
Liputan Khusus
Berbenah Meraih Kepercayaan Umat
Kasus ACT menjadi pelajaran bagi lembaga filantropi Islam.
Oleh Lipsus Tiga Tahun Periode ke-2 Joko Widodo
OLEH ROSSI HANDAYANI, FUJI E PERMANA
Kasus dugaan penyelewengan dana oleh lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang mencuat ke publik pada Juli 2022 lalu berdampak bagi lembaga lainnya, khususnya lembaga filantropi Islam dan lembaga amil zakat (LAZ).
Meskipun merupakan lembaga filantropi umum di bawah Kementerian Sosial (Kemensos), publik lebih mengenal ACT sebagai lembaga filantropi Islam. Bisa jadi, karena ACT kerap menggalang dana untuk sumbangan ke negara-negara Muslim, seperti Palestina dan etnis Rohingya di Myanmar.
Kasus ACT ini sempat membuat kepercayaan publik ke lembaga filantropi Islam menipis. Karena sebelum kasus ACT, pada akhir 2021 lalu juga terjadi penyelewengan. Di mana, Densus 88 Polri menyita 791 kotak amal yang digunakan LAZ Baitul Maal (BM) Abdurahman bin Auf (ABA) untuk mendanai kegiatan kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI).
Pimpinan Baznas Saidah Sakwan memaparkan, sempat ada gelombang ketidakpercayaan dari masyarakat terkait penyelewengan dana oleh ACT. Ini berdampak pada lembaga zakat dan lainnya.
Saidah mengatakan, hal ini berdampak tidak hanya di wilayah Jakarta, tetapi juga sampai Papua. "Kami rasakan, kami kena 'tsunami' pertama kami surplus 140 persen dari target. Tahun ini kami tercapai 65 persen. Artinya, banyak korban, harusnya distribusi ke wilayah 3T, perbatasan, tergerus semua. Implikasinya dahsyat," kata Saidah kepada Republika, beberapa waktu lalu.
Saidah mengatakan, dilihat dari diksi dana filantropi terbagi menjadi dua, di antaranya ada filantropi umum dan filantropi Islam. Menurut dia, filantropi Islam memiliki regulasi, tata kelola zakat sudah termasuk dalam landasan yang aman syar’i.
"Dana zakat tidak bisa di-engineering, apalagi dikorupsi, karena ada makna spiritualitas. Istilah kami, dana zakat dana Ilahi, dana rububiah, dananya Allah melalui tangan muzaki ke tangan mustahik. Sangat spiritualistik," kata Saidah.
Dia mengatakan, tata kelola LAZ sudah ada garis ketentuannya. Adapun biaya manajemen ditentukan 12,5 persen. Saidah mengatakan, Baznas pada 2021 hanya 11,6 persen.
"Kami berdarah-darah, teman-teman LAZ kayak 'tsunami'. Kami filantropi Islam berbasis OPZ (organisasi pengelola zakat) kena dampak cukup masif. Kita landasi syariat Islam, kami juga high regulated, kami tagline aman regulasi. Semua instrumen mitigasi terkait governance sudah tertata betul. Masalahnya ada filantropi lain, bukan keagaaman, melainkan kemanusiaan. Mungkin soal pengendalian," ujar Saidah.

Namun, tidak semua lembaga filantropi Islam yang terkena dampak dari kasus tersebut. Ketua Badan Pengurus Lembaga Amil Zakat Infak dan Sedekah Muhammadiyah (Lazismu) Pusat Mahli Zainuddin Tago mengatakan, Lazismu relatif tidak terkena dampak negatif dari kemunculan kasus penyelewengan dana ACT.
"Alhamdulillah Lazismu relatif tidak terpengaruh negatif. Malah dalam beberapa hal tertentu Lazismu mendapatkan dampak positif, khususnya para muzaki. Lazismu semacam mendapatkan limpahan," kata Mahli, belum lama ini.
Semua berbenah
Kasus ACT membuat para pemangku kepentingan berbenah agar lembaga filantropi Islam dan LAZ kembali mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Baik pemerintah maupun lembaga filantropi melakukan sejumlah langkah.

Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kemenag Tarmizi Tohor mengatakan, sudah membuat beberapa langkah strategis. Di antaranya melakukan koordinasi lintas kementerian dan lembaga seperti Kemensos, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait mitigasi risiko penyalahgunaan dana zakat, infak, dan sedekah.
“Sehingga harapannya kerja sama ini bisa meningkatkan pengawasan penyalahgunaan dana ZIS untuk pencucian uang maupun pendanaan terorisme," kata Tarmizi kepada Republika, Senin (10/10).
Tarmizi mengatakan, upaya lain yang dilakukan pihaknya adalah melakukan koordinasi berbentuk penyuluhan mitigasi risiko, manajemen gaya hidup amil agar tidak boleh mewah dan berlebih-lebihan, optimalisasi penggunaan media daring untuk peningkatan transparansi.
Untuk akuntabilitas dan urgensi aspek kepatuhan syariah dilakukan melalui audit syariah dan skema akreditasi dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) pusat, Baznas provinsi, Baznas kabupaten/ kota, serta LAZ tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Kemenag juga melakukan peningkatan program audit syariah. Program ini mengacu standar audit syariah yang ditujukan untuk mengevaluasi kinerja lembaga zakat di Indonesia dengan beberapa aspek. Yaitu kinerja lembaga, kinerja keamilan, kinerja pengumpulan dan pendistribusian, serta pendayagunaan sesuai fatwa dan kepatuhan syariah. Hingga 2022 telah dilakukan audit syariah kepada 50 lembaga pengelola zakat.
"Selanjutnya melakukan penambahan auditor syariah sebanyak 30 orang, nantinya akan melakukan proses audit kepatuhan syariah di Baznas maupun LAZ. Auditor syariah yang telah ditetapkan telah diuji dan disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) melalui skema ujian zakat terkait keuangan, aspek kepatuhan syariah, dan akuntansi zakat," ujar Tarmizi.
Langkah strategis lainnya yang dilakukan Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf adalah melakukan peningkatan pelaksanaan akreditasi oleh Kemenag pusat, Kanwil Kemenag provinsi dan Kantor Kemenag kabupaten/kota dengan menggunakan perangkat kuesioner. Dalam hal ini, Baznas dan LAZ harus memiliki perihal yang menjadikan standar operasional dari aspek legalitas, tata kelola, manajemen, hingga prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan lembaga zakat.
Tarmizi menjelaskan, terdapat 14 poin standar akreditasi untuk pengukuran nilai akreditasi. Seperti aspek legalitas kelembagaan, pendataan, program kerja, struktur organisasi, hingga pencatatan laporan keuangan dan program kinerja. Hingga 2022 telah dilakukan akreditasi bagi lembaga pengelola zakat sebanyak 288.
Berbeda dengan Kemenag yang telah melakukan sejumlah langkah untuk mencegah terulangnya kasus penyelewengan dana filantropi, Kemensos belum terlihat banyak bergerak. Meskipun, pada saat sedang ramainya kasus ACT, Kemensos menginisiasi pembentukan satuan tugas (satgas) yang bertugas mengawasi lembaga filantropi. Satgas tersebut melibatkan Kejaksaan Agung, PPATK, Kemenkumham, KPK, Bareskrim Polri, dan BPKP.

Saat dikonfirmasi terkait perkembangan satgas tersebut pada awal Oktober ini, Menteri Sosial Tri Rismaharini mengaku belum mendapatkan informasi terkini. "Saya belum update lagi," ujar Risma saat ditemui di Bekasi, Jawa Barat, Kamis (6/10).
Begitu pun dengan jajaran pejabat di bawah Risma. Mereka enggan menanggapi permintaan wawancara soal upaya pencegahan penyelewengan dana seperti ACT. Padahal, ACT di bawah pengawasan Kemensos.
Sementara, Juru Bicara Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Natsir Kongah mengatakan, seharusnya lembaga-lembaga filantropi menyampaikan laporan secara berkala dan diaudit oleh akuntan publik. Hasil audit, dia melanjutkan, harus dilaporkan ke masyarakat secara luas dan hasilnya mudah diakses.
Selain itu, pembuatan regulasi yang lebih jelas dan pengawasan yang lebih ketat juga harus dilakukan. "Karena ada penyalahgunaan dari dana yang diperoleh oleh filantropi, di mana sebagian dananya digunakan untuk membuat usaha, lalu untuk kepentingan pribadi yang tidak semestinya. Penyimpangannya indikasinya seperti itu," ujarnya.
***
Pengawasan Dana ZIS Berlapis
Wawancara Ketua Umum Forum Zakat (Foz), Bambang Suherman

Bagaimana minat masyarakat ZIS ke lembaga filantropi Islam pascakasus ACT?
Secara umum, sebenarnya minat masyarakat untuk menyalurkan ZIS ke lembaga filantropi Islam tidak berkurang.
Seberapa besar pengaruh adanya kasus ACT terhadap lembaga filantropi Islam?
Pengaruh kasus ACT terhadap lembaga filantropi menurut saya hanya terjadi di awal, pada waktu itu. Tapi, setelah semakin banyak informasi yang banyak diekspos oleh teman-teman lembaga dan media, terjadi proses edukasi di masyarakat, kemudian situasi transaksinya kembali berjalan normal.
Apa yang sudah dilakukan forum zakat untuk mencegah terulangnya kasus seperti ACT?
Konteks Forum Zakat, kasus ACT sangat berbeda dengan proses dan tata kelola di lembaga-lembaga zakat di bawah forum zakat. Apa yang dilakukan oleh ACT secara regulasi melanggar Undang-Undang Pengumpulan Uang dan Barang.
Sementara undang-undang yang digunakan lembaga zakat itu adalah UU No.23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Dalam proses implementasi UU tersebut itu dinamika pengawasannnya sangat berbeda. Kalau dana zakat oleh Kementerian Agama proses monitoring berlapis.
Di Forum Zakat selain kita memandatkan agar semua lembaga zakat yang menjadi anggota FOZ melakukan proses monitoring dan evaluasi serta me-review manajemen tata kelola kelembagaan dua kali dalam setahun.
Mereka juga wajib melakukan proses audit oleh kantor akuntan publik (KAP) secara resmi kemudian melakukan proses audit internal di lembaga sebelumnya masuknya audit eksternal KAP ke lembaga.
Lalu melaporkan kegiatan lembaga secara perodik bulanan kepada Baznas dan ini sudah menjadi ketetapan di Baznas serta menerima kunjungan monitoring dan evaluasi baik dari Baznas maupun Kemenag ke lembaga-lembaga zakat. Dan yang terakhir mengikuti proses audit syariah dari Kemenag kepada lembaga-lembaga zakat. Itu semua adalah mekanisme-mekanisme regulasi.
Apa tantangan ke depan untuk lembaga filantropi Islam?
Sebenarnya tantangan ke depan bagi lembaga filantropi Islam justru datangnya dari luar. Terutama yang berkaitan dengan stigma. Jadi, hari ini agak tidak kondusif atau tidak produktif ketika beberapa dari pihak eksternal dari pegiat-pegiat zakat itu kemudian membangun stigma tentang dana zakat yang digunakan untuk pembiayaan teroris.
Saya rasa itu berlebihan dan sampai hari ini juga tidak pernah ada yang secara umum digelar sebagai sebuah kasus melakukan proses pembiayaan untuk dana terorisme. Kalaupun satu-dua kasus yang ada, jangan kemudian dianggap generalisasi bagi semua kegiatan lembaga zakat.
***
Upaya Pengawasan
Kemenag
- Koordinasi pengawasan lintas kementerian/lembaga
- Penyuluhan mitigasi risiko dan manajemen gaya hidup amil
- Melakukan uji kompetensi amil
- Audit LAZ melalui skema ujian zakat terkait keuangan, kepatuhan syariah, dan akuntansi zakat
- Penambahan auditor syariah yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
- Akreditasi oleh Kemenag dengan perangkat kuisioner
- Mengadakan kelas literasi zakat untuk masyarakat sebanyak 20 tema sejak Agustus-Desember 2022
- Penguatan standardisasi kompetensi kerja nasional Indonesia (SKKNI) bidang pengelolaan zakat
- Penguatan mekanisme perizinan LAZ yang melinbatkan BNPT dan PPATK
- Revisi pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) bersama IAI
- Pembuatan software laporan keuangan LAZ sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 109.
Forum Zakat
- Penguatan //capacity building// LAZ
- Peningkatan mutu keamilan dan mutu personal oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP)
- Penguatan metodologi penyaluran program ZIS
- Penguatan akurasi mustahik (penerima zakat)
Kemensos
- Pembentukan Satgas Pengawasan Filantropi dengan kementerian/lembaga terkait
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Menjadi Penerang Saat Dunia Suram
Indonesia sebagai titik terang saat ekonomi dunia suram.
SELENGKAPNYAKeuangan Syariah Tetap Lincah pada Masa Menantang
Saat pandemi saja, pertumbuhan ekonomi syariah tetap bisa dua angka.
SELENGKAPNYAPercaya Diri Kendalikan Pandemi
Vaksin buatan dalam negeri sebagai pengejawantahan dalam mewujudkan ketahanan kesehatan.
SELENGKAPNYA