Terdakwa Hendra Kurniawan bersiap menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/10/2022). | Republika/Thoudy Badai

Nasional

Hendra dan Agus Berperan Ganti CCTV di Rumah Sambo

Jaksa mendakwa Brigjen Hendra dengan UU ITE dalam kasus pembunuhan Brigadir J.

JAKARTA -- Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Brigjen Polisi Hendra Kurniawan dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Hendra Kurniawan merupakan satu dari tujuh tersangka dalam pidana penghalangan keadilan (obstruction of justice) yang disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/10).

Dalam dakwaan primer kesatu, Hendra Kurniawan didakwa dengan Pasal 49 juncto Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Selanjutnya dakwaan primer kedua, Pasal 233 KUHPidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, subsider Pasal 221 ayat (1) ke-2 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Ancaman hukuman jika memenuhi unsur Pasal 32 ayat (1) dengan pidana penjara paling lama delapan tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2 miliar. Dalam surat dakwaan yang dibacakan JPU secara bergantian, Hendra berperan dalam penggantian DVR kamera pemantau (CCTV) yang merekam semua kejadian di sekitar kompleks tempat tinggal Ferdy Sambo di Duren Tiga Jakarta Selatan.

HK di dalam dakwaan disebutkan sebagai bawahan Ferdy Sambo yang turut melakukan, dan menjalankan perintah pengamanan, penghilangan, dan perusakan alat bukti terkait tewasnya Brigadir J. Peran HK tersebut yang membawanya menjadi salah satu dari tujuh terdakwa pidana obstruction of justice.

Diceritakan dalam dakwaan, aksi tipu-tipu Ferdy Sambo kepada HK bermula pada Jumat (8/7) sekitar pukul 17.22 WIB, atau beberapa saat setelah Brigadir J tewas ditembak Bharada Richard Eliezer (RE) dan Ferdy Sambo. 

photo
Terdakwa kasus Obstraction of Justice, Hendra Kurniawan mengenakan rompi tahanan usai menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/10/2022). - (Republika/Thoudy Badai)

Saat itu Ferdy Sambo menghubungi HK yang sedang berada di kolam pancing Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara (Jakut). “Ferdy Sambo menelefon dan meminta HK agar segera datang ke rumah Duren Tiga 46. Karena ada suatu peristiwa yang perlu dibicarakan,” begitu dalam dakwaan.

Sekitar pukul 19.15 HK tiba di rumah dinas tersebut, dan langsung bertemu dengan Ferdy Sambo. “Ada peristiwa apa Bang?” tanya HK kepada Ferdy Sambo. “Ada pelecehan terhadap Mbakmu,” begitu jawab Ferdy Sambo.

Ferdy Sambo pun melanjutkan penjelasannya kepada HK. Bahwa saat pelecehan terjadi di kamar tidur Putri Candrawathi, Brigadir J masuk ke kamar. “Lalu Mbakmu teriak-teriak,” begitu kata Ferdy Sambo.

Setelah itu Brigadir J panik. Brigadir J keluar dari kamar. Dan Bharada RE mendengar teriakan itu, dan menanyakan kepada Brigadir J yang sudah keluar kamar.

“Ada apa Bang?” kata Bharada RE kepada Brigadir J versi Ferdy Sambo yang diceritakan kepada HK seperti di dalam dakwaan. Selanjutnya Brigadir J yang disebut sudah panik lantaran ketahuan, menembak Bharada RE yang saat itu berada di lantai tangga bawah. Sehingga terjadilah tembak-menembak. “Itulah cerita yang direkayasa oleh Ferdy Sambo, lalu disampaikan kepada HK,” begitu kata dakwaan.

Tak selesai di situ. HK pun menemui Brigjen Benny Ali, yang saat itu menjabat sebagai Karo Provos Propam Polri. Benny juga ternyata ada di rumah Duren Tiga 46 setelah diminta datang oleh Ferdy Sambo. HK lalu bertanya-tanya kepada Benny. “Pelecehannya seperti apa?” tanya HK kepada Benny.

Dikatakan dalam dakwaan, pertanyaan HK tersebut, dijawab Benny berdasarkan cerita dan penjelasan yang disampaikan Putri Candrawathi kepadanya saat di Saguling III 29. Saguling III 29 adalah rumah pribadi Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.

Benny mengatakan kepada HK, Putri Candrawathi saat itu sedang tidur di dalam kamarnya di lantai bawah. “Di mana sewaktu kejadian, Putri Candrawathi menggunakan baju tidur dan celana pendek,” kata Benny kepada HK.

