Mantan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson (tengah) berpose untuk selfie selama Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP27) 2022, di Sharm El-Sheikh, Mesir, 07 November 2022. | EPA-EFE/SEDAT SUNA

Kabar Utama

Negara Kaya Didesak Bayar Kompensasi Perubahan Iklim

Negara berkembang menuntut agar negara penghasil polusi membayar kompensasi atas kerusakan akibat perubahan iklim.

SHARM EL-SHEIKH – Kompensasi terhadap cuaca ekstrem dan pemanasan global telah menjadi agenda utama pada konferensi iklim PBB (COP-27) yang berlangsung di Sharm el-Sheikh, Mesir.

Di bawah tekanan dari negara-negara berkembang, para delegasi telah sepakat untuk mengadakan pembicaraan formal pertama tentang kerugian dan kerusakan akibat perubahan iklim.

Negara-negara berkembang menuntut agar negara-negara kaya dan negara yang menghasilkan polusi membayar kompensasi atas kerusakan yang diakibatkan oleh perubahan iklim. Negara-negara miskin dan berkembang menghadapi kerusakan yang tidak dapat dihindari, seperti banjir yang memburuk, kekeringan, dan kenaikan permukaan laut akibat perubahan iklim. Negara miskin yang menghasilkan sedikit polusi kerap mengalami musibah besar akibat perubahan iklim. 

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by COP27 (cop27_egypt)

Menteri Lingkungan Nigeria Mohammed Abdullahi menyeru negara-negara kaya untuk menunjukkan komitmen positif dan afirmatif untuk membantu negara-negara yang paling terpukul oleh perubahan iklim. “Prioritas kami adalah menjadi agresif dalam hal pendanaan iklim untuk mengurangi kerugian dan kerusakan,” kata Abdullahi di Mesir, Selasa (8/11).

Para pemimpin negara-negara miskin, bersama dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron, membahas tentang kompensasi tersebut. Menurut mereka, kompensasi merupakan salah satu bentuk keadilan. “Afrika seharusnya tidak membayar kejahatan yang tidak mereka lakukan,” kata Presiden Republik Afrika Tengah Faustin Archange Touadera seraya menambahkan bahwa negara-negara kaya harus disalahkan atas masalah iklim.

 
Afrika seharusnya tidak membayar kejahatan yang tidak mereka lakukan.
 
 

Presiden Kenya William K Ruto mengatakan, perubahan iklim mengancam kehidupan, kesehatan, dan masa depan orang-orang di negara miskin, termasuk Afrika. Ruto memperkirakan kerusakan akibat perubahan iklim senilai 50 miliar dolar Amerika Serikat (AS) per tahun pada 2050. 

Ruto mengatakan, Kenya memilih untuk tidak menggunakan banyak sumber daya “energi kotor” meski hal itu dapat membantu negara miskin secara finansial. Ruto justru memilih bahan bakar yang lebih bersih. “Kerusakan adalah pengalaman sehari-hari kami dan mimpi buruk bagi jutaan orang Kenya dan ratusan juta orang Afrika,” kata Ruto.

Negara-negara pulau kecil, yang sudah diterpa badai laut yang makin ganas dan kenaikan permukaan laut, mendesak perusahaan minyak untuk mengeluarkan sebagian keuntungan besar mereka guna membayar kerugian. “Industri minyak dan gas terus menghasilkan keuntungan hampir 3 miliar dolar AS setiap hari,” kata Perdana Menteri Antigua, Gaston Browne, yang berbicara atas nama Aliansi Negara-Negara Pulau Kecil.

Dia mengatakan, sudah waktunya perusahaan-perusahaan tersebut untuk membayar pajak karbon global atas keuntungan mereka sebagai sumber pendanaan untuk membayar kerugian dan kerusakan. “Ketika mereka mendapatkan untung, planet ini terbakar,” kata Browne.

Sementara itu, Presiden Sri Lanka Ranil Wickremesinghe mengatakan, pemerintah Barat dengan cepat memberikan bantuan senilai miliaran dolar untuk perang di Ukraina. Namun, kata dia, mereka bergerak lambat untuk mengatasi perubahan iklim. 

“Standar ganda tidak dapat diterima. Bukan rahasia lagi bahwa pembiayaan iklim telah meleset dari target karena banyak negara maju menganggap perlu menunggu kontribusi pembiayaan iklim mereka, negara-negara ini juga berada di kedua sisi perang Ukraina dan tampaknya tidak ragu memberikan bantuan keuangan untuk perang yang berlangsung cukup lama,” ujar Wickremesinghe.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by COP27 (cop27_egypt)

Austria berjanji akan memberikan bantuan senilai 50 juta euro kepada negara-negara berkembang yang menghadapi kerusakan dan kerugian akibat perubahan iklim. Bantuan itu akan diberikan selama empat tahun. Selain Austria, negara yang berjanji memberikan bantuan keuangan kepada negara-negara miskin yaitu Belgia, Denmark, Jerman, dan Skotlandia.

