Prof KH Nasaruddin Umar | Ilustrasi : Daan Yahya

Tasawuf

Relasi Tuhan dan Hamba

Dalam perspektif tasawuf, hubungan primer Allah dan makhluk-Nya terjalin bagaikan langit dan bumi.

OLEH PROF DR NASARUDDIN UMAR

Dengan kata lain, tanpa lokus maka nama-nama dan sifat Tuhan tidak mungkin dapat teraktualisasi. Jika itu semua tidak bisa teraktualisasi, nama-nama dan sifat itu menjadi tidak berarti.

Jika nama-nama dan sifat itu tidak punya arti, untuk apa Tuhan memperkenalkan kapasitas Wahidiyat-Nya? Padahal, Tuhan dengan penuh perencanaan menciptakan makhluk-Nya untuk mengenal diri-Nya, sebagaimana disebutkan dalam hadis qudsi yang terkenal dalam dunia tasawuf, “Man 'arafa nafsahu faqad 'arafa rabbahu.” Artinya, “Barang siapa mengenal dirinya maka pasti mengenal Tuhan-Nya.”

photo
Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar menyampaikan tausiyah saat tabligh akbar di Masjid Syuhada, Yogyakarta, Rabu (21/9/2022). Tabligh Akbar ini dalam rangka Milad ke-70 Majsid Syuhada Yogyakarta. Tema tausiyah yang dibawakan yakni membangkitkan kembali masjid sebagai pusat dakwah dan pendidikan yang mengedepankan pluralitas dan wasatiyah. - (Republika/Wihdan Hidayat)

Dalam perspektif tasawuf, hubungan primer Allah dan makhluk-Nya terjalin bagaikan langit dan bumi, jiwa dan roh, serta Yang dan Yin. Tuhan adalah Maha Agung, Maha Tinggi, Maha Terang, dan Maha Kreatif, sedangkan makhluknya kecil, rendah, gelap, dan reseptif atau menerima pengaruh. Dari hubungan seperti ini, Tuhan adalah Yang dan makhluk adalah Yin. Disebut demikian karena Tuhan memberi pengaruh (mu'atstsir /Yang) dan makhluk menerima pengaruh (ma'tsur/Yin).

Di dalam mengimplementasikan kapasitasnya sebagai khalifah alam semesta (khalaif al-ardl), manusia (mikrokosmos) juga mempunyai kapasitas Yang karena ia harus memberi pengaruh terhadap alam semesta (makrokosmos) sebagai Yin.

Kapasitas Yang yang diperoleh manusia tentu berbeda dan tak dapat dibandingkan dengan kapasitas Yang Tuhan. Kapasitas Yang pada diri manusia tetap dalam kapasitasnya sebagai hamba ('abid), yang manusia secara total harus tunduk dan patuh kepada Tuhan sebagai Ma'bud.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Prof. Dr. Nasaruddin Umar M.A. (@nasaruddin_umar)

Allah SWT sendiri dalam kapasitasnya sebagai Tuhan (Rab dan Ilah) mempunyai kapasitas Yin karena Ia mencipta dan memelihara makhluk-Nya dengan penuh kasih sayang. Dengan demikian, selain memberi pengaruh (mu'atstsir) dalam kapasitasnya sebagai al-Jalal, Ia juga menerima pengaruh (Ma'tsur) dalam kapasitas-Nya sebagai al-Jamal.

Namun, kapasitas jamaliyyah Tuhan tentu tidak bisa disetarakan dengan jamaliyyah manusia. Bagaimanapun manusia sebagai bagian dari makhluk dan hamba terikat kepada Tuhan.

Allah SWT sebagai Tuhan "membutuhkan" hamba untuk disebut sebagai Tuhan karena sulit membayangkan sosok Tuhan tanpa hamba. Sebaliknya, manusia tidak mungkin ada dan mewujud sebagai hamba tanpa adanya Tuhan yang menciptakan dan sekaligus sebagai Tuhannya.

Dengan demikian, Tuhan dan hamba saling membutuhkan dalam kapasitas yang berbeda. Relasi hamba kepada Tuhan adalah menyembah (ta'abbud) dan relasi Tuhan terhadap hamba-Nya adalah memberikan anugerah (isti'anah).

Heroisme Santri dan Keberlangsungan Bangsa

Begitu banyak cerita kaum santri yang berjuang mewujudkan kemerdekaan Indonesia

SELENGKAPNYA

Jalan Terjal Kaum Santri

Santri memiliki keunggulan luar biasa dalam hal life skills sehingga mampu bersaing

SELENGKAPNYA

Tiga Pesan Malaikat Jibril

Nabi Muhammad SAW pernah menerima nasihat dari Malaikat Jibril.

SELENGKAPNYA