“Permasalahannya Brigadir J memasuki kamar Putri Candrawathi dan meraba-raba paha sampai mengenai kemaluan Putri Candrawathi,” begitu kata Benny kepada HK. 

Putri Candrawathi lalu terbangun kaget. Tetapi Brigadir J menodongkan senjata api, sambil mencekik leher, dan memaksa agar membuka kancing baju Putri Candrawathi. Lalu Putri Candrawathi teriak-teriak minta tolong.

Itu membuat Brigadir J panik, dan keluar dari kamar. Dan saat itu bertemu dengan RE sehingga terjadi tembak-menembak. “Cerita Benny Ali itu didapatkan dari Putri Candrawathi yang diceritakan kembali kepada HK,” begitu dikatakan dalam dakwaan.

Setelah mendengar cerita versi Benny Ali itu, HK sempat melihat langsung jenazah Brigadir J yang masih bersimbah darah di lantai bawah dekat tangga dapur. Tak lama setelah itu, HK bersama Benny Ali cabut dari Duren Tiga 46 menuju ke kantor Div Propam Mabes Polri.

Dalam perjalanan, HK menelepon seorang bernama Harun supaya bisa terhubung dengan Kombes Agus Nurpatria (ANT) yang saat itu menjabat sebagai Kaden A Ropaminal Div Propam. ANT dalam kasus obstruction of justice ini, juga sebagai terdakwa.

HK meminta ANT menghadap di kantor. “Tujuannya untuk melakukan klarifikasi kebenaran peristiwa di rumah Duren Tiga 46,” begitu dikatakan dakwaan.

Tiba HK di Mabes Polri sekitar pukul 20.5, ANT sudah berada di Div Propam. Selain ANT, juga sudah ada Bharada RE, Bripka Ricky Rizal (RR), dan Kuat Maruf (KM). Tiga nama terakhir tersebut adalah ajudan, dan pembantu rumah tangga Keluarga Sambo yang dalam kasus pokok pembunuhan Brigadir J adalah terdakwa, bersama-sama dengan Ferdy Sambo, dan Putri Candrawathi.

Saat HK melakukan klarifikasi atas kebenaran cerita Ferdy Sambo dan Benny Ali yang didapat dari Duren Tiga sebelumnya, ketiganya, Bharada RE, Bripka RR, dan KM kepada HK membenarkan cerita pelecehan, dan tembak-menembak tersebut.

Selanjutnya, sekitar pukul 22.00, dikatakan dalam dakwaan, Ferdy Sambo datang ke Kantor Div Propam bertemu HK, Benny, dan ANT di lantai-3 Biro Provos. Dalam pertemuan tersebut, Ferdy Sambo, menurut dakwaan menyampaikan sejumlah hal tentang peristiwa dan penyebab kematian Brigadir J, dan rencana penanganan setelahnya.

Ferdy Sambo mengatakan kepada HK, Benny, dan ANT tentang kemarahannya atas pelecehan yang dilakukan Brigadir J terhadap isterinya. “Ini masalah harga diri. Percuma punya jabatan dan pangkat bintang dua kalau harkat dan martabat serta kehormatan keluarga hancur karena kelakuan Brigadir J,” begitu kata Ferdy Sambo.

Ia pun menyampaikan dirinya yang sudah menghadap pimpinan Polri tentang peristiwa itu. Dan memastikan dirinya tidak ikut melakukan penembakan terhadap Brigadir J.

Selanjutnya Ferdy Sambo mengatakan kepada HK, Benny, dan ANT agar proses hukum atas peristiwa kematian Brigadir J diproses apa adanya. “Berangkat dari kejadian Duren Tiga saja,” begitu kata Ferdy Sambo.

Dan Ferdy Sambo meminta kepada HK, Benny, dan ANT  agar penanganan kasus tembak-menembak yang menewaskan Brigadir J itu, cukup diselesaikan di Biro Paminal saja. Namun belakangan dari hasil penyidikan Tim Gabungan Khusus Polri, dan Bareskrim Polri, cerita Ferdy Sambo tentang tembak-menembak antara Bharada RE yang menyebabkan kematian Brigadir J itu bohong.

Pun cerita Ferdy Sambo juga Benny Ali kepada HK tentang pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J terhadap Putri Candrawathi di Duren Tiga 46 itu, pun palsu. Namun di dalam dakwaan, peran HK yang menjadi bawahan langsung dari Ferdy Sambo, turut membantu untuk melakukan pengamanan, bahkan turut memerintahkan pemusnahan barang-barang bukti rekaman CCTV di lokasi pembunuhan Brigadir J di Duren Tiga 46 dan di tempat dilakukannya rencana pembunuhan di areal Saguling III 29. 

Ketua Majelis Hakim Ahmad Suhel lalu menanyakan kepada Hendra Kurniawan, apakah mengerti maksud dari dakwaan JPU tersebut. "Saya mengerti, dan untuk eksepsi saya serahkan kepada kuasa hukum," kata Hendra di hadapan majelis hakim.

photo
Terdakwa kasus Obstraction of Justice, Hendra Kurniawan bersiap menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/10/2022). Sidang tersebut beragendakan pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU) terhadap mantan Karopanimal Divisi Propam Polri Brigjen Hendra Kurniawan terkait perintangan dalam proses penyidikan dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J yang menyeret Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathi. Republika/Thoudy Badai - (Republika/Thoudy Badai)

Sementara itu kuasa hukum Hendra Kurniawan, Henry Yosodiningrat mengaku tidak akan melakukan eksepsi untuk surat dakwaan tersebut. "Untuk menghormati asas peradilan cepat, murah dan sederhana, kami memandang bahwa tidak perlu kami untuk menyampaikan eksepsi," kata Henry.

Selain Hendra Kurniawan, JPU juga memaparkan peran keterlibatan Agus Nurpatria dalam kasus ini. Agus pertama kali mendapatkan kabar kematian Brigadir J dari terdakwa Hendra Kurniawan, yang menghubungi dia untuk bertemu di Kantor Divisi Propam Mabes Polri.

Agus mendapatkan arahan dari terdakwa Ferdy Sambo untuk memproses kasus kematian Brigadir J sesuai dengan kejadian di TKP Duren tiga. Kemudian, dia juga mendapatkan perintah dari Kurniawan untuk mengecek dan membersihkan kamera pemantau (CCTV) yang merekam semua kejadian di sekitar kompleks tempat tinggal Sambo di Duren Tiga.

Agus juga berperan memerintahkan terdakwa lainnya, Irfan Widyanto, untuk mengambil dan mengganti DVR CCTV di Pos keamanan Kompleks Perumahan Polri, yang tepat mengarah ke rumah dinas Sambo. "Terdakwa Agus Nurpatria memahami betul kegunaan CCTV tersebut merupakan petunjuk yang kuat atas kejadian penembakan di rumah Ferdy Sambo," kata JPU.

photo
Terdakwa kasus Obstraction of Justice, Agus Nurpatria bersiap menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/10/2022). - (Republika/Thoudy Badai)

Ia juga mengetahui salah satu CCTV menampilkan tayangan Brigadir J yang masih hidup, setelah Sambo tiba di rumah dinasnya. Tayangan CCTV itu berbeda dengan kronologis kejadian yang sudah diskenariokan Sambo.

Wanjakti dikritik

Sementara itu, Ombudsman RI menyoroti proses promosi jabatan di lingkup Polri usai ditetapkannya Irjen Teddy Minahasa sebagai tersangka kasus peredaran gelap narkoba. Pasalnya, Teddy ditetapkan sebagai tersangka hanya berselang empat hari usai ditunjuk menjadi Kapolda Jawa Timur.

"Teddy Minahasa yang ditetapkan sebagai tersangka setelah beberapa hari ditunjuk Kapolri menjadi Kapolda Jawa Timur, memperlihatkan kesan ada sistem pengawasan yang tidak berjalan terkait dengan promosi Teddy Minahasa di Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti)," kata anggota Ombudsman RI Johanes Widijantoro.

Menurut Johanes, Wanjakti seharusnya menelisik asal usul kekayaan Teddy Minahasa sebelum mempromosikannya. Teddy diketahui memiliki harta senilai Rp 29,97 miliar, sebagaimana tercatat dalam data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) 2021.

"Seharusnya perlu dilakukan penelusuran lebih lanjut sebelum dilakukan promosi, apakah harta kekayaan tersebut diperoleh secara legal atau tidak," kata Johanes.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Kualitas Pembangunan Trotoar di Bogor Timur Dinilai Buruk

Sanksi kepada kontraktor karena pekerjaan pembangunan trotoar tidak sesuai target.

SELENGKAPNYA

Kontes Adu Domba Garut Digelar Kembali

Dari total 42 kecamatan di Kabupaten Garut, baru 16 kecamatan yang masuk zona hijau PMK.

SELENGKAPNYA

Delapan Kecamatan di Malang Alami Banjir dan Longsor

RSUD hentikan layanan rawat jalan akibat banjir.

SELENGKAPNYA