
Fatwa
Bolehkah Menjamak Shalat Saat Hujan?
Menjamak shalat tidak boleh dilakukan pada waktu shalat yang kedua karena bisa jadi hujan berhenti.
OLEH IMAS DAMAYANTI
Biasanya, shalat jamak identik dengan orang yang sedang melakukan perjalanan. Namun, bagaimana hukumnya menjamak shalat saat hujan?
Sebagaimana diketahui secara umum dalam kitab-kitab fikih, shalat-shalat yang dapat dijamak seperti shalat Zhuhur dijamak dengan Ashar dan shalat Maghrib dengan Isya. Sedangkan, shalat Subuh tidak dapat dijamak, baik dengan shalat sebelumnya maupun dengan shalat sesudahnya. Sama halnya dengan tidak boleh menjamak shalat Ashar dengan Maghrib dan Isya.
Jamak menurut bahasa artinya mengumpulkan, sedangkan menurut istilah ialah mengumpulkan dua shalat fardhu yang dikerjakan dalam satu waktu dan dikerjakan secara berturut-turut. Misalnya, mengerjakan shalat Zhuhur dan Ashar pada waktu shalat Zhuhur.
Pertama, mengerjakan shalat Zhuhur dan setelah selesai dilanjutkan dengan shalat Ashar tanpa terpisah oleh zikir atau kegiatan lainnya.

Shalat jamak merupakan salah satu kemudahan atau keringanan (rukhsah) yang diberikan Allah SWT kepada umat Nabi Muhammad SAW. Shalat jamak pernah dilaksanakan oleh Rasulullah SAW.
Dalam hadis riwayat Ibnu Umar, yang artinya sebagai berikut: “Apabila Rasulullah SAW berangkat menuju perjalanan sebelum tergelincir matahari, beliau akhirkan shalat Zhuhur ke waktu Ashar. Kemudian beliau berhenti untuk menjamak shalat keduanya. Dan jika matahari tergelincir sebelum ia berangkat, maka beliau shalat Zhuhur terlebih dahlu kemudian naik kendaraan.”
Shalat fardhu yang boleh dijamak, yaitu shalat Zhuhur dijamak dengan Ashar dan shalat Maghrib dijamak dengan Isya. Adapun shalat Subuh tidak boleh dijamak dengan shalat lainnya dan tetap dilaksanakan pada waktunya sendiri, walaupun dalam kendaraan. Demikian pula shalat Ashar tidak boleh dijamak dengan Isya ataupun Maghrib.
Imam Syafii dalam Fikih Manhaji menjelaskan, boleh hukumnya menjamak shalat secara taqdim jika terjadi hujan. Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Muhammad SAW shalat dengan menjamak Zhuhur dan Ashar serta Maghrib dan Isya selama tujuh dan delapan hari.
Imam Muslim menambahkan, hal itu bukan dalam kondisi terancam atau dalam perjalanan. Imam Bukhari menyitir. Ayyub, salah seorang perawi berujar, "Barangkali itu dilakukan pada malam turun hujan."
Boleh hukumnya menjamak shalat secara taqdim jika terjadi hujan.IMAM SYAFII dalam Fikih Manhaji
Di dalam Shahih Muslim disebutkan bahwa Ibnu Abbas berkata, "Beliau (Rasulullah SAW) tidak ingin merepotkan seorang pun dari umatnya." (HR Bukhari Nomor 518 dan Muslim Nomor 705).
Dalam hal ini, menjamak shalat tidak boleh dilakukan pada waktu shalat yang kedua karena bisa jadi hujan berhenti. Jika itu terjadi, shalat yang pertama dilakukan di luar waktu tanpa alasan.
Adapun untuk pelaksanaannya disyaratkan beberapa hal berikut: Pertama, shalat jamaah didirikan di masjid yang jauh menurut ukuran normal. Tempat tersebut tidak mungkin dicapai karena hujan. Kedua, hujan berlangsung hingga shalat pertama selesai waktu salam.
Jalan Mewujudkan Generasi Berkualitas
Ketahanan keluarga menjadi keniscayaan untuk menopang kemajuan bangsa.
SELENGKAPNYAHabib Anis al-Habsyi, Alim Karismatik Nan Murah Senyum
Cucu penggubah kitab Simthud Duror itu berdakwah di tengah masyarakat Solo Raya.
SELENGKAPNYAModal untuk Berdaya
Sebanyak 15 persen penerima manfaat program ekonomi Rumah Zakat dapat keluar dari garis kemiskinan.
SELENGKAPNYA