Polisi menunjukkan barang bukti saat gelar perkara geng motor pelajar di Mapolres Temanggung, Jateng, Selasa (25/2/2020). | ANTARA FOTO

Opini

Menangani Geng Motor

Ulah geng motor di berbagai kota belakangan ini kian mencemaskan.

RAHMA SUGIHARTATI, Guru Besar Sains Informasi FISIP Unair

Ulah geng motor di berbagai kota belakangan ini kian mencemaskan. Tidak hanya di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, dan lainnya, kota-kota menengah pun kini sedang mengalami darurat gangster.

Tren anak-anak muda yang keluar malam, mengendarai sepeda motor keliling kota sembari menenteng senjata tajam (sajam) membuat masyarakat di berbagai kota resah. Mereka tak sungkan show off dengan melakukan konvoi naik motor secara bergerombol.

Di berbagai kota, ulah geng motor sebagian telah ditangani dan ditangkap aparat. Namun, satu geng berhasil ditangkap, dalam waktu tak terlalu lama tumbuh kembali geng baru yang tak kalah jahat.

Geng secara sederhana didefinisikan sebagai kelompok perusuh yang biasanya anggotanya didominasi anak-anak muda (Short, 1997). Kemunculan geng di berbagai kota adalah konsekuensi dari kelompok perkoncoaan yang anggotanya selalu bersama secara teratur.

 
Namun, satu geng berhasil ditangkap, dalam waktu tak terlalu lama tumbuh kembali geng baru yang tak kalah jahat.
 
 

Mereka biasanya mengembangkan perilaku tersendiri yang melawan tatanan nilai dan norma sosial. Perilaku negatif sengaja dikembangkan anggota geng untuk memperlihatkan identitas sosial atau kehadiran mereka.

Fenomena geng motor bukan hal baru. Sejak Indonesia belum merdeka, fenomena geng menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah perkembangan kota, khususnya di kota-kota besar seperti Batavia. Kekerasan dan obat terlarang tak terpisahkan dari subkultur geng.

Inilah yang menyebabkan fenomena geng selalu muncul. Meski sempat surut dalam tetapi berkembang lagi di masa berikutnya. Di era masyarakat digital seperti sekarang, ulah geng di berbagai kota alih-alih surut, justru cenderung makin berkembang.

Tidak cukup hanya menggelar konvoi dan menggeber sepeda motornya keras-keras, kini aksi para geng diunggah dalam bentuk video yang kemudian dibagikan melalui media sosial. Saat ini, boleh dikata apa yang terjadi di berbagai kota adalah situasi darurat geng motor.

 
Hampir setiap hari, masyarakat disuguhi berita keberadaan dan ulah geng motor yang patologis.
 
 

Hampir setiap hari, masyarakat disuguhi berita keberadaan dan ulah geng motor yang patologis. Mereka tidak sekali-dua kali terlibat tawuran antargeng, balapan liar, penjarahan, penggunaan narkoba, dan banyak keonaran lainnya yang meresahkan masyarakat.

Menurut Spergel (1995), ada beberapa faktor yang menyebabkan kehadiran geng selalu identik dengan tindak kekerasan dan ulah yang meresahkan masyarakat. Pertama, akibat konflik dengan geng lawan yang biasanya dipicu persaingan daerah kekuasaan.

Atau, dipicu kalim daerah akibat keinginan untuk memperlihatkan statusnya, seperti menggunakan grafiti dan lain sebagainya. Ketika sebuah geng menorehkan grafiti di daerah lawan, sering dianggap intervensi dan invasi, sehingga untuk mempertahankan kehormatannya, mereka terlibat aksi kekerasan.

 
Atau, dipicu kalim daerah akibat keinginan untuk memperlihatkan statusnya, seperti menggunakan grafiti dan lain sebagainya. 
 
 

Kedua, tindak kekerasan dikembangkan sebagai upaya mencari dan mempertahankan identitas kelompok. Bagi anggota geng, reputasi geng sering kali dianggap konsekuensi dari keberanian mereka melakukan aksi kekerasan.

Makin berani dan keras aksi yang dilakukan, mereka umumnya makin merasa eksis dan dihormati geng lain. Ketiga, tindak kekerasan yang dikembangkan dalam kelompok geng konsekuensi dari proses pembinaan kelompok.

Ketahanan menghadapi kekerasan sering dianggap proses inisiasi yang harus dilalui sekaligus sumber status individu maupun kelompok sebelum mereka diakui sebagai anggota kelompok.

Akar masalah

Menurut kajian Mazhab Chicago, aksi para geng dan tindak kejahatan di Kota Chicago pada 1960-an --seperti perang bir dan pengeboman, pemerasan, dan pembunuhan geng— terjadi bukan karena sebab-sebab biologis maupun psikologis.

 
Untuk memberantas agar geng di berbagai kota dapat dieliminasi, yang dibutuhkan bukan hanya menangani di bagian hilir.
 
 

Seperti dikatakan Frederic Thasher, seseorang melakukan perilaku menyimpang atau tindakan jahat bukan karena secara psikologis mereka agresif dan jahat tetapi lebih karena nilai dan norma serta pengaruh peer-group mereka ketika remaja (Williams, 2011).

Untuk memberantas agar geng di berbagai kota dapat dieliminasi, yang dibutuhkan bukan hanya menangani di bagian hilir tetapi perlu penanganan pada akar masalahnya, yaitu pengaruh habitus anak-anak muda marginal di bagian hulu.

Munculnya ulah anggota geng yang meresahkan masyarakat tidak tiba-tiba, melainkan berasal dari pengaruh peer-group yang menjadi lahan persemaian perilaku mereka yang keliru.

Di sini, peran keluarga, orang tua, sekolah dan masyarakat penting, kemudian dikembangkan program intervensi yang tepat. Menangkap dan memenjarakan anggota geng yang terbukti bersalah secara instan mengurangi intensitas dan kehadiran mereka di masyarakat.

Namun, agar hilang akar masalahnya, perlu pengembangan subkultur alternatif. Maksudnya di sini adalah ruang sosial yang mengakomodasi mentalitas perlawanan anak-anak muda marginal tetapi tetap dalam koridor yang bisa ditoleransi dan tidak melanggar norma sosial.

Tanpa penanganan di tingkat hulu ini, jangan harap ulah geng yang meresahkan dapat dieliminasi. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Menjaga Pemulihan di Tengah Ketidakpastian Global

APBN akan tetap berperan sebagai shock absorber di tengah potensi pelemahan ekonomi pada 2023.

SELENGKAPNYA

Magis Maroko dan Pan Arabisme

Bolehlah kita bersepakat bahwa apa yang Maroko capai ini menjadi salah satu episode gerakan 'Pan Arabisme' yang melegenda itu.

SELENGKAPNYA

Restu Orang Tua di Balik Sukses Singa Atlas

Bagi beberapa orang, seperti ibu Regragui, Fatima, perjalanan itu merupakan kesempatan sekali seumur hidup.

SELENGKAPNYA