Dana tersebut dapat mendukung Santiago Network, yaitu skema PBB yang memberikan dukungan teknis kepada negara-negara yang menghadapi kerusakan akibat bencana alam karena dipicu iklim. Santiago Network merupakan sebuah program yang menyediakan sistem peringatan dini untuk negara-negara yang rentan terhadap cuaca ekstrem.

“Negara-negara yang paling rentan di Global South sangat menderita akibat krisis iklim, dan sudah sepatutnya menuntut lebih banyak dukungan dari negara-negara industri,” kata Menteri Iklim Austria Leonore Gewessler. Dia menambahkan, Austria juga akan menambahkan 10 juta euro lagi ke anggaran tahun ini untuk pendanaan iklim. 

photo
Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi (kanan tengah) dan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres (kiri tengah) pergi setelah foto bersama di KTT Iklim PBB COP27, di Sharm el-Sheikh, Mesir, Senin, 7 November 2022. - (AP Photo/Nariman El-Mofty)

Namun, para juru kampanye iklim mengatakan, komitmen tersebut tidak dapat menggantikan dukungan yang konsisten. Sejauh ini, kompensasi yang dijanjikan tidak dapat menutup kerugian negara-negara rentan yang sering dilanda banjir, kekeringan, dan badai ekstrem. Negara-negara berkembang ingin para delegasi COP-27 mencapai kesepakatan untuk meluncurkan fasilitas pendanaan yang didedikasikan untuk kerugian dan kerusakan. 

Sebelumnya, Amerika Serikat dan 27 negara anggota Uni Eropa menentang gagasan tersebut. Menteri Luar Negeri Inggris James Cleverly akan mengumumkan investasi senilai 100 juta poundsterling atau setara Rp 1,8 triliun untuk mendukung negara-negara berkembang melawan dampak perubahan iklim. Salah satu sektor yang menjadi target investasi adalah energi terbarukan.

“Menteri Cleverly berpendapat bahwa kemakmuran jangka panjang bergantung pada mengambil tindakan terhadap perubahan iklim dan meningkatkan investasi dalam energi terbarukan di seluruh dunia,” kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Inggris dalam keterangan resmi.

photo
Presiden Uni Emirat Arab Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan (tengah) menghadiri Konferensi Perubahan Iklim PBB 2022 (COP27), di Sharm El-Sheikh, Mesir, 07 November 2022. Konferensi Perubahan Iklim PBB 2022 (COP27), berlangsung dari 06 hingga 18 November di Sharm El-Sheikh, diharapkan menjadi tuan rumah salah satu peserta terbesar dalam konferensi iklim global tahunan dengan lebih dari 40 ribu peserta. - (EPA-EFE/SEDAT SUNA)

Cleverly pun menyeru semua negara untuk berpartisipasi dalam upaya penanganan perubahan iklim. “Sekarang saatnya bagi semua negara untuk meningkatkan tindakan mereka terhadap perubahan iklim dan memberikan perubahan nyata yang dibutuhkan,” ucapnya.

Presiden COP-27 Sameh Shoukry mengatakan, dana sebesar 100 miliar dolar AS yang dijanjikan negara maju untuk membantu negara miskin menangani perubahan iklim harus direalisasikan. “Beralih dari negosiasi dan janji ke era implementasi adalah prioritas,” kata Shoukry yang juga menjabat sebagai menteri luar negeri Mesir.

 
Dana sebesar 100 miliar dolar AS yang dijanjikan negara maju untuk membantu negara miskin menangani perubahan iklim harus direalisasikan.
 
 

Belgia menjadi negara berikutnya yang berkomitmen memberikan kompensasi keuangan untuk membantu negara-negara berkembang mengatasi kerusakan dan kerugian yang disebabkan oleh perubahan iklim. Belgia menawarkan 2,5 juta euro untuk mendukung Mozambik.

Menteri Kerja Sama Pembangunan Belgia Frank Vandenbroucke mengatakan, alokasi tersebut untuk tahun 2023 hingga 2028. Bantuan dana ini akan mendukung sejumlah proyek pembangunan, seperti memasang panel surya di daerah yang tidak terhubung ke jaringan listrik.

“Kami akan melakukan intervensi di lapangan untuk membantu penduduk melindungi komunitas dan lingkungan mereka dengan lebih baik dari bencana alam seperti angin topan dan banjir, yang makin ganas akibat perubahan iklim,” kata Vandenbroucke.

BPS: Pemulihan Ekonomi Makin Kuat

Belanja masyarakat menengah atas menjadi pendorong pertumbuhan.

SELENGKAPNYA

Indonesia Serukan Kolaborasi Hadapi Krisis Iklim Bumi

Kolaborasi dinilai sebagai hal yang mutlak diperlukan untuk menghadapi perubahan iklim.

SELENGKAPNYA

Prokes Delegasi G-20 Diterapkan Berlapis

Pemerintah akan menerapkan protokol kesehatan berlapis untuk memastikan kesehatan para delegasi.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya