Pengunjung menikmati suasana hutan mangrove Lantebung di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (15/2/2020). | ANTARA FOTO/Arnas Padda

Dialektika

Desa Pesisir yang Tenggelam

Sejumlah daerah kehilangan wilayah daratan yang semakin signifikan, bukan karena invasi, tapi karena abrasi.

OLEH YUSUF WIBISONO, DIREKTUR IDEAS; MELI TRIANA DEVI, PENELITI IDEAS; TIRA MUTIARA, PENELITI IDEAS; FAJRI AZHARI, PENELITI IDEAS

 

Di tengah riuh panggung politik-ekonomi nasional, wilayah Indonesia terus berkurang. Dalam senyap, sejumlah daerah kehilangan wilayah daratan yang semakin signifikan, bukan karena invasi, tapi karena abrasi.

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.504 pulau, garis pantai hingga 108 ribu km, dan luas wilayah perairan 6,4 juta km persegi, Indonesia rentan dengan ancaman pemanasan global dan kenaikan permukaan air laut.    

Pada 2020, dari sekitar 84 ribu wilayah administratif setingkat desa, lebih dari 15 persennya secara geografis berlokasi di tepi laut. Dengan demikian, kenaikan permukaan air laut secara langsung mengancam kehidupan 12.879 desa tepi laut di seluruh penjuru negeri.

photo
Foto udara lokasi wisata tracking mangrove di Teluk Kendari, Kendari, Sulawesi Tenggara, Jumat (1/7/2022). Lokasi wisata tracking mangrove Teluk Kendari mulai sepi pengunjung akibat akses jalan berbahan kayu yang menyusuri kawasan tersebut mulai rusak. - (ANTARA OTO/Jojon/YU)

Hampir seluruh desa tepi laut, lebih dari 95 persen, memanfaatkan laut untuk aktivitas perikanan tangkap. Namun antara 2003-2019, jumlah nelayan di laut berkurang hingga 1,5 juta orang. Laut dan pesisir semakin tidak dapat menjadi sumber penghidupan.

Sektor pertanian adalah sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk desa tepi laut. Hampir 90 persen desa tepi laut di Indonesia mengandalkan sektor tanaman pangan (padi), perkebunan, perikanan tangkap, perikanan budidaya, peternakan, dan kehutanan sebagai sumber penghasilan utama penduduknya.

Maka, kenaikan permukaan air laut akan secara langsung mengancam sumber penghasilan utama desa tepi laut dan menciptakan kerentanan sosial-ekonomi bagi penduduknya.

photo
Peserta menanam bibit mangrove di Pesisir Teluk Palu di Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (6/7/2022). Aksi penanaman mangrove 2.000 bibit mangrove oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Palu bersama relawan mangrove tersebut dilakukan sebagai bentuk kepedulian lingkungan serta upaya memperkecil resiko bencana abrasi dan gelombang tsunami. - (ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah)

Kenaikan air laut dan mangrove

Menghadapi ancaman perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut, ekosistem mangrove memainkan peran krusial dalam strategi adaptasi yang berkelanjutan sekaligus berpihak pada kelompok miskin. Karena berada di daerah pertemuan laut dan daratan, mangrove akan mencegah banjir dan bertindak sebagai benteng alami dari gelombang dan badai.

Karakteristik terpenting hutan mangrove lainnya adalah kemampuan yang sangat tinggi untuk mengubah karbon dioksida menjadi karbon organik, blue carbon, yang disimpan baik di tanaman mangrove maupun di lahan gambut di mana mereka berada.

Mangrove di Indonesia ditengarai mengalami kerusakan yang masif. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) memperkirakan hutan mangrove Indonesia pada 2005 tersisa 2,9 juta hektare, berkurang 1,3 juta hektare pada 1980-2005.

photo
Habis Hutan Tenggelam Daratan. Profil dan kerusakan mangrove di Indonesia. Data Diolah IDEAS - (IDEAS/Dialektika Republika)

Dalam estimasi terkini, pada 2021, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memperkirakan luas hutan mangrove Indonesia mencapai 3,36 juta hektare. Dengan kata lain, kecenderungan penurunan luas hutan mangrove telah terhenti. Namun demikian, diperkirakan sekitar 20 persen hutan mangrove berada dalam kondisi kritis. 

Lebih jauh, hampir 90 persen mangrove Indonesia yang tersisa terkonsentrasi di Papua (45,2 persen), Kalimantan (22,2 persen), dan Sumatra (20,1 persen). Menjadi krusial untuk mengembalikan hutan mangrove di kawasan pesisir dan dataran rendah yang padat penduduk seperti Jawa.

Jawa tercatat hanya memiliki 36 ribu hektare mangrove, sekitar 1,1 persen dari total mangrove nasional. Pada 2018, hanya 54,4 persen desa tepi laut yang memiliki mangrove. Hilangnya mangrove menjadi salah satu faktor utama abrasi dan tenggelamnya kawasan pesisir akibat kenaikan air laut. 

photo
Desa yang Tenggelam. Hilangnya desa-desa pesisir di pantai utara Jawa 2000-2021. Data diolah IDEAS. - (IDEAS/Dialektika Republika)

Desa yang tenggelam

Untuk mengetahui dan memahami ancaman kenaikan air laut dan hilangnya daratan pesisir, kami mengambil kasus desa-desa di pesisir utara Jawa yang telah mengalami abrasi signifikan sejak tiga dekade lalu. Dari tiga kawasan yang menjadi sampel penelitian ini, kami menemukan bahwa ancaman kenaikan air laut dalam rentang 2000-2021 di kawasan ini sangat signifikan. 

Di daerah pesisir perbatasan Kabupaten Kendal dan Kota Semarang, kawasan yang tenggelam di dua desa di Kaliwungu dan lima desa di Tugu berturut-turut mencapai 1,91 km2 (7,2 persen dari luas desa) dan 6,34 km2 (30 persen dari luas desa).

Di Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, kawasan yang tenggelam di dua desa mencapai 16,13 km2, sekitar 23,8 persen dari luas desa. Kasus terparah ditemui di Sayung, Kabupaten Demak, di mana kawasan yang tenggelam di enam desa mencapai 15,6 km2, lebih dari setengah luas desa.

Di daerah pesisir perbatasan Kabupaten Kendal dan Kota Semarang, total kawasan yang tenggelam di dua desa di Kaliwungu dan lima desa di Tugu antara 2000-2021 mencapai 8,25 km2 atau 825 hektare. Kawasan tenggelam yang paling luas berada di Desa Karanganyar yang mencapai 152 hektare (35,8 persen dari luas desa), diikuti Desa Randu Garut 136 hektare (30,0 persen dari luas desa), dan Desa Mangkang Kulon 134 hektare (32,2 persen dari luas desa).

photo
Tenggelamnya Desa Pesisir Utara Ditelan Laut Jawa. Kasus Muara Gembong Bekasi 2000-2021. Data diolah IDEAS. - (IDEAS/Dialektika Republika)

Sedangkan kawasan tenggelam yang paling sedikit ditemui di Desa Wonorejo seluas 93 hektare (7,7 persen dari luas desa) dan Desa Mororejo 98 hektare (6,9 persen dari luas desa).

Di Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, kawasan yang tenggelam antara 2000-2021 di dua desa mencapai 16,13 km2 atau sekitar 1.613 hektare. Kawasan tenggelam yang paling parah berada di Desa Pantai Bahagia yang mencapai 1.034 hektare (32,7 persen dari luas desa). Sedangkan kawasan tenggelam di Desa Pantai Bakti mencapai 579 hektare (16,0 persen dari luas desa).

Kasus terparah ditemui di Sayung, Kabupaten Demak, di mana kawasan yang tenggelam di enam desa antara 2000-2021 mencapai 15,6 km2 atau 1.560 hektare. Kawasan tenggelam yang paling luas berada di Desa Bedono yang mencapai 486 hektare (65,7 persen dari luas desa), diikuti Desa Sidogemah 477 hektare (87,7 persen dari luas desa), dan Desa Purwosari 271 hektare (68,8 persen dari luas desa).

Sedangkan kawasan tenggelam yang paling sedikit ditemui di Desa Sriwulan seluas 183 hektare (45,5 persen dari luas desa), diikuti Desa Timbulsloko 129 hektare (27,9 persen dari luas desa), dan Desa Surodadi 16 hektare (3,1 persen dari luas desa).

 
Tenggelamnya desa-desa pesisir utara Jawa ditengarai lebih banyak didorong oleh penurunan muka tanah dibandingkan kenaikan air laut.
 
 

Tenggelamnya desa-desa pesisir utara Jawa ditengarai lebih banyak didorong oleh penurunan muka tanah (land subsidence) dibandingkan kenaikan air laut. Penurunan muka tanah banyak dikontribusikan oleh pengambilan air tanah secara berlebihan, baik oleh industri maupun rumah tangga. 

Kota-kota besar yang berlokasi di daerah pesisir dan dataran rendah di mana penurunan muka tanah terjadi secara cepat, memiliki risiko paling tinggi untuk tergenang secara cepat dan permanen.

Meningkatnya kecepatan penurunan muka tanah di wilayah pesisir karena pengambilan air tanah secara berlebihan memperburuk situasi dengan meningkatkan ketinggian air laut secara lokal.

photo
Tenggelamnya Desa Pesisir Utara Ditelan Laut Jawa. Kasus Sayung Demak 2000-2021. Data diolah IDEAS. - (IDEAS/Dialektika Republika)

Sebelum semua tenggelam

Strategi konvensional menghadapi kenaikan permukaan air laut di tingkat lokal, terpusat pada strategi hindari, akomodasi, dan proteksi. Respons menghindar ditandai dengan melepas daerah yang tergenang serta melibatkan upaya relokasi permukiman skala besar ke daerah baru yang aman dan jauh dari pesisir.

Strategi akomodasi menerima kenyataan dengan melakukan aktivitas alternatif yang sesuai, seperti berpindah dari pertanian ke budidaya perikanan. Sedangkan respons protektif berupaya bertahan dari ancaman kenaikan permukaan laut seperti dengan membangun tanggul laut. 

Strategi yang berkelanjutan lebih berfokus pada upaya memperbaiki akar masalah (corrective measures) yang berdampak jangka panjang seperti melarang ekstraksi air tanah untuk mencegah penurunan muka tanah, menjadikan daerah pesisir sebagai kawasan cagar alam dan melarang aktivitas yang konflik dengan pelestarian alam pesisir, menjaga daerah aliran sungai, hingga penanaman kembali mangrove.

Ekosistem mangrove adalah satu-satunya jenis tanaman yang mampu hidup di zona intertidal, daerah pertemuan antara daratan dan lautan. Eksistensi mangrove yang mendominasi daerah pesisir di sepanjang pantai tropis sampai subtropis, telah melindungi pantai dari gelombang dan tsunami, menahan intrusi air laut dan mempertahankan kualitas air di daratan, penyerap limbah, serta menjadi tempat hidup berbagai biota laut dan pesisir.

 
Ekosistem mangrove adalah satu-satunya jenis tanaman yang mampu hidup di zona intertidal, daerah pertemuan antara daratan dan lautan.
 
 

Bentuk dan eksistensi hutan mangrove dijaga oleh pengaruh laut dan darat. Air pasang memberi makanan bagi hutan dan air sungai yang kaya mineral memperkaya sedimen dan rawa tempat tumbuhnya mangrove.

Terdapat kecenderungan positif yang sangat penting didukung untuk ditingkatkan eskalasinya, yaitu penanaman kembali mangrove di kawasan yang terdampak parah oleh abrasi. Tiga kawasan yang menjadi sampel penelitian ini menunjukkan adanya tambahan luas hutan mangrove. 

Di daerah pesisir perbatasan Kabupaten Kendal dan Kota Semarang, luas mangrove di dua desa di Kaliwungu dan lima desa di Tugu meningkat antara 2000-2021 berturut-turut mencapai 1,57 km2 (157 hektare) dan 2,15 km2 (215 hektare).

Di Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, luas mangrove bertambah antara 2000-2021 di dua desa mencapai 3,16 km2 atau sekitar 316 hektare. Sedangkan di Sayung, Kabupaten Demak, luas mangrove bertambah antara 2000-2021 di enam desa mencapai 2,78 km2 atau 278 hektare.

photo
Mengembalikan Hijau Pantai. Penanaman kemblai mangrove di desa pesisir pantai utara Jawa 2000-2021. Data diolah IDEAS. - (IDEAS/Dialektika Republika)

Kerapatan hutan mangrove di kawasan ini tidak lebat menandakan mangrove yang belum lama ditanam. Kesadaran kolektif untuk kembali menghijaukan panti ini menjadi hal yan sangat positif bahwa masyarakat tidak diam melihat tanahnya tenggelam. Pemerintah harus menguatkan dan melipatgandakan skala penanaman kembali mangrove ini, terutama di kawasan kritis yang terancam tenggelam. 

Selain menanam kembali mangrove, menjadi krusial bagi pemerintah untuk tidak lagi mengadopsi pembangunan mega infrastruktur seperti tanggul laut sebagai respons kebijakan menghadapi kenaikan air laut. Yang harus diutamakan adalah langkah-langkah untuk menguatkan inisiatif masyarakat seperti menekan penggunaan air tanah dan memberi insentif atas penggunaan layanan air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

PDAM harus didorong untuk sebanyak mungkin melakukan investasi jaringan, terutama ke wilayah pesisir, serta optimalisasi penggunaan air permukaan termasuk memanen air hujan sebagai sumber air baku.

photo
Foto udara sejumlah tambak yang ada di kawasan Mangrove Muaragembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. - (FAKHRI HERMANSYAH/ANTARA FOTO)

Sukarno Menampik Tuduhan Sebagai Komunis

Sukarno membantah tuduhan dirinya sebagai gombinis, kata yang populer saat itu untuk menyebut komunis.

SELENGKAPNYA

Mengenang Koh Steven, Wawancara Lengkap Sang Tokoh Perubahan

Saya yakin kalau kita bantu urusan orang di dunia, Allah akan bantu urusan kita.

SELENGKAPNYA

Gamelan Istimewa Kanjeng Kiai Sekati

Perangkat gamelan ini dimainkan para abdi dalem Keraton Yogyakarta untuk menyambut Sekaten.

SELENGKAPNYA