukan hal tersebut. Badan keamanan internal Israel, Shin Bet, memiliki teknologi pengawasan telepon yang digunakan untuk memantau warga terduga anggota kelompok milisi di dalam wilayah Palestina. Saat pandemi merebak, teknologi pengawasan Shin Bet itu digunakan untuk pelacakan rantai kontak Covid-19.

Menurut AP, pada 2021, Shin Bet diam-diam mulai menggunakan teknologi serupa untuk mengirimkan pesan ancaman kepada warga Arab yang dicurigai berpartisipasi dalam bentrokan dengan aparat keamanan Israel. Majd Ramlawi (20 tahun), warga Yerusalem, adalah salah satu orang yang pernah menerima pesan ancaman tersebut.

photo
Pekerja menyemprot disinfektan di Sinagog Agung di Tel Aviv, Israel, Selasa (17/3/2020). Hal itu bagian dari kebijakan Shin Bet menerjunkan pasukan kontraterorisme guna mengadang Covid-19. (AP Photo/Sebastian Scheiner) - (AP)

“Anda terlihat berpartisipasi dalam aksi kekerasan di Masjid Al-Aqsa. Kami akan meminta pertanggungjawaban Anda,” demikian bunyi pesan berbahasa Arab yang masuk ke ponsel milik Ramlawi tahun lalu.

Banyak orang, termasuk Ramlawi, mengaku mereka hanya tinggal atau bekerja atau bahkan hanya sekadar lewat di dekat lokasi kerusuhan. Mereka mengeklaim, sama sekali tak terlibat dalam bentrokan.

Cina pun diduga melakukan tindakan penyalahgunaan serupa. Sebagai negara pertama dalam rantai penyebaran Covid-19, warga di sana diharuskan memasang aplikasi agar bisa bergerak bebas di sebagian besar kota. Berdasarkan data telekomunikasi dan hasil tes PCR, aplikasi tersebut menghasilkan kode QR individu yang berubah dari hijau menjadi kuning atau merah, tergantung pada status kesehatan seseorang.

photo
Pengunjuk rasa memegang kertas kosong dalam aksi unjuk rasa menentang karantina wilayah di Beijing, Ahad (27/11/2022). - (AP Photo/Ng Han Guan)

Kini, saat pembatasan pandemic di Cina berkurang, ada bukti bahwa kode kesehatan telah digunakan untuk melumpuhkan perbedaan pendapat.Warga yang ingin mengajukan pengaduan terhadap pemerintah tiba-tiba menemukan kode mereka menjadi merah. Padahal mereka tidak dinyatakan positif Covid-19 atau menjalin kontak dekat dengan individu yang terinfeksi.

Di India, pada awal Mei 2020, kepolisian di Negara Bagian Telangana meluncurkan perangkat lunak berbasis kecerdasan buatan menggunakan CCTV untuk membidik warga yang tak memakai masker. SQ Masood, seorang aktivis sosial, termasuk orang yang tiba-tiba dihentikan oleh polisi di Hyderabad tahun lalu.

Masood mengatakan, petugas menyuruhnya melepas maskernya agar mereka bisa memotretnya. Dia sekarang menuntut polisi untuk memperoleh penjelasan di balik tindakan itu. Meskipun penegak hukum menyangkal menggunakan pengenalan wajah dalam kasus Masood, gugatan tersebut terus berlanjut.

Penyalahgunaan aplikasi penanganan Covid-19 juga diduga terjadi di Australia. Warga di Negeri Kanguru harus memindai ponsel mereka dengan kode QR jika ingin mengunjungi restoran, tempat pertunjukan, dan ruang publik lainnya. Namun terkadang, aparat diduga mengkooptasi data check-in QR tingkat negara bagian sebagai semacam jaringan elektronik untuk menyelidiki kejahatan.

photo
Penumpang tiba di Bandara Melbourne, Australia, Senin (21/2/2022). Wisatawan mancanegara dan pebisnis mulai tiba dengan sedikit pembatasan sejak pengetatan dua tahun belakangan. - (Joel Carrett/AAP Image via AP)

Amerika Serikat (AS) juga berpotensi melakukan penyalahgunaan. Pada 2020, Negeri Paman Sam menandatangani kontrak senilai 24,9 juta dolar AS dengan perusahaan penambangan dan pengawasan data Palantir Technologies Inc. Tujuannya mendukung departemen kesehatan dan layanan kemanusiaan dalam merespons pandemi. 

Kelompok hak migran Just Futures Law menyebutkan, dokumen itu menunjukkan bahwa para pejabat federal AS mempertimbangkan untuk mengintegrasikan “data pasien yang dapat diidentifikasi” seperti kesehatan mental, penggunaan zat dan informasi kesehatan perilaku dari rumah kelompok, tempat penampungan, penjara, fasilitas detoks dan sekolah.

Covid-19 mempercepat laju penggunaan aplikasi tertentu. "Sekarang pertanyaannya adalah, apakah kita akan mampu memperhitungkan penggunaan data ini, atau apakah ini normal baru?” kata John Scott-Railton, peneliti senior di organisasi pengawas internet Citizen Lab yang berbasis di Toronto, Kanada.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

KNEKS Matangkan Strategi Penguatan Industri Halal

Waktu yang ditargetkan untuk menjadi produsen produk halal nomor satu di dunia pada 2024 dianggap terlalu singkat.

SELENGKAPNYA

Okupansi Hotel Meningkat

Libur Nataru kali ini, pemerintah mengizinkan berbagai kegiatan untuk menggerakkan ekonomi.

SELENGKAPNYA

Paripurna Lionel Messi!

Messi mengungguli rekor legenda Jerman Lothar Matthaus sebagai pemain dengan jumlah penampilan terbanyak di Piala Dunia.

SELENGKAPNYA